Sebelum rasa ini hilang, sepertinya perasaanku ini berganti kepadanya; bukan berarti aku melupakanmu. Hanya beberapa perasaan telah pudar jangan datang kembali ya, jangan sampai datang kembali. Aku tak ingin perasaan bersamamu itu kau bangkitkan; Yo.
...
“Kau yakin tak akan menunggunya?” Tanya lelaki itu.
“Aku gak tau. Yang aku tau saat ini aku denganmu Dein sebelum rasa ini lenyap. Tolong. Tolong. Tolong tetap ada ya, jangan kemana-mana.” Ucapnya memohon dengan kepedihan dari sakit masalalu.
“Aku gak akan kemana-mana kok.” Menggeserkan kepala Rere ke bahunya.
“Cukup peluk aku ya. Peluk saja! Jangan banyak tanya.” Lelaki itu merenggangkan peluknya sangat erat.
“Iya, aku peluk ya. Ucapnya menenangkan Rere. Tenang aku akan selalu disini, aku berjanji pada diriku sendiri." Gumang dalam hati.
"Hangat sekali." Berada dalam dadanya yang bidang dan meremas baju kaosnya mengisak dari tangis yang dalam, untungnya saat ini di dalam pelukannya.
“Jangan sakit-sakit lagi. Aku gak mau kamu sakit.” Mengusap kepala Rere.
“Iya. Iya."
...
Terbangun dari mimpi buruk, mengelap air mata yang jatuh begitu saja di pipinya. Ada apa dengan perasaanku. Duduk diatas tempat tidur sedikit menekukkan kakinya dan tangan kanan memegangi dadanya.
"Ya tuhan perasaan menyakitkan apalagi ini. Ucapnya dalam ketakutannya. Melipat tangannya di atas dengkul kakinya yang terlipat dan melanjutkan tangisannya. Apakah aku tak bisa sedikit saja menikmati kebahagiaan yang cukup lama." Dalam kepasrahan.
Seperti biasa lokasi shooting yang selalu harum dengan bau-bau alat perekam dan naska yang menumpuk. Kali ini aku mempunyai kesempatan untuk menjadi asisten pak Ahmad dalam project film yang iya kerjakan. Terhitung, bukan dia atau kali ke 3 ini aku membantunya dalam melakukan jadwal shooting, revisi naska, dan cara pengambilan gambar dari take ke take, sampai produksi editing terakhir.
Hari-hari padat yang kujalani membuat diriku memiliki penghasilan yang lebih dari cukup untuk biaya hidupku sendiri, kuliahku dan menabung. Kalau di fikir-fikir banyak kejadian yang membuatku berada di posisi saat ini.
Jadi ingin cepat-cepat kembali ke Medan dan melihat ibu. Tak terasa aku sudah sangat rindu, ku harap dirinya tetap sehat sampai aku kembali dengan gelarku.
Duduk memandangi pemandangan yang menyegarkan ini membuatku lebih rileks, pemandangan puncak dekat pegunungan ini.
"Kelihatannya kamu lebih senang dari biasanya saat ini?" Ucap seorang lelaki yang tak lain adalah Ahmad sutradara sekaligus dosennya di kampus.
"Haha, seperti pepatah jika ingin benar-benar bahagia mulailah dengan hal kecil yaitu bersyukur." Tersenyum menatapnya.
"Ah benar juga. Tertawa kecil. Kelihatannya sifat manja dan kekanak-kanakan masih tersimpan rapi dalam dirimu." Sambil memegang kepala Rere.
"Eh. Kaget. Bukannya memang benar selain bersyukur kita juga harus lebih melapangkan dada. Tapi tak semua orang bisa. Aku Pun butuh waktu yang cukup lama." Menatap ke langit, menaruh kedua tangan di tempat duduknya menahan tubuhnya dan menggoyangkan kaki kanan kiri bergantian.
"Sepertinya kita membutuhkan satu karakter seperti dirimu sebagai pemeran pendukung di skrip ini." Menunjukkan gulungan naskah dan memukulnya ke telapak tangannya.
"Haha. Anda bisa saja pak." Ucapnya tak menyangkah.
"Hmmm pikirkan kembali. Berdiri dan menoleh ke Rere. Sebaiknya kamu menulis sedikit saja tentangmu di skrip ini, saya memantau yang lain dahulu." Pergi meninggalkan Rere.
"Ah iya pak. Hmmm. Apa mungkin ya? Nanti akan aku pikirkan. Indahnya pemandangan ini." Gumannya senang.
"Jie apa kabar ya? setelah kejadian di ruang kesehatan beberapa waktu lalu hubungan kita agak renggang. Ku dengar dia sudah mulai mau membuka hati dan berpacaran dengan Kania. Hmmm, saat salah seorang dari kita mulai menjaga jarak kemungkinan karena salah satu diantara kita tak ingin menjadi beban atau malah jadi menyakiti satu sama lain.
Beberapa hal bisa diingat dan beberapa lagi bisa saja di lupakan untuk sementara waktu. Kelihatannya beberapa penempatan waktu yang aku inginkan bisa menjadi sangat tidak sesuai dengan harapan. Benar saja berharap kepada yang punya segalanya lebih baik dari pada kepada makhluk."
Pukulan beberapa berkas tepat mengenai kepala Rere.
"Aduh. Expresi kaget. Yaampun Fran apaan si lu." Ucap Rere memegangi kepalanya.
"Bengong mulu, dicium mau gak? Di cariin sama kru lain noh noh. Menunjuk ke arah jam 3. Malahan bengong." Berdiri menatap Rere dengan melipat satu tangannya dan satunya memegang beberapa berkas.
"Cium-cium. Spontan membalas menjitak lelaki itu. Hayuk." Mengejek.
"Aduh, dasar ku ya Re." Mengejar.
"Apaan si lu deluan yang mengganggu imazinasi gua." Menatap kedepan sambil berjalan.
"Ye. Lu si bukannya inget jam dah take ke 3 ni." Ucapan kesal.
"Jangan suka sebel Jie gitu aja ngambek. Sambil menoleh ke samping Afran. Dan terdiam. Eh maksudnya Fran." Mempercepat jalannya.
"Apaan sih sejak kapan nama gua di ganti. Menaikkan satu alisnya sebal." Berjalan mendahului gadis itu.
"Eh Fran sorry, gak marah kan?" Tanyanya sedikit membujuk.
"Gak ah." Menjawab sekedarnya.
"Ihhh ngambek." Memegang lengan Afran spontan.
Lelaki itu menghentikan langkahnya dan menatap lengan nya lalu berpindah menatap gadis itu, matanya berbinar dan wajahnya sangat imut.
"Tumben mau gandeng gua, biasa juga klo gua gandeng lu gak mau." Sok cuek seolah menolak dan hendak melangkah.
Tangan gadis itu masih menahan.
"Jadi lu gak mau gua pegang, menatap mata Afran." Namun lelaki itu mengalihkan pandangan.
"Baiklah. Melepaskan dan berjalan mengikuti lelaki itu. Hmm dia marah." Gumang dalam hati.
Seseorang itu melambaikan tangan.
"Kalian sudah kembali. Silahkan ke posisi masing-masing." Ucap pak Ahmad.
"Baik pak." Ucap Rere sedangkan lelaki yang bersamanya itu hanya mengangguk dan pergi ke posisinya.
"Maunya Rere apa si, buat gua gak fokus aja ngeshoot dari tadi. Ahhh sial. Menggeleng-gelengkan kepalanya." Berdiri sedikit merunduk dengan mengalungkan tali kameranya dan memegang kameranya.
"OK. Kita istirahat sebentar." Ucap Sutradara Utama.
"Semuanya kita bisa makan di kantin yang sudah disiapkan ya." Ucap salah satu kru.
"Ah lumayan bisa makan. Menatap ke arah Afran. Dia kenapa ya dari tadi gak fokus, beberapa kali sudah di tegur oleh kru lain. Ah sebaiknya aku segera mengambil makananku." Bergegas ke kantin.
Ku lihat lelaki itu sudah ada di meja ujung dekat jendela mengotak-atik kameranya.
Meletakkan piring platonya.
"Lu kenapa? gapapa kan?" Tanya Rere menatapnya.
"Gapapa kok." jawaban datar.
"Yaudah deh. Memakan makanannya dan memainkan ponselnya. Dan membalas pesan masuk. Ah Deinandra." Membuka pesan.
"Hei, sudah makan? kelihatannya jam sudah pukul 14.30 waktu setempat. Gimana hari ini?" Tanyanya.
Dengan cepat jari mengetik pesan.
"Iy nih. Lagi makan kok. Kamu udah belum? Hari ini cukup baik sepertinya aku sampai disana tengah malam." Balasnya lalu mengunyah makanannya.
Lelaki yang ada di depannya itu melirik.
"Sepertinya sudah tidak ada harapan." Gumamnya dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments