“Biarkan dia menghadapinya. Agar dia bisa melanjutkan hidupnya.” Jawab Jun yang menyetujui saran Roy.
“Benar Nak Galih, biarkan Al sendiri dahulu, biarkan dia tenang. Selain itu terima kasih kalian sudah bersedia datang hari ini. Om dan Tante minta ma'af atas nama Sinta jika dia memiliki kesalahan baik di sengaja maupun tidak di sengaja. Selain itu om akan membawa jasad Sinta untuk di bawa kerumah duka. Om berharap kalian juga menjaga Al saat ini. karena om tidak bisa menjaganya saat ini.” Pinta lelaki tua itu dengan wajah sendu namun tetap berusaha tegar.
“Bapak tenang saja kami akan menjaga Al.” Jawab Roy dan di angguki oleh Galih dan Jun.
Al berlari menuju pintu darurat rumah sakit dengan bercucuran air mata, air matanya tidak bisa dia bendung lagi sehingga dia berencana akan naik ke atas atap rumah sakit itu untuk menenangkan hatinya di sana. Namun saat di tengah perjalanannya dia melihat seorang gadis kecil duduk manis di tangga darurat itu. Dia menghapus lelehan air matanya itu yang membuat matanya merah dan sembab. Al mendekati gadis kecil itu dan duduk di sampingnya.
“Hai.. Apa yang kamu lakukan di sini?” Tanya Al. Gadis kecil itu menggunakan pakaian rumah sakit.
‘Sepertinya dia merupakan salah satu pasien di sini.’ Batin Alice.
“Aku bosan di kamarku. Di luar terlalu banyak orang berlalu lalang dan terlalu berisik di sana.” Jawab bocah kecil itu. Meski terlihat pucat, gadis kecil itu tetap terlihat cantik dan menggemaskan.
“Selain itu anak-anak pasien yang lain sedang bermain bersama orang tua mereka. Itu membuatku kesal melihatnya.” Ucap gadis kecil itu pelan seperti hembusan angin.
“Lalu mengapa kamu sendirian? Ke mana orang tuamu?” Ucap Al.
Gadis kecil itu menatap wajah Al yang terlihat sembab. “Apakah kakak habis menangis? Kakak juga sedang sedih ya?” Ucap gadis kecil itu. “Berarti sama dengan ku.” Lanjutnya pelan seperti sebuah bisikan.
“Apa yang terjadi?” Tanya Al.
“Ayah dan Ibu ku tidak ada di sini. Mereka sedang bekerja. Aku memang selalu sendiri.” Gadis kecil itu terdiam lalu melanjutkan.
“Aku sebenarnya sedih harus melihat Ayah dan Ibu ku terlalu bekerja sangat keras untuk ku. Mereka Bekerja sangat keras untuk membayar biaya perawatan rumah sakit ini. Bahkan mereka juga sampai harus bekerja di beberapa tempat dalam sehari hanya untuk mengumpulkan uang untuk penyembuhan penyakitku. Bahkan sampai aku tidak bisa melihat mereka.” Ucapnya sendu.
“Aku pernah tidak sengaja mendengar pihak rumah sakit menangih biaya ke Ayah ku karena penunggakan biaya perawatan ku. Padahal aku yakin kedua orang tua ku sudah berusaha mati-matian untuk mendapatkan uang untuk perawatan ku.”
“Aku merasa tidak berguna, dan hanya sebuah beban bagi mereka karena penyakitku ini.” Lanjut gadis kecil itu, matanya terlihat berkaca-kaca.
“Kamu tidak boleh berbicara seperti itu. Sakit adalah cobaan dari Tuhan untukmu, untuk membuktikan bahwa kamu adalah anak yang sangat kuat. Kamu bukan tidak berguna, kamu malahan mencoba bertahan dan berusaha kuat untuk sembuh kan? Itu tandanya kamu berguna dan gadis yang sangat kuat. Untuk kedua orang tuamu mereka berusaha mati-matian karena mereka sangat menyayangi mu dan sangat menginginkan mu untuk pulih agar bisa kembali bermain bersama mereka. Untuk kesepian mu, bagai mana jika kaka bermain bersama mu” Ucap Al menenangkan gadis kecil itu.
“Lalu apa yang terjadi pada kakak?” Gadis kecil itu memandangi wajah Al dan bertanya.
“Kakak baru saja kehilangan orang yang kakak sayangi dan paling berharga dalam hidup kakak. Kakak merasa menyesal karena tidak bisa mengucapkan jangan mengkhawatirkan kakak saat dia masih ada.”
“Jadi daripada kamu menghkawatirkan itu, lebih baik kamu jangan banyak pikiran dan berusaha yang terbaik untuk pemulihan mu. Tunjukan kepada orang tuamu bahwa kamu juga kuat dan baik-baik saja, agar mereka juga tidak khawatir kepadamu.” Lanjut Al.
“Iya kak.. terima kasih.. Aku jadi jauh lebih bersemangat.” Ucap gadis kecil itu dengan senyum indahnya.
“Kalau boleh kakak tau kamu sakit apa?”
“Aku menderita penyakit leukemia kak..” Ucap anak itu. Al seketika diam.
‘Kasihan sekali di usianya yang mungkin hanya 9 atau 10 tahun dia sudah menderita penyakit ini, ini pasti sangat berat untuknya dan keluarganya.’ Batinnya.
“Ohya kakak cantik namanya siapa? Nama ku Anatasya, kakak bisa panggil aku Tasya. Sekarang aku di rawat di ruang perawatan anak pelangi. Mau ya kakak jadi temanku? ” Pintanya dengan mata berbinar.
“Nama kakak Ara.. mulai saat ini kak Ara akan jadi teman Tasya dan menemani Tasya.” Ucap Al menggunakan identitas Ara, Al tidak bisa memberitahukan identitas aslinya. Identitas aslinya hanya di ketahui oleh rekan kerjanya saja dan orang tua Sinta. Karena mereka saling mengenal sebelum Al masuk menjadi Tim inti.
“Baik kalau gitu. Tasya pamit dahulu ya kak. Sebentar lagi dokter ganteng pasti datang buat periksa rutin. Dadah kak Ara cantik. Kakak janji ya nanti kunjungi aku lagi.” Lambai gadis itu dengan bersemangat dan senyum yang mengembang dan Al mengiyakan permintaan gadis itu.
Gadis kecil itu keluar dari pintu darurat yang berada di lantai itu dengan bersemangat.
Tanpa dua orang itu ketahui, seseorang di lantai atas memperhatikan interaksi mereka berdua sejak awal kedatangan Ara, namun orang itu enggan menggusik interaksi mereka berdua dan hanya diam di tangga memperhatikan dengan saksama dengan kening berkerut di atas sana.
Setelah kepergian Tasya, Al membatalkan niatnya untuk pergi ke atap gedung dan memutuskan akan kembali ke ruangan kak Sinta di lantai bawah. Dia bergegas menuruni tangga darurat itu.
Setelah terdengar suar pintu darurat tertutup dari lantai bawah, seseorang yang tadi memperhatikan dari atas mencoba menuruni tangga kebawah dan membuka pintu darurat dari lantai bawahnya yang sebelumnya di tempati oleh dua orang tadi.
Persiapan kepulangan jenazah Sinta sudah selesai, prosedur formalpun sudah di dapatkan seperti sertifikat kematian, serta barang-barang pribadinyapun sudah di serahkan kepada pihak keluarga.
Al mengikuti Om dan Tante keluar rumah sakit menuju mobil Jenazah.
“Om dan Tante akan menemani Sinta di dalam mobil jenazah. Nak Al bersama mobil yang lain saja ya.” Ucap om Anwar.
“Kamu ikut mobil ku aja Al.” Ucap Roy mendahului Galih yang menginginkannya satu mobil dengannya.
“Aku ikut mobil mu.” Ucap Galih kemudian.
“Bukannya kau bawa mobil Gal?” Tanya Juna. Ya Galih membawa mobilnya sendiri saat menuju rumah sakit tadi.
“Kau bawa mobil ku.” Ucapnya pada Juna. Juna memang tidak membawa mobilnya. Tadi dia berangkat bersama Galih menggunakan mobil lelaki itu.
“Astaga bocah ini.” Jawab Juna mengerti maksudnya.
Jadilah mobil jenazah yang di ikuti mobil Roy di belakangnya berisi Roy, Al dan Galih dan di belakang mobil mereka adalah mobil Galih yang di kendarai Jun.
Mobil itu berjalan beriringan membelah jalan yang mulai agak padat. Mobil jenazah itu menyalakan sirenenya dan menyalakan lampu rotator, mobil-mobil iringan di belakangnya menyalakan lampu hazard membelah jalanan siang itu.
Setelah sampai di rumah duka. Gadis itu melihat Viki menyambut kedatangan jenazah Sinta. Wajahnya terlihat sendu, matanya merah dengan kelopak mata yang sedikit membengkak. Viki adik laki-laki satu-satunya Sinta, saat ini dia baru saja lulus Sekolah Menengah Atas.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 317 Episodes
Comments
💫✰✭ᵀᵀ°𝓔𝓵𝓪 𝓐𝓻𓅓 𝓝𝓛✰✭🌹
apa mungkin itu Dokter Anton ?
2022-01-10
1
M⃠
mampir lg nih, folback balik ke karyaku jg cerpen terbaruku 🎭 Seribu Wajah#Topeng
2021-11-14
1
solin
semangat thor
2021-10-25
1