The Charming One: Cinta Manusia Abadi

The Charming One: Cinta Manusia Abadi

Prolog

Renata membuka matanya, yang pelan-pelan menyesuaikan diri dengan sekelilingnya. Ketika

dia membuka matanya lebih lebar, dia kebingungan. Ada di mana dia sekarang?

Tempat itu cukup gelap dan cahaya sepertinya hanya berasal dari atas. Dia mendongakkan

kepalanya dan menyipitkan matanya. Di atasnya ada semacam jendela bercahaya yang tersusun dari jeruji-jeruji kotak.

Di mana aku sekarang? Tempat apakah ini? Pikirnya. Kenapa dia bisa ada di sini?

Dia memperhatikan sekelilingnya. Dia berada di dalam sebuah ruangan yang cukup kecil dan

kosong. Tidak ada satupun perabot, atau pajangan, atau apa pun.

Dia tidak bisa mengingat bagaimana dia bisa berada di sini. Perasaannya mengatakan bahwa terakhir kali dia sedang di kampus.

Bersama Elvan...

Renata langsung tercekat. Ya! Tadi dia sedang berada di kampus, bersama Elvan

setelah kelas berakhir. Mereka satu angkatan tapi berada di kelas yang berbeda. Dia ingat bahwa Elvan ingin mengatakan sesuatu tentang keluarganya dan keluarga Renata sendiri. Sesuatu yang sangat penting...

Lalu ingatan Renata mengabur. Dia tidak bisa lagi mengingat apa yang terjadi setelahnya. Dia

melihat ke sekelilingnya sekali lagi. Apakah dia sedang bermimpi?

Mimpinya terkadang bisa terasa begitu nyata, dan begitu terbangun sensasinya masih bisa

dirasakannya. Apakah kali ini juga demikian?

Renata memeluk tubuhnya. Dia segera menyadari bahwa pakaiannya berbeda. Dia memakai gaun putih tanpa lengan yang terbuat dari kain halus yang licin. Gaun itu setinggi lututnya dan ketika dia menundukkan kepala, dilihatnya dia memakai sepatu hak tinggi putih dengan warna yang senada. Pakaian apa ini?

Dia tak mungkin memakai pakaian seperti itu ke kampus. Dia ingat bahwa saat ke kampus tadi, dia memakai sweater lengan panjang, celana jins, dan sepatu sneakers

berwarna hitam. Dia juga membawa tas ransel kecil berwarna cokelat. Tas itu tidak ditemuinya di ruangan ini.

Tiba-tiba didengarnya suara dari atas kepalanya. Dia mendongak dan terkejut ketika melihat bahwa ada sepatu yang melangkah, diikuti suara-suara orang. Kenapa orang-orang itu berada jauh di atasnya?

Ataukah... Apakah dia berada di bawah tanah?

Dia tersentak dan menyadari bahwa yang ada

di atas kepalanya bukanlah jendela, tapi penutup dari besi yang biasanya digunakan untuk menutup saluran air.

Dia dikurung...

Renata menjerit, dan suara-suara di atasnya tiba-tiba berhenti. Dirinya dilanda kepanikan. Dia membalikkan badannya dengan kalut, ingin keluar dari ruangan aneh itu. Jika ini hanya mimpi buruk, biasanya ini tidak akan lama. Mimpi aneh ini benar-benar seperti tindihan. Dia harus bisa segera bangun.

Matanya tiba-tiba menemukan sebuah pintu yang tadinya tidak dilihatnya saking minimnya

pencahayaan dalam ruangan.

Itu dia! Pikirnya. Dia setengah berlari mendekati pintu itu. Namun belum sempat dia mencapai

pintu, suara ceklek! Terdengar dan pintu terbuka. Ruangan langsung disirami oleh cahaya. Langkah Renata langsung berhenti. Dia juga merasakan jantungnya seakan ikut berhenti juga.

Dua orang masuk. Keduanya memakai pakaian yang bentuknya aneh, seperti jubah setinggi

lutut. Hanya sejauh itu yang bisa dilihat oleh Renata.

“Keluar. Kau sudah ditunggu.”

Salah satu orang itu berkata, Renata tidak tahu yang mana. Dia terkesiap. Suara itu tidak

dikenalnya.

“Siapa kalian? Aku ada di mana?”

“Tidak usah bertanya. Kau akan tahu nanti. Cepatlah, dia tidak suka menunggu.” Suara lain

menjawab, yang berbeda dari suara pertama.

Kedua suara itu terdengar masih muda.

Tanpa sadar Renata menurut dan kakinya melangkah maju. Suara itu seperti perintah yang tidak bisa ditolak oleh Renata, kakinya tidak mau mengikuti benak dan pikirannya.

Dia lalu keluar, menuju cahaya di luar pintu. Dua orang itu berjalan mendahuluinya. Saat itulah

dia melihat dua orang yang menjemputnya. Mereka rupanya memakai jas panjang dengan celana hitam panjang. Mereka juga memakai sepatu licin yang warnanya senada.

Mereka berjalan di sepanjang lorong terang berwarna putih dengan lantai keramik yang juga berwarna putih. Ada beberapa foto berpigura terpasang di kedua sisinya. Renata memperhatikan foto-foto itu, yang menampakkan wajah lelaki dan wanita yang tidak dikenalnya.

Renata ingin bertanya, tapi mulutnya seakan terkunci. Kedua pria di depannya memancarkan

aura mengancam, yang membuatnya berpikir dua kali jika ingin mengucapkan atau melakukan sesuatu. Pikiran ingin kabur muncul selintas di pikirannya.

“Kamu nggak akan bisa kabur,” kata salah satu pria. Dia menoleh dan menyeringai. Wajahnya

tampan tapi kejam.

Renata tersentak. Dia bisa membaca pikiran?

Bulu kuduknya meremang. Jika ini adalah mimpi, maka ini adalah salah satu mimpi

terburuknya. Tapi alam bawah sadarnya tiba-tiba menyadari bahwa semua ini adalah nyata.

Dia tidak merasakan sensasi seperti tindihan jika benar-benar bermimpi buruk. Dia juga tidak merasakan sensasi ingin berteriak tapi tidak bisa. Napasnya normal, dadanya tidak terasa berat.

Beberapa menit kemudian kedua laki-laki itu berhenti. Ada pintu di sebelah kanan mereka.

“Masuk. Kami tidak ikut,” kata laki-laki kedua.

Tidak kalah tampan, tapi wajahnya tidak

menampakkan aura kejam, hanya tegas dan keras. Dia membuka pintu untuk Renata.

Renata masuk. Pintu tertutup di belakangnya.

Dia berada di sebuah ruangan yang sangat indah. Ruangan itu seperti kantor, tapi ada kesan antik, tidak modern. Dindingnya dipasang wallpaper berwarna merah tua dengan bunga-bunga berwarna emas.

Lantainya berwarna putih bersih. Perabotannya sangat berselera dan mahal, juga dengan kesan antik. Dua pot besar diisi bunga kering ada di kanan dan kiri pintu. Namun Renata

tidak memperhatikan semua itu. Pandangannya terkunci di depan, pada sosok yang sedang duduk di balik meja antik berwarna putih.

Elvan.

Setiap melihat Elvan, Renata selalu menahan napas. Wajahnya yang bagai patung marmer

terpahat sempurna. Rambutnya lurus dengan potongan yang bagus. Pakaian yang dikenakannya selalu sangat berselera sehingga penampilannya sangat menonjol di kampus.

Saat ini saja, dia sedang memakai jas putih dengan kemeja hitam di baliknya.

“Elvan!” Renata akhirnya bisa menemukan suaranya.

Ekspresi Elvan terlihat aneh saat melihatnya dan membuat Renata melangkah mundur sekali.

Belum pernah dia melihat pandangan seperti itu di wajah Elvan. Sorot matanya begitu dingin,

wajahnya tanpa ekspresi, mulutnya terkatup rapat. Dia menatap Renata dengan pandangan

menusuk hingga Renata terkesiap.

“Kamu cocok juga pakai baju putih.” Itu adalah kalimat pertama yang keluar dari mulut Elvan.

“Tapi warna merah akan merusak keindahannya nanti,” lanjutnya. Renata terkesiap. Warna merah? Apa maksudnya?

Jangan-jangan...

Elvan berdiri dan mendekatinya. Entah mengapa Renata kembali berjalan mundur. Ada aura mengancam yang menguar tajam dari diri Elvan.

“Ah Renata, kenapa kamu ketakutan begitu? Kamu nggak senang melihatku?”

Suara Elvan licin bagai ular. Matanya berkilat. Seringai muncul di wajahnya Renata tersentak.

Itu bukan suara Elvan yang dikenalnya...

Dia seperti ular yang sedang mendekati mangsanya...

Terpopuler

Comments

Nyx

Nyx

cerita nya bagus banget, semangat kka jangan lupa follback nya yya

2021-10-31

1

Eny Mariska

Eny Mariska

Semangat kak

2021-10-06

0

Flo🌹

Flo🌹

Baru juga mulai.. udah kyk thriller aja

2021-10-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!