"Kamu udah ngerebut ciuman pertamaku!"
"Eh?! Maaf, aku pikir kamu bakalan senang."
Aku tak habis pikir dengan apa yang baru saja Rendi katakan. Yah.. meski bila ditanya apa aku merasa senang atau tidak, tentu saja aku akan menjawab senang. Jantungku bahkan sampai berdebar tidak karuan karena merasa senang.
Suara hujan mulai terdengar samar. Aku mengintip dari balik jendela. Hujan yang sebelumnya sangat deras kini sudah mulai reda. Aku menoleh ke arah ponselku. Kulihat waktu di layar ponsel sudah menunjukkan pukul 5 sore.
"Rendi ini udah kesorean! Cepetan anterin aku pulang! Lagian hujannya udah mulai reda kok," rengekku pada Rendi.
"Iya-iya.. udah ayo cepetan!" jawab Rendi.
Aku langsung menyambar ranselku. Kulihat Rendi sudah berada di luar dan sudah menyalakan motornya. Aku pun dengan cepat mengenakan sepatuku, lalu menghampiri Rendi yang sudah berada di atas motor.
Selama perjalanan pulang, aku terus-terusan merasa cemas. Orang tuaku pasti sudah mengkhawatirkanku di rumah. Wajah mama yang sangat menyeramkan ketika marah sudah terbayang di benakku.
Awan-awan di langit sepertinya sudah mulai bosan mengirimkan hujannya. Selama perjalanan pulang, aku tak lagi merasakan adanya air hujan yang membasahi kulitku. Meski hujan sudah tidak turun lagi, gelapnya awan mendung masih tampak sibuk menghiasi langit.
"Makasih ya Ren udah nganterin."
Aku turun dari motor sembari melepas helm yang sejak tadi sudah terpasang di kepalaku. Kemudian helm itu kuberikan pada Rendi.
"Udah ya Ren, dah.."
"Eh Silvi, tunggu dulu!" tahan Rendi.
Seketika aku pun menoleh ke arah Rendi. Namun tanpa aba-aba Rendi langsung menarik lenganku dan mendekatkan wajahnya padaku.
Cup
"Nah udah."
Aku benar-benar terkejut sesaat Rendi tiba-tiba mencium pipiku. Aku sangat yakin kalau saat ini kedua pipiku pasti sudah memerah karena malu.
"Ka-kamu!"
"Gapapa kan?" Rendi tersenyum.
"Curang!"
Aku langsung berlari masuk ke dalam rumah dengan langkah terburu-buru. Di ekor mataku, aku bisa melihat Rendi yang sedang tertawa kecil karena senang melihat diriku salah tingkah.
BRAK
"Huh! Dasar Rendi! Dia itu selalu aja- eh?"
Sesaat menutup pintu, aku langsung dikejutkan dengan mama yang tengah duduk di sofa ruang tamu. Pandangan mama tampak fokus melihatku.
Padahal yang berada di depanku kini adalah mamaku sendiri. Tapi entah kenapa aku merasa bergidik ngeri.
"Dari mana aja kamu?" tanya mama padaku dengan ekspresi datar.
"Si-Silvi tadi neduh dulu ma.. kan hujan.." jelasku.
"Hm? Kamu kan naik mobil, jadi ga bakal kehujanan kan?" tanya mama lagi.
"I-itu.. Silvi ga pulang bareng Farel ma.. tapi bareng pacar Silvi.." ujarku.
"Oh gitu? Ya udah kamu mandi dulu sana!" perintah mama.
"Iya ma," jawabku.
Aku melangkah pelan menuju anak tangga. Kamarku terletak di lantai dua sehingga mau tidak mau aku harus menaiki belasan anak tangga di setiap harinya.
Entah kenapa punggungku saat ini terasa perih. Mungkin karena tatapan tajam yang mama lontarkan padaku dari belakang.
Terkadang aku menyayangkan diriku yang anak tunggal ini. Mama dan Papa terkadang suka sekali menaruh perhatian yang berlebihan padaku hingga membuatku merasa risih.
Jika seandainya aku memiliki saudara, mama dan papa pasti tidak akan menaruh perhatian yang berlebihan seperti ini kan?
Sesampainya di kamar, hal yang kulakukan pertama kali adalah melepas seragam sekolahku dan mandi. Air mandi terasa sangat dingin. Tubuhku rasanya seperti akan membeku setiap guyuran air itu membasahi tubuhku.
Aku benar-benar kedinginan. Bahkan sejak selesai mandi, tanganku terus gemetar karena kedinginan. Untuk pertama kalinya aku jadi harus mematikan AC kamarku karena tak sanggup lagi dengan udara dingin ini.
Kurebahkan tubuhku ke atas ranjang. Sembari telentang menghadap langit-langit kamar, kudekap bantalku ke dalam pelukanku. Ingatanku akan Rendi yang mencium bibirku masih terasa segar di ingatanku.
"Hihi!"
Padahal belum ada satu jam sejak Rendi mengantarku pulang, tapi aku sudah merindukannya. Aku jadi tidak sabar dengan hari esok. Aku ingin-ingin cepat-cepat bertemu dengan Rendi lagi.
*****
Tok Tok
"Silvi, kamu udah selesai? Ayo cepetan! Papamu harus berangkat lebih awal hari ini!"
Esok paginya, pagi-pagi sekali aku harus bangun lebih awal dari biasanya.
Sejak tadi mama tidak bosan-bosan untuk terus berteriak dari balik pintu kamarku. Ini sudah yang kedua kalinya mama menyuruhku untuk bergegas.
Tanganku tak bisa beristirahat sekali pun untuk mengemas buku-buku dan alat-alat tulisku ke dalam ransel.
Kenapa papa harus berangkat lebih awal sih? Aku ini kan bukan tipe orang yang bisa dengan mudah mengganti jadwal tidurnya.
"Maaa.. Silvi berangkat!"
Waktu sudah menunjukkan pukul 06:15. Aku berangkat 30 menit lebih cepat dari hari biasa.
"Ya udah kamu hati-hati ya! Papa juga! Jangan ngebut bawa mobilnya!" perintah mama.
"Iya ma.." jawab papa.
Selama perjalanan, kulihat papa sudah berkali-kali menoleh ke arah jam tangannya. Raut wajah papa tampak gelisah, tak seperti biasanya yang selalu santai. Sepertinya papa sudah sangat terlambat datang ke kantor.
Jalanan tampak ramai oleh kendaraan beroda dua dan empat. Sepertinya hari ini orang-orang sibuk sekali ya! Banyak orang-orang yang tidak mau mengalah di jalan, termasuk papa. Sejak tadi papa sudah berkali-kali menyalip kendaraan lain.
"Ugh.. mual! Papa ih! Kan mama udah bilang jangan ngebut-ngebut bawa mobilnya!" gerutuku sembari membuka pintu mobil dengan tangan yang lemas.
"Hehe maaf Silvi, papa buru-buru banget."
Setelah menurunkanku tepat di depan pintu gerbang sekolah, papa langsung menancap gas mobilnya. Mobil yang papa kendarai tampak melaju menyusuri jalan.
Semoga papa baik-baik saja selama di perjalanan. Aku benar-benar khawatir jika papa mengendarai mobilnya dengan kecepatan seperti itu.
Selama perjalanan menuju ruangan kelas, aku menatap ke sekelilingku yang lengang. Sepi sekali rasanya karena anak-anak masih banyak yang belum datang.
Suara Pak Sarip yang tengah menyapu dedaunan di halaman sekolah terdengar sangat jelas bahkan dari jarakku yang cukup jauh dari beliau. Pak Sarip adalah penjaga sekolah di sini.
"Pagi pak!" sapaku pada Pak Sarip sesaat melewati beliau.
"Pagi nak." Pak Sarip tersenyum.
Jarak antar pintu gerbang ke ruangan kelasku lumayan terasa jauh. Bahkan hanya untuk berjalan ke kelas saja, aku perlu menghabiskan waktu sekitar 7 menit.
"Hosh! Hosh! Ini sekolah kenapa jaraknya pada jauh bener sih? Belum lagi nih pintu kelas kenapa masih ditutup?"
Kubuka pintu kelasku yang masih tertutup. Apa baru aku sendiri yang datang? Tapi ini sudah jam setengah tujuh! Kenapa hanya aku yang baru datang? Lagipula kan Pak Sarip seharusnya sudah membuka pintu semua ruangan.
"BAAA!"
"KYAAA!"
Aku berteriak kaget. Karena pintu kelas yang masih tertutup, kupikir tidak akan ada seorang pun yang berada di dalam kelas. Aku langsung mengelus dadaku untuk memastikan jantungku baik-baik saja.
"Hahaha kaget ya?" ledek Surya.
"Ternyata elo Sur? Apaan sih lo? Kurang kerjaan banget lo ngagetin orang!"
Aku reflek memukul lengannya sebagai balasan telah membuatku terkejut. Orang yang tengah tertawa terbahak-bahak di depanku kini adalah Surya. Dia adalah teman sekelasku yang terkenal akan sering berbuat onar.
Dia sangat terkenal hingga aneh jika ada orang yang tidak tau namanya. Yah meski yang terkenal darinya hanya hal yang buruk saja sih. Surya seharusnya sudah berada di kelas 2 sekarang. Tapi dia tinggal kelas karena selalu menjadi langganan guru BK.
"Sorry, lagian gue bosan nih dari tadi," ucap Surya.
"Sorry? Gampang banget lo ngomong sorry! Kalau gue sampai serangan jantung gimana?" gerutuku.
"Memangnya lu punya riwayat penyakit jantung?" tanya Surya.
"Emm.. engga sih." Aku menggaruk tengkukku yang tidak gatal.
"Lebay lu! Dikagetin segitu doang ga bakalan bikin serangan jantung kali!"
"Yah tapi kan tetep aja!" timpalku.
"Oh iya! Lu udah ngerjain tugas belom? Gua nyalin dong! Elu kan pinter banget Sil!" pinta Surya.
"Enak aja lo mau nyalin! kerjain sendiri sana!" bantahku.
"Pelit amat sih! Cantik-cantik sayangnya pelit! Awas ntar kuburannya sempit lho." ledek Surya.
"Apaan sih? Ga lucu-"
BRAK
Tiba-tiba terdengar suara meja yang di pukul dengan sangat kencang. Atau mungkin saja terdengar kencang begitu karena suasana kelas yang masih sunyi. Tapi yang jelas itu cukup membuatku dan Surya terkejut seketika.
-
-
Surya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
🖤리카𝘌𝘓𝘍98🖤
Visuaalnya Surya bikin aku jantungan Thor🤭🤭🤭
2021-10-24
0
Yunia Afida
semangat terus💪💪💪💪💪
2021-10-01
0
nine june
eaaaa....
😍
lanjut Thor👍
2021-09-25
0