Sepertinya waktu kita tak berkabar sudah cukup lama, aku yang setiap jamnya selalu mendengar suaramu pun kini tak terdengar lagi hingga kini, akankah kau kembali atau menghilang seperti Yo. Kalian sama saja, sama-sama memiliki keahlian dalam menghilang dan membuat khawatir. Detak jantung yang berdebar itu kembali pada nada-nada sendu tanpa getaran.
Kring. Kring. Kring.
“Hallo? Hallo? Hallo? Siapa ya. Melihat ke hp. Halo?” Telpon mati. Hmmm orang iseng. Gumang ku.
Kring. Kring. Kring
“Hallo? Iya Hallo? Ada suaranya gak? Hallo? Iya. Hallo?” mati.
Kring. Kring. Kring. Mengangkatnya kembali
“Hallo? Hei, kalau mau bercanda sama orang lain saja. Ya.” Mematikan telfon nada kesal.
Mengingat kala itu.
“Karena pada hakikatnya perempuan tidak pernah mengejar tapi ialah yang dikejar. Paham!” Ucap Rere saat itu.
"Re kau dimana? sehatkah? masih bisa masak masakan apa saja saat ini? kelihatannya aku pergi tanpa kabar terlalu lama. Akankah kau menunggu atau mencari ku?" Gumamnya sambil duduk di atas lantai tepat di sudut ruangan gelap gulita dengan penampakkan ruangan yang sangat kacau balau, lampu pijar memancarkan cahaya kuning redup hampir mati seperti lelaki itu saat ini.
Kejadian lalu.
"Re jika aku tak ada jangan pernah ganti nomor ponselmu ya." Gumang lelaki itu menatap gadis itu.
"Kenapa?" mencari jawaban di bola mata lelaki itu.
"Saat aku kehilangan segalanya atau sesuatu nantinya. Hal yang pertama yang ingin selalu kuingat itu nomor telpon ku. Bersediakah kau mengabulkan satu inginku." Pungkasnya sambil menatap gadis itu meyakinkan.
"Baiklah. Akan kulakukan." Menenangkan lelaki itu sementara.
...
"Ya ampun telfon siapa lagi si? Melirik nomor tak dikenal. Pasti nomor aneh-aneh ini." Memanyunkan bibirnya dan membiarkan teleponnya terus bergetar di dalam tasnya. dan pergi.
Berjalan memasuki ruangan studio di kampusnya sepertinya beberapa hal dan pekerjaan belum tertata rapi dan terlihat tak ada seorangpun yang ada di studio ini. Gadis itu keluar dan melirik perpustakaan yang ada disamping studio tersebut dan berjalan perlahan memasukinya dan masuk ke barisan buku-buku perfilman.
Jari gadis itu memegang setiap sudut ke sudut ujung sampul buku mencari buku yang cocok di bacanya. Belum sempat menarik buku tersebut, getar telponnya mengagetkannya karena membuat suara berisik membuat beberapa orang meliriknya dan tanpa sengaja menjatuhkan buku tersebut dari genggamannya.
"Maaf semuanya, maaf." Ucapnya merunduk dan mengutip buku yang jatuh tersebut dengan telepon genggam yang dipegang di tangannya dan hendak berdiri, seseorang mengulurkan tangan kepadanya.
Tangan Rere menggapai tangan itu dan berdiri membersihkan pakaiannya.
"Terima Kasih. Rere menoleh dan melihat lelaki itu adalah Afran. Eh Fran, ngapain disini?" Menatapnya dengan sedikit bingung karena hari ini hari libur semester.
Tangan lelaki itu menggapai tangan Rere.
"Duduk disana dulu yuk." Menunjuk ke arah kursi dan meja dekat jendela dengan pencahayaan dari sinar matahari langsung yang membantu pencahayaan dalam membaca. Sambil menggandeng tangan gadis itu.
"Oke. Mengikuti lelaki itu dan sampai pada tempat duduk yang ditunjuk lelaki tersebut, anehnya dia belum melepaskan genggaman ku. Fran." Melirik ke arah tangan mereka.
"Eh maaf kelepasan. Ucapnya seolah santai dan melepaskan genggamannya. Yaelah gua suka kelepasan kalo udah sama Rere." Batinnya.
"Ngapain disini?" Membuka sampul depan buku yang dia ambil dan mulai membaca halaman pertama.
"Ah iya, pak Ahmad minta aku datang ke studio tapi gak ada orang." Menatap gadis itu yang sibuk dengan bukunya. Lelaki itu berinisiatif memotretnya, mematikan deringnya. Mengarahkan kamera ponselnya ke arah tangan Rere yang memakai jam tangan AC memegang buku dengan tangannya ada di dekat tangan Rere. Cekrekkk. Ya tentu saja gak kedengeran deringnya sudah mati. Hihi. Afran mengupload ig storynya dengan caption. tersenyum kecil di antara kedua tangan mereka.
Gadis itu masih membolak balik halaman mencari referensi sesuai apa yang dia inginkan.
"Kok bisa sama ya?" Tanyanya tanpa menatap lelaki itu.
"Hmmm. Mungkin karena kita yang ikut project beberapa waktu lalu. Menatap gadis itu dan mengetuk meja seperti biasa dan mendekatkan diri. Sepertinya kau senang sekali aku temani disini." Menggoda gadis itu.
Gadis itu terdiam tak melanjutkan membuka halaman selanjutnya dan melirik lelaki itu yang wajahnya sudah cukup dekat dengannya.
Jari telunjuknya mendorong wajah tampan lelaki itu, dengan kumis tipis berbaju kotak-kota hitam dan tatapan yang sama saat menatap gadis tersebut.
"Ihhh jaga jarak jauh." memanyunkan mulutnya.
Kedua ponsel mereka berdergetar bersamaan tanda pesan masuk. Mereka sama-sama mengeceknya dan membaca isi teks satu sama lain.
"Mck. Ganggu waktu luang aku aja. Gumang mengeluh lelaki itu. Untung aja ketemu kamu." Pungkasnya tersenyum tak jadi kesal.
"Ya ampun Pak Ahmad mendadak ada urusan keluar kota." Melirik lelaki itu menatapnya dengan tangan diatas meja sebagai penyanggah di sebelah pipi kanannya.
"Mau ke suatu tempat?" Tanyanya.
"Kemana?" Balik bertanya bingung.
"Ayolah, tempatnya seru dan cocok buat kamu belajar dengan baik dan tenang." Menarik tangan Rere dan bangkit dari kursinya.
"Bentaran, gua mau pinjem ni buku ke resepsionis." Berlari menuju resepsionis.
"Oke gua tunggu di depan." Berdiri di depan pintu dan menunggu gadis itu.
"Bu saya pinjam buku ini." Menyerahkan bukunyam
"Baik saya catat dahulu. Mencatat nomor buku. Nah bisa tanda tangan disini untuk peminjaman." Mengarahkan gadis itu ke sebuah buku besar.
"Oke. Menandatanganinya. Sudah bisa saya bawa ya bu." Tanyanya dan wanita itu hanya mengangguk.
Gadis itu menghampiri lelaki tersebut, lelaki yang menyandarkan dirinya ke dinding dan menaikkan satu kakinya menyandar ke dinding dan kaki satunya menahan beban.
"Eh sudah ya ayo." Berjalan beriringan.
"Emang mau kemana?" Tanya Rere yang penasaran mengikuti langkah kaki lelaki itu.
"Udah naik aja ke atas motor." Dan mereka melaju ke tempat yang mau didatangi.
Sampailah mereka di depan sebuah cafe berlantai dua dengan konsep modern outdoor dan terlihat di lantai ketiga ada barbershop untuk tempat pangkas pria.
"Wah cafe baru ya, tampilannya unik." Membuka helmnya dan menaruhnya di atas motor Afran yang terparkir tepat di depan cafe.
"Iya baru. Senyumnya. Jadi besok bakalan grand opening kamu datang sama aku ya." Sambil membukakan pintu kaca dan mendorongnya membiarkan gadis tersebut masuk.
"Karen donk, emang kepemilikan siapa?" Tanya Rere sambil memperhatikan semua tatanan yang ada di cafe tersebut.
"Hmmm. Project aku sama kakak aku si. Menggaruk kepalanya. Butuh waktu lama untuk mendapatkan penataan desain dan baristanya sendiri." Mengajak Rere berkeliling.
"Pantes aja waktu lo di lokasi shooting lebih sedikit dan jarang ketemu di sebuah project." Menumbuk lengan lelaki itu pelan.
"Haha, kita juga harus mikirin kedepannya juga Re." pungkas lelaki itu.
"Bener juga si." Menatap segala keunikan kafe tersebut dan mendongakkan kepalanya ke sebuah potongan kayu kecil di dinding dan di atasnya dengan konsep kaca lebar yang sudah di chat mural berwarna putih.
"Eh bro baru mah pulang." Ucap Afran menyapa seseorang.
"Iya ni gua balik duluan ya nanti datang lagi." Keluar pintu menggenggam jaket hitam kulitnya.
"Hati-hati bro." Sedikit teriak Afran.
Gadis itu mendadak terdiam membisu mendengar suara lelaki tersebut dan menoleh tapi tak melihat lelaki tersebut dan berlari meninggalkan Afran dan barang-barangnya di kafe.
"Ahhh sial, uda lah Re bukan dia udah lah." memegangi kepalanya dengan satu tangan dan berekspresi kesal.
Afran keluar membawa barang-barang gadis itu.
"Lu kenapa? Sakit, yauda gua anterin pulang ya." menatap gadis itu keringat dingin.
"Iya keknya gua kurang sehat." Ucap Rere dengan nada suara lemas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments