Kau pernah berkata tentang kemampuanmu dalam menahan perasaan, menahan segala sesuatu yang menyakitimu walau batinmu berulang kali dengan luka dan beban yang tak membuat hati bersabar oleh keadaan. Bukan berarti tak dapat melakukan apapun, kau boleh saja pasrah dan berserah namun ingin harus tetap berjalan. Itulah roda kehidupan.
Aku ada jika kau butuh, aku akan selalu mengisi hari-hari sedihmu. Itu janjiku pada diriku sendiri, Re.
...
"Kalau nanti aku pergi mengejar mimpiku dan pergi jauh darimu bagaimana?" Tanyanya dengan santai.
"Yah kalau itu adalah inginmu lakukan." Masih sibuk dengan laptopnya.
"Jika suatu saat teman bicaramu menghilang dan jarang ada saat hari-hari lelahmu bagaimana?" Meneguk kopi hitam di hadapannya dengan perlahan.
"Tak apa, setiap manusia memiliki jalan satu dengan yang lain untuk menikmati harinya." Masih serius dengan laptopnya.
"Semoga kelak gak ada kebaperan diantara kita ya Re." Ucapnya perlahan dengan santainya meletakkan cangkir kopinya di atas meja.
"Memangnya aku gak boleh baper sama kamu Yo?" Tanyaku ingin jawaban mendadak berhenti mengetik namun masih melihat layar laptop.
"Belum waktunya saja, jika salah diantara kita memiliki perasaan itu mohon ditahan atau dihilangkan sementara ya." Jawabnya sedikit hati-hati dan menatap gadis itu dari arah samping.
"Jika nanti aku yang bisa mengatasinya dan malah bisa jadi kamu yang gak bisa lakukan itu jadi gimana?" Menatap matanya.
"Aku akan mengatasinya Re." Mengelus kepalanya dengan lembut.
"Apakah aku cukup buruk dan tak pantas bersamamu Yo?" Menatap sedikit sedih dan tetap mengetik walau sudah mulai tak fokus.
"Bukan! Aku hanya akan menahannya. Aku hanya takut sesuatu itu terjadi, dan terbentuk bukan pada waktunya." Jawabnya masih dengan hati-hati.
"Boleh aku menunggu tanpa memberi tahu?" Tanya kembali menoleh sedikit.
Tanganya masih mengusap kepala Rere. "Terserah kamu. Kalau aku merasa segala sesuatunya harus benar-benar baik dan harus ku tahan sementara ini. Ada mimpi yang ingin aku capai Re." Tersenyum menenangkan.
"Tanpa aku atau tanpa seorang wanita?" Masih bertanya, seolah-olah masih fokus dengan laptopnya.
"Tanpa siapapun kecuali diriku. Tapi aku tetap akan jadi support system kapanpun itu. Menahan sesak di dada padahal tak menginginkannya. Maaf Re, aku gak mau membebanimu dengan rasa." Gumang dalam hati
"Kau hanya takut kehilangan aku kan?" Tanyanya menatap dan menundukkan pandangan ke arah keyboardnya.
Keduanya hening.
"Ya itu mungkin, aku tak mau mengecewakan diriku apalagi kamu." Menunduk, mengambil kopinya dan menyeduh nya.
Hening kembali.
"Baiklah." Memeluk dan berpelukan tetap saling hening, menatap tanpa kata.
"Jika waktuku banyak, aku akan kembali Re." Gumang dalam hatinya sendiri.
Saat itu aku berkata begitu kepada gadis yang ada di depanku depanku ini, masih sama dengan gaya rambut dibawa bahu. Tatapannya masih saja membuatku sangat tenang, kelakuan manja yang gak setiap orang bisa melihat pada dirinya. Atau sifat tersebut hanya di tunjukkan padaku saja.
"Udah gak usah menatap lama-lama. Sambil melihat menu makanan. Kau mau makan apa?" Tanyanya dengan fokus melihat menu.
Tanganku sontak mengelus kepalanya seperti biasa. Kepala yang keras yang tak mau sama sekali di pegang oleh siapapun.
"Cumi saus tiram, ca kangkung, teh botol dan air hangat." Senyum.
"Baiklah tuan pesananmu akan segera datang." Menatap matanya.
"Jadi apa yang kau lakukan selama ini?" Tanyaku penasaran.
Masih melipat tangannya dan memainkan ponsel. "Masih sama, sibuk dengan berbagai skrip, kuliah dan menunggu kabar seseorang." tersenyum.
"Siapa?" Menaikkan alis.
"Hahaha. Masih tidak peka. Dasar." Ucap gadis itu.
Wahh seperti mimpi saja bisa bersama dengan seseorang itu kembali, temu yang mengajarkan bahwa rindu yang tak bisa dibendung lama akhirnya bermuara pada tuannya. Memangnya sampai kapan kau memiliki perasaan, bisakah terus berada pada titik ini? atau bagaimana dengan yang lainnya? Aku tak yakin tapi harus
Jam masuk kampus hari ini sekitar jam sebelas pagi, kukira aku lupa akan sesuatu. Yah menjadi asisten dosen baru di mata kuliahku memang benar sedikit merepotkan dan banyak pengalaman. Akankah aku bisa melaluinya? Harus.
"Sepertinya wajahmu lebih berseri kali ini Re? tanya Gebby mengusili nya.
"Gak kok." Malu memegangi pipinya.
"Astaga mukamu kayak tomat." Mengejek.
"Ah masa si. Mengeluarkan bukunya dan berkas yang harus di serahkan ke Pak Ahmad. Oke ini dia selesai."
Seorang lelaki duduk tepat di sampingnya.
"Fran. Afran. Tumben lu duduk samping Rere. Ada apa?" Tanya Gebby iseng.
"Komisaris dengan sekretaris harus selalu bersama sebagai asisten Pak Sutradara." tersenyum.
"Haduhhh ni bocah ngapain di sampingku." Gumang dalam hati.
Lelaki itu mendekatkan wajahnya ke Rere dan menatapnya sambil menaikkan satu alisnya dan melipat tangannya.
"Re, lu gak mau ngomong sesuatu gitu sama gua?" Tanya Afran merasa diabaikan oleh gadis yang dipujanya tersebut.
"Ngomong apaan?" Membolak balik kertas.
" Ya tanya kejadian kemarin." Masih menatap.
"Oh iya lupa gua”. Gumang dalam hati. “Astaga Fran sorry gua lupa ngabarin Elu. Maaf ya.” Memaksakan senyuman.
"Sini." Mengulurkan tangannya.
"Apaan?" Rere bingung.
"Hp lu." Masih meminta sambil menjulurkan tangannya kearah Rere.
"Buat apa." menyerahkan ragu-ragu.
Mengotak-atik, "Astaga Re." Kaget.
"Apaan Fran?" Bingung.
"Gila ya gila." Ucapnya membuat gadis itu semakin kaget.
Menarik hpnya penasaran. Dan di rampas kembali oleh Afran. Sambil menggeleng.
"Gila, nomor gua gak di Save." tepok jidat dan menghela nafas panjang.
"Eh. Maaf gua lupa." Tersenyum terpaksa.
Mengetik. "Nah kalo gini kan bagus. Ucapnya. Afaranku♡ . " Tersenyum.
"Ih. Apaan tuh nama." Mencoba merampas hpnya namun tak dapat.
"Awas kalo di ganti ya?" Menunjuk dan mengancam.
"Serah gua donk hp gua." Berusaha merebut.
"Gak bakalan gua pulangi kalo di ganti." ancam.
"Oke. Oke gak gua ganti." menghela nafas.
"Janji?" menatap serius.
"Iya Afran." Tersenyum sinis.
"Nih, gitu donk." Tersenyum.
Kelas dimulai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments