Muncul Perasaan Aneh

Aku pulang ke rumah membonceng Radit. Tapi dia hanya diam tak bersuara. "Dit, kok kamu diem aja?" tanyaku sambil masih menyetir motor.

"Orang nggak ada yang ngajak ngomong kok, ya mending diem," ucapnya seraya kesal.

(Yaelah ni setan, kok bisa ngambek juga sih) ucapku dalam hati.

"Aku bukan setan!" teriaknya mengangetkanku.

"Iya-iya bodyguard, segitunya kalau marah." Aku tak tau apa yang membuatnya kesal.

Sesampainya di rumah aku langsung mandi, dan duduk di meja belajar. Aku melihat Radit yang sedari tadi murung. (Apa aku ada salah ya sama dia) pikirku dalam hati. Tiba-tiba Radit menatapku dan aku tersentak.

"Kamu kenapa sih Dit! kok murung gitu?" tanyaku padanya.

"Nggak papa," ucapnya datar.

"Apa karena aku belum ngucapin terima kasih ya, karena udah nolongin aku di lapangan tadi?"

"Ehmmm," jawabnya singkat masih tak mau berbicara.

"Udah dong marahnya." Aku mengeluarkan potato chips dari tas dan memberikan kepadanya. "Nih, sebagai rasa terima kasihku," ucapku merayunya agar berhenti merajuk.

Matanya berbinar melihat makanan, pria itu langsung menyambar potato chips dari tanganku dan memakannya.

(Dasar nih setan satu, lucu juga) ucapku dalam hati.

"Aku bukan setan!" Lagi-lagi ia berteriak mengagetkanku karena aku lupa dia bisa membaca pikiranku.

"Iya bodyguardku, ya Allah, kalau teriak udah persis si Priska deh, cocok kalau dijejerin," celetukku dan kembali ke meja belajar.

Tanganku tak mau bergerak, entah kenapa soal matematika begitu sulit bagiku. Rumus-rumus akar kuadrat dikali berapa sama dengan berapa membuat kepalaku begitu pusing. "Archhhhhhh!!" teriakku tiba-tiba membuat Radit menumpahkan semua keripik kentang yang ia pegang.

"Kenapa sih Sa?" tanyanya seraya memungut keripik kentang yang sudah menangis di atas lantai.

"Ini! soal matematika susah banget, apa karena kepalaku kebentur bola tadi ya, kok jadi nge-blank gini otakku."

Radit tertawa. "Sejak kapan kamu ngerjain PR, biasanya juga nyontek di sekolah," ejeknya sambil terus makan keripik itu.

Aku menatapnya dan merampas keripik itu dari tangannya. "Udah ah, makan mulu kamu, katanya mau ngebantuin aku," ucapku cemberut.

"Ya, kok diambil sih!" Radit berdiri dan menghampiriku.

"Ini bantuin!" ucapku menunjukkan PR matematika padanya.

"Ini kan gampang Sa, tinggal masukin rumus ini, terus dikalikan ini dibagi ini, nah tuh ketemu jawabannya."

Aku melongo karena ia menyelesaikan 1 soal matematika dalam hitungan detik. Sedangkan aku hampir seharian nggak dapet-dapet jawabannya.

Aku memegang tangannya. "Radit, ajarin napa," ucapku dengan manja dan memasang wajah memelas.

"Ehmm, iya-iya," ucapnya dan duduk di kursi kosong dekat kursiku.

Ia memegang tanganku dan menuntunku menulis rumus satu-per satu. Perasaanku terasa aneh, jantungku mulai menunjukkan ketidakberesan. Aku melepaskan tangannya dan menyuruh Radit menuliskan rumus itu sendiri. Ia mengajariku sampai tengah malam.

"Akhirnya selesai juga," ucap Radit dan meletakkan pensil itu lalu menatapku yang tertidur pulas bersandar di atas meja. Pria beralis tebal itu menggeleng. Ia menyilakan poni rambutku, lalu mengangkat tubuhku dan memindahkan ke kasur. Ia menutupi tubuhku dengan selimut. Aku segera memeluk apapun yang ada disampingku.

Radit kaget karena mendadak kupeluk. Ia tak bisa bergerak sama sekali. Perlahan-lahan pria itu memindahkan tanganku dari tubuhnya dan Radit segera mengambil guling sebagai pengganti dirinya. Radit melihatku yang tertidur pulas. 

"Cantiknya kalau lagi tidur." Mendadak jantung pria itu terasa sakit, seperti ada yang menusuk-nusuk. Ia menahan teriakannya tak ingin aku terbangun. Ia tersungkur di bawah ranjang menahan sakit.

***

Mahendra melihat Radit dari sebuah cermin sakti yang ada di kamarnya. "Kamu memang bodoh Radit, sama seperti ayahmu, pada akhirnya kamu pun akan mati sama seperti dia," ujar pria berjanggut panjang itu seraya tertawa puas.

***

Di sekolah. Aku berjalan perlahan sambil menikmati segarnya udara pagi itu. "Sudah lama aku tak merasakan udara seperti ini, karena sibuk nyalin PR tiap pagi," keluhku seraya menghela nafas yang panjang.

"Makanya belajar, jangan main mulu!" ucap Radit yang masih setia berada di sampingku.

"Kapan aku main, dasar sok tau!" Aku cemberut memoncongkan bibirku padanya.

"Duh, minta dikucir tuh bibir!" ucap pria bermata coklat itu seraya mencubit pipiku.

Aku diam merasakan hangatnya sentuhan tangannya, saat sadar aku menghentakkan kakiku. "Radittttt!" bentakku dan menaruh kedua tangan di pinggang.

Ia tersenyum dan berlari menghindariku.

Mendadak Priska sudah berdiri di depan pintu kelas dan menungguku. "Nyantai amat kamu Sa? Emangnya PR kamu udah selesai nih?" ucapnya dengan mata melirik.

"Udah dong!" ucapku dengan sombong dan melewatinya.

Priska melongo. "Yakin kamu Sa! Nyontek dari siapa?" tanyanya penasaran.

"Ngerjain sendiri dong." Aku mengeluarkan buku PR biar mereka percaya.

"Wah, udah ada kemajuan kamu Sa, tapi tetep aja, kami nggak percaya, ayo ngaku! siapa yang ngajarin?" tegas Wiwik yang menatapku dengan matanya yang besar.

Aku menatap Radit. "Iya-iya, diajarin temen aku lah, beda desa, kemaren sempet main ke rumahku, kebetulan dia pinter jadi minta bantuan sekalian," ucapku berasalan.

"Cewek apa cowok Sa?" tanya Priska.

"Cowok."

"Ganteng nggak Sa?"

"Ehemmmm." Radit pura-pura batuk dan memancarkan senyum di wajahnya.

"Saaaaa!!" teriakan Priska mengagetkanku.

"Iyaaa, ganteng kok!" sahutku.

"Kenalin Sa, plisss, jangan pelit-pelit kamu, kamu kan udah punya kak Dirly," rengek Priska.

Perbincangan kami terhenti karena Dirly datang menghampiri kami, aku kaget melihat pria itu mendatangiku.

"Kak Dirly!" sapaku seraya berdiri menyambutnya.

"Gimana kepala kamu, masih sakit nggak?" tanya pria berkulit putih itu dengan senyum di bibir.

"Oh, udah baikan kok Kak, makasih udah ngawatirin aku," ujarku tersipu malu.

"Cieee yang dapat perhatian," ejek Priska seraya nyengir.

"Sa, mau makan malam sama aku nggak, ntar malam, sebagai permintaan maafku?" ajak Dirly.

Aku berfikir sejenak seraya menatap Radit yang tampak tak menyukainya.

"Udah Sa, pergi aja sana, jangan nolak rejeki, kamu," ucap Wiwik yang terus mendesakku.

Akhirnya aku pun menyetujuinya. "Iya Kak, ntar malam kita bisa pergi kok."

"Kalau gitu aku bakal jemput kamu di rumah ya?" ujar Dirly.

Aku mengangguk.

Radit yang tak menyukai perbincangan itu langsung pergi menghilang begitu saja.

Aku duduk sembari menata perasaanku. Harusnya aku senang karena Dirly yang mengajakku makan, tapi entah kenapa aku merasa ada yang salah dengan hatiku. Aku seperti merasa tak enak pada Radit, dan ketika Radit pergi aku merasa seperti kehilangan.

Ada apa dengan hatiku ini. Kenapa bisa berubah-ubah, kenapa perasaanku seperti terombang-ambing di lautan. siapa yang akan aku pilih, Radit ataukah Dirly?

Ayo tebak siapa yang aku pilih, jangan lupa tinggalin jejak ya manteman.😁😁😁😁

Terpopuler

Comments

Rose

Rose

😍

2020-04-13

1

mayfa cropy

mayfa cropy

yeah

2020-03-16

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!