Setelah menempatkan jenazah Sinta di atas kasur yang di siapkan di ruang tengah rumah yang telah di kosongkan dari perabotan dan hanya beralaskan karpet, dan halaman depan rumah yang sudah di sulap sebagai tempat pemandiannya nanti dengan alas sebuah meja kayu yang di tutupi kain yang panjang dan lebar serta kain penutup panjang dan lebar di sekelilingnya yang di ikatkan pada sebatang kayu yang di tancapkan ke tanah agar dapat menutupi kegiatan di sana nantinya.
Serta di bagian lain terlihat beberapa kursi plastic yang di jajarkan agar tampak rapi untuk duduk para pelayat nantinya di bawah naungan tenda terpal berwarna biru yang menutupinya.
Beberapa tetangga sudah datang masuk dan mengelilingi jenazah Sinta, beberapa orang menyiapkan bunga dan hal lainnya yang dibutuhkan untuk mandinya dan untuk di keranda nantinya sambil menunggu orang yang akan membantu memandikannya.
“Bu Asih.. Mbok Yani sudah datang, mau di mandikan sekarang?” Tanya seorang wanita tua pada Tante Asih Ibunya Sinta.
“Ya Bukk.. sekarang saja..” Ucapnya.
“Air yang sudah di beri wewangian dan kapur barus, sabun dan perlengkapan lainnya sudah di siapkan. Mari Bu, siapa saja yang ingin memandikannya untuk terakhir kali?” Tanya Mbok Yani.
“Saya Ibunya, dan beliau Nenek dan tantenya.” Ucap Tante Asih sambil menunjuk seorang wanita tua dan seorang wanita yang lebih muda dari dirinya yang tepat berada di sampingnya.
“Mari…” Ucap Mbok Yani.
Jenazah pun di angkat dengan perlahan-lahan memasuki bilik dadakan yang tersedia. Kemudian mereka melakukan ritual memandikan jenazah. Setelah itu mereka memasukkanya kembali kedalam rumah dan meletakannya kembali di atas kasur kecil yang sudah di tata untuk melakukan pengkafani.
Al tidak kuasa melihat hal itu, dia hanya pergi berdiam diri duduk di tepi kasur kamar Sinta. Ini adalah tempat mereka bercerita atau mungkin berkeluh kesah saat itu. Terkadang Al sering sekali menginap dan tidur bersama Sinta saat masih sama-sama menjadi karyawan biasa. Malahan perlengkapan Al pun semuanya lengkap di sini. Begitupun sebaliknya, segala perlengkapan Sinta juga lengkap di atas toko bunga milik Al.
Sinta akan tinggal di tempat Al jika dia mengalami cedera ataupun luka memar saat latihan saat mereka sama-sama di angkat masuk ke dalam sebuah Tim, meskipun mereka tidak dalam satu Tim yang sama. Kekompakan mereka saling menguat saat segala hal yang tidak bisa mereka ceritakan ke orang luar tentang pekerjaannya membuat mereka berdua jadi jauh tidak bisa terpisahkan dan saling membutuhkan untuk saling menguatkan.
“Nak Al.. pergilah makan, kamu pasti belum sempat sarapan tadi, Bibi sudah menyiapkannya.” Ucap Tante Asih menyadarkannya pada lamunannya.
“Ya Tante.. Al sudah sarapan tadi.” Bohongnya.
“Tante mengenal mu sudah bertahun-tahun, kamu biasanya menskip sarapan mu jika kamu memiliki banyak yang kamu fikirkan. Sana sarapan, ini perintah.” Ucapnya. Dan Al pun mengekori tante menuju ruang makan dan mengambil makanannya. Tante Asih pun meninggalkan Al makan sendiri saat dia sudah memastikan Al memakan setengah makanan di pirinynya.
Para pelayat sudah ramai di depan ruang tamu maupun di depan halaman di kursi yang sudah di sediakan. Al membantu menyajikan Air minum kemasan yang akan dia taruh di depan sana dan beberapa cemilan kue pasar.
“Kalian masih di sini?” Ucapnya pada Galih yang langsung muncul saat Al akan mengangkat kardus minuman ke dua yang akan dia siapkan di depan sana.
“Ya.. Aku masih di sini, Roy dan Jun juga masih di sini. Dia membantu warga sini memasang bendera kuning dan hal lainnya.” Ucapnya.
Hati Al menghangat mengetahui bahwa rekan Timnya sekaligus para bosnya itu begitu pengertian kepadanya dan selalu menemaninya padahal mereka tidak terlalu dekat dengan Sinta karena berbeda Tim namun karena mengetahui bahwa Sinta sangat berharga bagi Al, mereka setia menemaninya untuk menjalani semuanya.
Semua keluarga sudah datang melayat untuk melihat jasad Sinta yang terakhir kalinya. Pemakaman pun akan dilakukan, mereka melakukan pemakaman tidak terlalu jauh dari perumahan mereka.
Jenazah di masukan ke dalam keranda kemudian di bawa ke masjid untuk di sholatkan kemudian di bawa ke dalam sebuah mobil jenazah dan membawanya ke tempat pemakaman. Mobil iring-iringan pun mengikuti mobil jenazah di depannya. Beberapa motorpun membatu membebaskan jalan membawa bendera kuning membebaskan jalannya iring-iringan mobil maupun motor mereka yang ikut menyertai pemakamannya.
Saat prosesi pemasukan jenazah ke dalam liang lahat, Al tak kuasa kembali mengalirkan air matanya. Dia sudah mencoba untuk menahannya namun kelenjar air matanya tidak mau mendengarnya dan menumpahkannya tanpa henti. Isak tangis terdengar sangat menyayat hati.
Roy yang berada di sebelah kanan Al menarik Al mendekatkan dirinya agar gadis itu ada di dalam dekapan dada pria itu untuk menumpahkan kesedihannya. Galih yang melihat itu sedikit tidak senang, namun dia tidak bisa berbuat apa-apa bagai mana pun Al sedang dalam keadaan kalut. Galih yang berada di sebelah kiri Al hanya mengusap bahu gadis itu. Juna hanya melihat gadis itu dengan tatapan sendu.
Semua prosesi pemakaman sudah selesai mereka kembali kerumah duka dan membereskan tempat bilik pemandian tadi dan merapihkan rumahnya jika saja akan ada pelayat lain yang baru akan datang nanti.
“Nak Al dan semuanya terima kasih kalian sudah membantu melancarkan semua prosesinya. Om tidak bisa berbicara apa-apalagi selain kata terima kasih.” Ucapnya berusaha kuat.
“Nak Al kamu terlihat sangat pucat Nak, sana pulang istrirahat. Jika kamu masih di sini Om yakin kamu pasti tidak akan bisa istirahat dan malah menyibukan dirimu.” Ucap Pak Anwar.
“Tetapi Om..” Tolak Al.
“Nak.. Om bisa mempercayakan Al kepada kalian kan? Tolong jaga anak ini. Dia memang agak keras kepala, jika dia tidak mau menurut kalian bisa memukulnya.” Ucap Om Anwar mencoba untuk bercanda.
“Baik Pak, Bapak tenang saja.” Ucap Roy.
“Yuk Al. Pak Bu kami turut berduka cita. Kami izin pamit pulang dahulu.” Ucap Roy kepada kedua orang tua Sinta di ikuti oleh Jun dan Galih. Al sedikit enggan untuk beranjak pergi.
“Pergilah kak.. Kak Al terlihat sangat kacau..kakak jadi jelek sekali.” Ucap Viki mencoba bercanda. Al mendekati Viki dan memeluk bocah remaja itu.
“Kakak harus menjaga kesehatan kakak, aku sekarang hanya punya kakak. Kakak tidak akan menjauhi ku kan meski kak Sinta sudah tidak ada.” Ucap remaja pria itu.
“Dasar bodoh, pertanyaan macam apa itu.” Ucapnya sambil mencubit perut remaja itu. Remaja itupun tersenyum lalu melepaskan pelukannya. Kemudian mereka pun meninggalkan rumah duka.
“Al kau mau makan apa?” Tanya Roy.
“Ga usah kak, aku sudah makan tadi.” Tolak gadis itu.
“Beli saja makanan cepat saji di jalan, nanti pas dia mau makan dia bisa menghangatkannya di microwave.” Saran Galih. Roy menuruti saran dari Galih dan mampir dahulu ke tempat makanan cepat saji melalui drive thru.
Mereka sampai di toko bunga Al dan mereka langsung turun dan masuk mengikuti Al. Di sana terlihat beberapa karyawan penjaga toko dan tukang kebun terlihat di sana.
“Mba Ara..” Ucap salah satu karyawannya.
“Bu Ani, nanti jika sudah selesai jam kerja Bu Ani, tutup saja toko bunganya ya. Saya langsung ke atas.” Ucapnya.
Roy, Galih dan Jun mengikuti Al naik keatas toko k tempatnya tinggal. Al masuk dan duduk di sofa ruang tamu sekaligus ruang tv.
“Al lebih baik kamu segera tidur.” Ucap Galih.
“Ya kau ke kamar saja sana istirahat tidur, kami akan menemani mu di sini.” Ucap Roy.
Al pergi ke kamarnya membersihkan diri mandi di kamar mandi dalam. Juna, Roy dan Galih mereka memakan cemilan dan makanan fastfood yang mereka beli tadi.
Drrrtt.. drrrttt.. drrrtttt getar ponsel Roy.
“Yaa.. hmmm.. lalu? Baiklah aku akan kesana sekarang.” Ucap Roy dan menutup panggilan telponnya.
“Ada apa?” Tanya Jun dan Galih juga menunggu jawaban.
“Aku harus balik ke kantor dan juga Jun, ada masalah kasus baru yang memiliki kendala. Dan sepertinya mereka tidak bisa tanpa kita mengintruksinya langsung.” Jelas Roy.
“Kau jaga Al, nanti jika ada kabar apapun kabari kami.” Ucap Juna.
Roy dan Juna akan berpamitan kepada Al, mereka mengetuk pelan dan mencoba membuka pintunya. Pintunya tidak terkunci, gadis itu tampak sudah tertidur pulas.
“Dia tidur, kami langsung jalan ya. Ini kunci mu.” Ucap Jun sambil melemparkan kunci itu ke udara agar di tangkap oleh Galih.
“Yup.” Jawab Galih singkat.
Roy dan Juna pun meninggalkan tempat tinggal Alice dan mobil pun semakin menjauh. Galih mengunci pintu rumah dan memastikan semua jendelanya sudah tertutup rapat. Dia merebahkan dirinya di sofa dan mencoba tidur di sana dengan posisi miring dengan tangannya yang menjadi bantalannya.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 317 Episodes
Comments
Siti Fatimah
Semangattt terus kak salam dari PURA-PURA MISKIN
2021-08-27
1
Ola-
sedih
thor aku mampir .🌷 salam dari pembalasan arwah sanggadis
2021-08-16
1
syafridawati
bom like say aku mampir jangan lupa falbek balik ya makasih
2021-08-04
1