Kelihatannya aku merindukan seseorang yang sudah lama tak kembali, peluk terakhirnya membuatku sedikit tenang. Tapi kenapa dia selalu tak pernah membiarkan aku tau isi pikiran dan hatinya. Tentang perasaan yang kerap iya rasakan saat bersamaku.
Ingatan-ingatan masa lalu berlalu begitu saja, ya aku telah mencintainya sekian lama ini. Cinta yang tak sempat ku ucap dari bibir ku. Nomor yang telah lama tak aktif, mungkin berganti atau apapun itu aku tak mengetahui. Aku hanya berharap dia baik dan tetap baik-baik saja.
Langkah kaki itu mendekatiku perlahan seorang lelaki dengan kacamata lensa kota mendekatiku, dia. Iya dia menjadi kecintaanku saat ini setelah masa-masa kelam itu 3 tahun sudah berlalu saja.
"Hy Dein, udah dimana?" Tanyaku dari sambungan telepon.
"Iya ini udah deket, sabar ya." Ucapnya dengan lembut.
Seseorang dingin, pandangan sangar, cuek dan kelihatannya tak memperdulikan apapun itu dia. Awalnya aku merasa dia selalu menjadi seseorang yang mati akan rasa ternyata itu hanya sifat yang sudah lama terbentuk di dalam dirinya.
"Maaf, agak macet. Memberikan helm dan mengelap tempat duduk yang panas akibat paparan sinar mata hari. Sudah ni udah gak panas." Ucapnya.
"Maacih Dein aku." Ucapnya dengan sangat menggemaskan.
Namanya Deinandra, biasa dipanggil Dein beberapa teman lagi memanggil ndra atau andra. Lelaki ini lelaki yang selalu ada dikala kesusahanku, menghempas tangisku dan menghilangkan sifat ceroboh ku dan kekanak-kanakanku. Seorang yang tak menyukai keramaian, lebih suka berbicara sekedarnya, memilih tinggal dirumah menonton film Marvel's kesukaannya, pendengar music barat dengan genre rock walaupun tidak terlalu cocok dengan tampilannya. Seorang IT yang cukup handal di perusahaan App dan handal dalam bidang reparasi komputer. Kekurangannya hanyalah mager, susah gerak.
Dalam perjalanan pulang dari toko elektronik.
“Kenapa kamu masih mau bertahan untuk aku, sedangkan kamu itu bisa dapetin yang lebih dari aku?” tanya Rere dengan penuh hati-hati.
“Sebenarnya aku sering luluh karenamu, akan tetapi egois tak mau ditempatkan jauh dari diriku yang terkadang bisa kaku.” Ucapnya menenangkan gadis itu.
Ini masih tentangnya, Deinandra
Segala upaya telah dilakukan
Namun semakin berjalan semakin dipaksa berhenti, Aku tak mengerti.
Kau tau Dein? Aku menulis di banyak tempat tetapi mengapa tulisanku tak pernah berada tepat di hatimu? Untuk dia yang lebih suka blak-blakan dengan perkataan atau pembicaraan dari pada membaca panjang lebar buku atau kata dari tulisan yang membuatnya menjadi sangat memusingkan otaknya.
"Sepertinya aku lebih suka dibacakan beberapa puisimu Re, dari pada harus membacanya." Ucapnya kala itu.
"Kenapa? Kau ingin tidurmu nyenyak mendengar suaraku, mendengar aku berpuisi." Ucap Rere dengan lembut.
"Aku suka mendengar suaramu. Menemani malamku, menemaniku hingga tertidur lelap." Ucapnya.
"Kelihatannya kau hanya mencoba membuatku tidak melakukan pekerjaanku malam ini." Pungkas Rere dengan senyuman.
"Jangan Bergadang. Jangan bergadang. Aku tak mau matamu menghitam, wajahmu mengkerut dan pipimu menirus." Pungkasnya hampir setiap malam mengingatkan.
"Wah itu sebuah perintah, permintaan atau keinginan?" Tanyaku dengan senyuman senang.
"Semuanya. Mau menuruti atau tidak terserah kamu." Ucapnya dari ujung telepon.
"Baiklah aku akan berhenti dan tertidur." Ucap Rere Mengiyakan.
"Jangan matiin Telfonnya." Ucapnya.
"Kenapa?" Tanyanya penasaran.
"Makhluk insom kayak kamu gak mungkin langsung tidur Re. Yaudah aku temenin sampe tidur ya." Pungkasnya memaksakan diri setiap malam demi gadis ini.
"Hmm baiklah. Aku merapikan meja dahulu, mencuci muka menggosok gigi dan menarik selimutku." Ucapnya.
"Anak baik. Nurut ya jangan bandel dan tetap jaga kesehatan. Selamat malam Rereku." Ucapnya.
"Malam Dein." Ucapnya dengan panggilan masi on hingga pagi.
Pernah merindukan namun hanya terpendam saja, berbagai cara telah dicoba yang ada hanyalah penolakan yang ada lalu untuk apa? Selalu mencoba untuk melupakan namun selalu saja hati yang sulit menerima, tak ingin melupakan namun harus. Sulit ya memang sulit menerima. Sulit memang ya sulit dipertahankan, biarkan saja biar saja terkikis perlahan dengan begitu kau akan lebih nyaman padaku.
Terbangun.
"Ah mimpi buruk. Melihat telfon jam 5 subuh masih model call. Yaampun 7 jam 36 detik. Dein Morning. Ucap Rere. Subuh dilanjut nanti ya. Ucapnya.
"He ehhh." Ucapnya.
"Baiklah see you. Selamat beraktifitas. Bye." Mematikan teleponnya.
Tentang, “Kita.” Ku bermimpi tentang kita berdua yang saling menatap Dein penuh dengan pancaran sinar rembulan yang menemani malam itu. Kebahagiaan apa mungkin selamanya? semakin ku bertanya, semakin ku terikat dari banyak perasaan dalam dada yang aku rasa dan banyak pula tanya tentang kau juga
Apakah rasakan yang sama?
“Hari berlalu, engkau enggan berbicara kali ini. Hatiku beranjak tak menunjukan rasa itu kembali. Aku pergi dengan perasaan kacau dan sedikit patah dalam hati.
Haruskah aku melepas tanpa jawab? Atau menunggumu segera datang? Impossible! Bagaimana jika cinta ini tumbuh terlalu dalam dalam diri, sedangkan kamu biasa saja. Datanglah kepadaku segera sebelum rasa yang kupunya benar-benar hilang.” Tiba-tiba perasaan yang sama kembali terulang, bagaimana bisa? apakah aku akan mengalami hal yang sama? bedanya saat ini aku berstatus pacaran dan kala itu tidak.
"Dein, kau dimana? kenapa tidak ada kabar. Aku disini penuh kerinduan akanmu. Memeluk guling dan menangis dengan haru. Jadi siapa nanti yang akan menjagaku dikala ku bermimpi buruk?" Menatap jarum jam berputar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments