"Aku ini apa?" Tanya diri sendiri.
Seorang penulis ulung yang melagukan namamu disetiap puisiku yang beberapanya berhasil
menjadi lagu? Biarkan aku mengadu dengan langit, menikmati tetesnya yang jatuh; biarkan aku membayangkan masa lalu akan keindahan yang telah lalu. Namun, senyummu tak kunjung berlalu. Kutegaskan aku tak mau kau lampau dan terlupakan dalam diriku.
Banyak hal yang semakin berlalu, semakin tau diri, semakin mengenalmu hari demi hari. Jam berapa pun sudah tau kau ada dimana dan sedang apa? Beberapa topik pertanyaan mulai meredah, dan tanya dari jawaban pun mulai memudar.
“Aku sudah mendapatkanmu, jadi aku ingin fokus saja pada satu tujuan yaitu kamu. Just focus for u.
Kau tau tatapan manis mempesona itu, ya ada di kamu. Kau tau aku ini kaku dalam hal tersebut namun senyumanmu yang seperti biasa memikat, tawaku yang dulu hilang kini kembali pulang. Sakit beberapa waktu lalu kini mulai redah; semoga itu kamu. Sebagai penyemangat dan penyembuh.
Aku bingung, kenapa wanita suka sekali senja?”
“Itu karena banyak pesan singkat yang ingin disampaikannya namun belum semua tersampaikan dan orang tersebut memahami maksudnya; iya sudah pergi bersamaan dengan gelap gulita langit.
Dan kau tau, sambil aku menatap lembut lelaki itu. Setiap tawamu yang selalu mengundang cerita, dan aku masih sama dengan ingatan itu yang akan abadi di dalam hidupku.
Apa-apaan aku yang senang sekali menatap wajah itu sosok membosankan tapi membuat bergetar.
Senyuman yang teramat manis bagiku, dan mencoba memalingkan fikir namun aku sudah jatuh hati.”
Perkataan tentang, “yaudah kamu aja, cukup kamu dan gak mau yang lain.”
“Kenapa? Memang sungguh gak ada yang lain?”
“Capek! Capek akan bertemu yang baru, belajar hal baru tentang dirinya, hidupnya, canda, tawa, sedihnya kembali. Cuma mau kamu. Udah kamu aja satu dah cukup gak habis-habis.” Ditutup dengan senyumanmu dan senyumanku.”
“Andai nanti kau dan aku bersahabat. Mungkin aku lebih memilih menghapus nomormu, atau mengarsipkan story dan tak melihatmu.” Ucapku dalam hati yang penuh ragu.
.....
"Ahhhh.. bukan main, aku amat mendambakan dari mau menutup mata masuk dalam mimpi dan terbangun. Sungguh. Aku gak tau kenapa?! Kau racuni otakku?"
Banyak hal yang ingin aku ceritakan kepadamu. Kuharap kau ingin mendengarkannya dengan seksama. Oh ya.. aku masih di titik awal saat mencintaimu hingga kini. Kemarin kau pernah bilang, “Cinta kita semu Re, besok pas udah balik ke kehidupan masing-masing, pekerjaan yang ketat dan setiap aktivitasmu dapat menghapuskan;
Aku.”
“hmmm kata siapa? Dan saat ini ku buktikan aku bersamamu.”
Mendadak ingatan itu muncul dan aku baru saja sadar waktu itu cepat sekali berlalu, padahal Cuma tidak sengaja bertemu di suatu tempat, bercerita dan mengulang cerita menjadi sebuah alkisah.
Aku keluar kantor dan melihat sosok lelaki itu tidak ada diparkiran dan langsung menghubunginya lewat telepon genggamku.
“Jie maaf agak lama. Gua dah keluar kantor ni. Lo kok gak ada?” tanyaku dari via telepon.
“Re. Re. Gua disini.” Lambai dari kejauhan.
“Ya Ampun. Berlari menghampiri. Lu kok gak cari makan aja? Dah jam setengah 12 juga.” Menunjuk pada jam tangannya dan bingung.
“Nanti lu gua tinggalin bingung nyari ojol dimana, malahan tarif ojol dah naik lagi. Mendingan lu bayarin gua makan Re.” Gumangnya dengan tawa.
“Eh dasar lu ya Jie cari yang gratisan aja.” Menaiki motornya.
“Dahkan udah? Gua gas ni.” Bremmmmmmmmmm.
Sesampainya di Cafe biasa.
“Yeah sampai juga.” Turun dari motor sambil meregangkan badan.
“Yah parkiran penuh, lu cari tempat duluan ya. Gua parkirin ni dulu.” Ucapnya.
“Siap bangbro.” Memberi hormat dan pergi.
Suasana siang ini terlihat lebih ramai dari biasa, tentu saja ini hari senin sebagai hari yang padat dari biasanya. Kelihatannya suasana hari ini sangat bagus, tatanan cafe ini sangat aku sukai, kelihatannya tempat ini semakin lama semakin ramai semakin ramainya hampir tak memiliki tempat duduk yang tersisah.
“Mbak saya pesan nasi ayam penyet satu, es teh manis satu, kopi susu satu sama soto babat satu pakai nasi.”
“Siap mbak Re. Di meja biasakan?” tanya pelayan itu.
“Iya, saya nungguin pelanggan yang duduk disana pergi.” Tunjuk meja biasa mereka duduk.
“Siap mbak.” ucap pelayan perempuan itu yang sudah cukup mengenal Rere.
“Eh mane?” Tanya Jie bingung melihat tempat makan biasa mereka penuh.
“Noh, noh. Tempat duduk kita biasa masih ditempati orang noh.” Menunjuk.
“Oh iya-iya udah lu pesankan?” tanyanya.
“Udah donk. Eh itu dah keluar tu.” Tunjuk dan menarik tangan Jie ke arah tempat biasa mereka duduk.
“Ayo buruan.” Lari ke arah tempat duduk biasa.
“Yes dapet.” Ekspresi senang menghampiri meja tersebut.
“Pesanan datang, mas mbak.” Ucap mba Sitik meletakkan makanan di meja
“Makasih mba Sitik.” Serentak
“Sama-sama.” Pergi meninggalkan mereka.
“Eh Re, kok es teh manis si?” Tanyanya sambil mencuci tangannya dan mulai menyantap makanannya.
“Lah lu biasa kan pesan tuh.” Tunjuk.
“Yah gimana gua mau fokus ngerjain jurnal Re, gua kan lagi batuk, lagian gua bilang mau kopi." Ngomel karena Rere lupa.
“Yaelah gua gak tau, lupa aku Jie, ya udah ganti aja.” Mau memanggil mba Sitik.
“Yah nanti gak enak sama mbak Sitik.” Menarik tangan Rere.
“Yaudah biar gua minum. Lu mau pesan apa?” Tanya balik.
“Kopi susu aja deh.” Tunjuk minuman Rere.
“Yaudah barter ni.” Menukar minumannya.
“Tumben lu mau barter, biasa juga makanan dan minuman gua jadi sasaran.” Mengejek.
“Nyenyenyenye.” Ejek Rere.
“Hahaha.” Tawa Jie mengelus kepalanya.
Kapan kamu bisa tersadar akan kehadiranku yang selalu ada disampingmu. Kuharap kau mengerti dan tau bahwa aku akan selalu ada disampingmu. Semakin dewasa semakin cantik saja, tetap saja makan belepotan dan bersikap sesuka hatinya adalah keahliannya. Dasar gadis nakal
“Kau bisa pelan-pelan saja makannya. Nanti bisa tersedak.” Sambil mengambil tisu mengelap sisa makanan di bibirnya.
“Ayo cepat, ada yang ingin aku lakukan setelah ini.” Bergegas.
“Apaan,” mengunyah dengan tenang. Mengecek hp dan membaca beberapa pesan masuk.
“Itu siapa.” Mengintip telepon genggam sahabatnya tersebut.
“Si Jesika anak sastra di kampus. Tadi mau bilang apa?” kembali nenatap Rere.
“Gak jadilah. Masih mengintip. Yaudah kamu jalan sama dia ajah, hehe.” Tertawa polos
“Idih. Apaan.” Menarik hpnya.
“Sini aku baca. Merampas hp Jie. Membaca dengan sedikit keras. Jie tersayang, sebenernya aku dah lama suka sama kamu. Aku sempat mundur karena berfikir kau berpacaran dengan wanita itu, wanita yang selalu bersamamu kemana-mana. Ternyata aku salah paham, aku sudah tau dia siapa. Jadi mau gak lu pergi ngedate ma gua sabtu ini. Ciekk. Ciek ditembak.” Tangan Jie berusaha menggenggam tangan Rere dan mengambil Hpnya tersebut.
“Apaan sih gak sopan.” Merampas kembali Hpnya.
“Eh yang suka ma lu banyak, jangan gara-gara gua kabur semua.” Ucap Rere masih mengejeknya.
“Yang gua suka Lu Re. Ungkap dalam hati.”
Geleng-geleng sambil menatap sahabat perempuannya tersebut.
“Yaudah pergi deh sabtu ni ma Jesika, biar lu ngerasain sensasi ngedate.” ejek dengan senyuman super jahil dan jahat.
“Gak ah, gua mau cari tempat magang.” Jawab ketus.
“Lu kalo sama gua, gak bakalan dapet pacar.” meyakinkan sahabat terbaiknya tersebut.
“Yang mau pacaran juga siapa Rere bodoh.” Mengacak rambutnya.
“Idih kebiasaan lu.” Merapikan rambutnya dan pergi membayar ke kasir dan menuju parkiran bersama Jie.
Disamping kasir.
“Tampaknya mereka berdua sangat akrab.” Berkata dalam hati dan menatap.
“Eh mas Dein kenal mbak Rere?” Tanya mba Sitik.
“Gak kok bi, gak kenal sama mereka.” Masih memperhatikan.
“Kirain kenal sama mbak Rere.” Tanya mba Sitik.
“Oh jadi namanya Rere.” Batinya dalam hati.
“ini Iya mas kembaliannya.”
“Perempuan yang cukup cantik, ceroboh namun terlihat cukup menarik. Deg. Deg. Deg. Memegang dada dengan tangan kirinya. Astaga apa yang kupikirkan dari perempuan ceroboh yang memiliki kekasih itu.” Gumang dalam hati.
“Sudah?” seorang gadis cantik menggandeng nya.
“Iya ni baru selesai.” Memasukkan dompet ke kantong jaket
“Ayo pulang, Dein.” Menggandeng tangan lelaki tersebut.
“Baiklah. Eh perempuan itu kenapa? Awas!” Kaget.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments