Boleh aku menantikan jawaban? Apakah itu termasuk janji? Aku gak tau akankah kita bisa berjanji atau akan meneruskan janji tersebut? Aku tak tau.
...
Dalam perjalanan menuju rumah Yo.
"Keliatannya cowok itu suka sama lo Re." Pungkas Yo.
"Ah masa?!" Balik bertanya padahal dia sudah tau jawabannya.
"Hmmm." Tanpa kata dan terdiam dalam keheningan kota, melaju dengan kencang nya.
"Kita mau kemana?" Tanyanya.
"Aku mau menyendiri berdua denganmu. Jika kau mau." ucapnya penuh kepasrahan.
Sepertinya banyak hal yang berubah dari dirinya, cara dia berbicara, menatap dan berfikir saat ini lebih baik lagi dibanding sebelumnya dan perasaan yang teramat pasrah menggangguku malam ini. Aku takut kehilangan dirinya yang dahulu kalau begini.
"Yo, tenanglah Rere disini."Menenangkan.
"Boleh aku memelukmu sebentar saja?" tanyanya dengan tatapan menyedihkan.
Memberhentikan motornya tepat di bawah jembatan seberang pantai.
"Tentu saja." Memeluk.
Keheningan malam ini, membuatnya tertidur di pelukanku. Aku tak tau apa yang sedang dia rasakan selama ini, akankah kepedihan yang dimilikinya amat mendalam? atau dia hanya ingin melupakannya beberapa saat.
"Aku menatap wajahnya, pandangan yang lelah, parah putih lembut dan sangat imut. Wajahnya sama saja tetap memikat, akankah aku jatuh cinta kembali setelah sekian lama. Tanganku merapikan rambutnya yang hendak menutupi matanya. Dia memiliki alis tidak terlalu tebal namun bervolume, hidungnya mancung dan ujung matanya sedikit sipit. Memang orang Bandung tak ada yang jelek pasti kalau nggak ganteng pasti keren. Entahlah. Aku memandangnya dan menggumang dalam hati. Bernyanyi lagu kesukaannya. Wherever You are, ya lagu kesukaan kami berdua. Tanganku tertangkap tangannya saat mengelus-elus kepalanya."
"Re." Terbangun dari tidurnya. Dia hanya menatap tanpa kata dan kembali memelukku.
"Jangan pernah pergi ya, walaupun aku berbuat salah ingin kau pergi jangan pernah pergi ya. Walaupun aku pernah berkata tak ingin kau berjanji tolong berjanjilah." Gumamku dalam hati kuharap kau tak mendengar ucapanku dalam pelukmu.
Lelaki yang sama sekali kuat, kokoh dan jarang sekali menumpahkan air matanya, diam berkobar dengan air matanya pada pelukku.
"Kau kenapa?" Tanpa jawaban, menguatkan pelukkan.
Beberapa tahun lalu.
Dalam telepon.
"Halo, iya hallo ada yang bisa saya bantu, atau ada seseorang di ujung sana? Bisa bantu saya menemukannya? Ckckck." Tawa berdua.
"Iya-iya ada apa? sepertinya saya tak menemukan siapa yang engkau inginkan. Hmmm. Sepertinya anda harus ganti chanel telpon beralih ke sambungan lain. Wkwkwk." Tawa bersahutan.
"Yo gua di suruh janji sama orang tapi gua ogah." Bercerita.
"Sama siapa?" Tanya penasaran.
"Iya, di umur segini bukannya gak pantesnya berharap janji atau menjanjikan." Pungkasnya.
"Hmmm. Tergantung si Re." Jawabnya.
"Emang saat ini bisa, jadian dulu baru sukanya belakangan? Kagakkan!" Bertanya.
"Wkwkwk. Kayak anak SMA baru kenal cinta monyet aje." Tawanya.
*"Jadi *janji itu apa menurut lu?" Tanya serius.
“Re lu tau gak mangkannya seumur hidup gua, gua gak pernah mau buat janji.” Nada serius.
“Dan aku juga aku berusaha agar apapun itu dan lu gak buat janji untuk aku, Yo.” Pungkasnya.
*Dan ternyata kehidupan begitu ya, kalau gak lu yang pergi atau gua yang pergi; bisa jadi kita yang memutuskan untuk pergi.**— Yo and Re.*
...
Pagi hari ini aku terbiasa memasang alaram dan tebangun, siklus biasa saja. Tapi kenapa ya dia seperti itu? apakah pundakku tak cukup kuat untuk kau terima. Atau kau hanya ingin aku saja menerima tangismu sebagian bebanmu.
Hari ini memakai celana jeans, sepatu cats, kaos putih dan mengikat rambutku. Menyiapkan perlengkapan memotret didalam tas semuanya. "Oke semuanya sudah ready!! aku harus ngabarin Jie." bergegas menelpon.
Memanggil! Berdering! Berdering!
"Hy Re. Iya-iya gua mandi." Tutttttttt.
"Yaelah belum juga kelar mau bilang apa. Yaudah deh dia masih belum bangun kalau gitu gua masak aja. Melihat jam pukul 10.35. Hmmm sekalian makan siang donk. Kelihatannya makan makanan sarden sama tumis jipang aja deh yang ada itu doank di kulkas. Menu andalan anak kost." tawanya sendiri.
Suara dari balik pintu terdengar beberapa saat ketukkan pintu itu terdengar kembali.
"Iya sebentar, meninggalkan dapurnya menuju pintu." Terlihat dua orang lelaki yang dikenali.
"Jie. Yo. Pandangan saling menatap, tanda merasa saingan. Yaudah masukin aja." Suruh Rere.
Tangan Jie dan Yo tarik-tarikan berebut memasuki rumah Rere duluan.
"Apa si loh." Pungkas Jie.
Yo hanya menaikkan satu alisnya.
"Kalian duduklah disini." Menyuruh duduk di meja makan.
"Wah masak apa lo Re?" Tanya Jie sambil duduk di kursi.
"Ini sarden sama tumis jipang. Menunjuk. Eh Yo mau makan tumis kacang panjang?" Tanya Rere ke Yo dengan senyuman.
"Ah iya, tapi ini aja gpp kok. Malah ngerepotin makan disini." Ucapnya.
"Gak papa, lagian gua lupa ada jadwal mau motret dan ada janji sama lo juga. Lagian tadi masaknya cuma makan berdua ma Jie. Gua masak tumis kacang panjangnya pake tahu ya." Senyum Rere.
"Wah iya iya tau aja lu Re makanan kesukaan gue." Tersenyum bahagia.
Tak berapa lama duduk berhadapan dengan Yo, Jie mengejek Rere. Memanyunkan mulutnya, seperti biasa yang dilakukan Rere saat marah.
"Lu kapan pulang?" tanya Jie ketus.
"Beberapa hari lalu." Yo menjawab sekedarnya.
"Oh gitu, sampe berapa lama disini?" tanya Jie penasaran dengan lelaki itu.
"Bukan urusan kamu." Yo menaikkan ujung bibirnya.
Rere menempati sayurnya di wadah dan menaruhnya di meja.
"Idih songong amat." Ucap Jie yang mengangetkan Rere.
Kletakkkk. Jitak kan mengenai kepala Jie.
"Aduh. Re!" Kesakitan menatap Rere.
"Lu si buat gua kaget." Dan duduk di kursinya.
Bentuk meja persegi empat 1 x 1 dengan 3 kursi yang rapat di dinding.
"Yaudah yuk makan dulu, baca doanya." ucap Rere.
"Bismillah." Serentak.
"Gimana nyokap lo Yo?" Tanya Rere sambil mengunyah.
"Udah baikan kok." Jawab Yo.
"Lah nyokak lu sakit?" Tanya Jie.
"Gak Ah." Jawab Yo.
Rere menyenggol siku Jie. Mengisyaratkan dengan bahasa isyarat.
"Jadi gapapa mau ikut aku motret setelah ini?" Tanya Rere.
"Gapapa. Bisa aja kok." Jawab Yo dan tersenyum.
"Jadi lu mau nemenin gua sampe jam berapa Jie?" Tanya Rere.
"Sampai sore jam 5 gitu." Jawab Jie.
"Oke deh, gua bisa jalan ma lu Yo." Tersenyum.
"Yaelah, gua jadi nyamuk disini." Ngedumel.
Rere memukul tangan Jie. "Yaelah ngambek, iya ngambek terus, pindah rumah, pindah? kampus. wkwkwk." Ejek Rere.
"Hahaha. Tawa Yo di meja makan." Tawanya terhenti ketika Rere dan Jie memandanginya.
"Lu ya emang." Tunjuk ke Rere lalu ke Yo.
"Hahaha. Lucu amat kalian. Kadang sok keren, kadang kaku, kadang kadang entahlah." Tawanya.
"Dah dah selesai biar gua beresini ni, siap-siap sono." Jie mengangkat piring ke cucian piring.
"Oke deh. Urusan cuci mencuci bapak rumah tangga ya. Aku keatas sebentar." ucap Rere.
"Sini gua aja yang nyuci." Ucap Yo.
"Oke gua yang bilas." Ucap Jie.
"Ok Ok." Bekerjasama dengan baik.
"Eh sabunnya kurang banyak." Ucap Jie.
"Udah nanti licin, bau sabun jadinya." jawab Yo.
"Engak-engak nanti amis. Tadi kamu makan sarden." Pungkas Jie.
"Engakkan nanti lu bilas bersih goblok." geram Yo.
"Lu yang Goblok." Pungkas Jie.
Mengintip dari tangga. "Haha nyuci piring 3 bijil, gelas 3 biji sama mangkok 3 biji aja macem berantem 3 generasi gak selesai, selesai." Tawanya lucu melihat tingkah mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments