Pagi harinya, ketika Poem tengah sarapan bersama Divya disebuah warung makan, berita mengenai mereka sudah disiarkan di televisi begitupula dengan wajah mereka berdua, yang mana berita itu berisi mengenai Divya dan putri konglomerat bekerja sama untuk meracuni ayah nya sendiri demi warisan sang ayah.
“Ayo kita pergi dari sini!” pinta Divya.
Sementara itu, kondisi dari kakak sepupu nona Divya berhasil selamat dari teknik baru milik Poem, dia lantas menjumpai kedua orang tua nya untuk bertemu kembali dengan seseorang
sekutu, ya orang itu tidak lain, tidak bukan ialah orang yang dipanggil sebagai tuan Owner, yang saat ini baik nama asli nya maupun dirinya masih menjadi misterius.
Sejak awal mereka berdua memang melakukan kerja sama, tak kala tuan Owner yang menginginkan serum dari darah milik ibu kandung Divya, dan keluarga kaka sepupu Poem atau adik dari ayah nya Poem bernama tuan Bernat To mau mengambil alih perusahaan milik keluarga Divya.
Dari balik layar kedua kubu ini saling berkomunikasi, “Maafkan saya tuan, anak saya gagal mengambil serum yang anda minta, ada pria yang mengganggu rencana kami,”
“Dia lagi… Dia lagi!” kata tuan Owner.
“Tapi tenang saja tuan, kami telah memperkirakan langkah mereka, terutama gadis yang dipanggil Divya,”
“Bagus nanti akan aku kirimkan beberapa orang yang aku percaya untuk mengawal tindakan kalian!”
Balik membahas mengenai keadaan Poem dan Divya, dalam langkah gerak yang terbatas, apalagi kemungkinan besar hampir semua mata di kota ini telah mengetahui berita yang sempat tersiar di media masa, membuat langkah mereka menjadi sulit kedepan nya, akan tetapi Divya masih optimis untuk membalikan keadaan, sebab dia masih memiliki 3 kesempatan untuk mencari tahu dalang dari pembunuhan, yakni seorang asisten rumah tangga yang telah dirumahkan oleh paman nya semenjak meninggalnya ayah
Divya, lalu pria yang menjadi CEO perusahaan kemungkinan besar dia juga salah satu pengkhianat, dan sebuah kelompok gang tersembunyi dikatakan sebagai
pasukan rahasia keluarga To, hanya saja mereka yang berada dikubu sebelah sudah
mengetahui langkah ini, maka berkemungkinan langkah kedepan nya akan sulit.
Disuatu daerah perkampungan pinggiran kota, Divya bertemu dengan wanita tua yang dahulu
bekerja sebagai kepala asisten rumah tangga, “Tok… Tok… Tok…”
“Nona kenapa kau mendatangkan hujan deras kedalam kehidupan saya?” ujar asisten rumah tangga itu, sedikit membuka pintu nya.
“Tidak… Tidak demikian, aku hanya meminta pertolongan dari mu, soalnya aku yakin kamu pasti memiliki beberapa bukti, sebelum ayah ku meninggal kamu lah yang mengatur segala bentuk kebutuhan sehari-hari keluarga ku,”
“Nona kurang cukup kah kau berguyon pada kehidupan yang saya jalani? Saya harus kehilangan cucu saya satu-satunya, padahal saat ini dia masih berusia belasan tahun,”
“Tu… Tunggu apa maksudmu?” tanya Divya tidak mengerti.
“Nona!!!” bentak nya.
Seketika Divya mengingat saat-saat kecil nya dahulu yang selalu diurus oleh asisten rumah
tangganya ini, bahkan Divya menganggap dia sebagai ibu angkat nya, oleh karena itu Divya tidak lagi memaksakan diri, dan lebih memilih mundur dari tempat
tersebut.
‘Maafkan aku nak Divya, mereka menjadikan cucu ku sebagai jaminan, sedangkan aku juga tidak mau membebani pikiran mu nak,’ pikir asisten rumah tangga, sambil menutup pintu
rumah nya rapat-rapat.
Betapa kaget nya Divya ketika membalikan badan nya, sudah banyak orang-orang yang mengepung dirinya dan Poem, “Maaf tuan Poem… Aku gagal membujuk nya,”
“Hehehe… Ternyata benar yang diucapkan oleh tuan keluarga To, mereka ada disini,” ujar para anggota L.
“Number 19 jangan jumawa!”
“Cih… Seharusnya atasan kalian sudah tahu kualitas ku, jangan kirimkan para keroco untuk menghadapi diriku, itu nama nya penghinaan!” ujar Poem yang penuh percaya diri, sambil
memasuki mode mata biru nya, jika sudah memasuki mode ini, Poem bisa bebas
menciptakan petir atau listrik dari dalam dirinya, lalu dia mengayunkan satu
tangan nya, muncul lah listrik yang
tampak jika dilihat, bagaikan sambaran petir yang menghantam ketubuh, tadinya
arahnya datar dan mengarah ke tengah kerumunan, namun malah menyebar hingga mengenai semua musuh nya, seketika mereka
pasukan dari organisasi LZD tahu-tahu yang berada dihadapan Poem tidak mampu
bergerak, padahal kini mereka sudah memasuki mode seperti dua orang yang dahulu
mendampingi Bim senior Poem, dimana tubuh mereka membesar dan muncul urat-urat
pada sekujur tubuh mereka, cuman bedanya perubahan tubuh mereka tidak terlalu
berotot, dan besar nya juga hanya 1 kali lebih gede dari ukuran tubuh asli
mereka.
Sementara itu, terlepas dari perubahan para penjahat LZD, sepupu Divya dan ibunya yang tidak memiliki modifikasi tubuh, mereka berdua pingsan begitu saja.
“Huff tuan Poem, aku kan pernah bilang bahwa aku juga punya kekuatan yang berasal dari darah ibuku, biarkan aku tunjukan pada mu!”
“Hah benarkah?” kata Poem sedikit antusias ingin melihat kemampuan Divya.
Kemudian pupil mata dari Divya berubah warnah menjadi semacam warna perak, Divya juga telah mengangkat tangan nya, seakan
bersiap membuat sesuatu, namun Poem menahan nya dan berkata, “Tunggu… Seperti
kau haru menahan dulu kemampuan mu, warga kampung sepertinya mulai berdatangan,” Poem pun memanfaatkan ini untuk pergi menjauh.
“Kalau kau punya kecepatan kilat kayak ginih, kenapa tidak dari tadi saja kita menjauh?”
“Itu sangat menyebalkan
melihat organisasi berlambang L itu terus mengirim anggotanya satu per satu,
rasanya aku mau mengalahkan mereka saja,”
“Sekarang kemana?”
“Tuan Poem mohon pergi ke rumah Luis seorang CEO yang menjadi orang kepercayaan ayah ku,”
“Kau menyusahkan sekali, aku harus berpindah-pindah, sudah jarak nya jauh lagi antara satu
dengan lain nya,”
“Hehehe… Tapi punggung tuan Poem membuat ku merasa aman dan nyaman,” ujar nya sembari memeluk Poem erat.
“Hentikan bodoh! dan lagi mulai sekarang jangan tambahkan kata tuan untuk memanggil ku ” Poem agak risih dipeluk dan dipanggil seperti itu.
Beberapa menit kemudian, berkat kemampuan petir nya, Poem sampai disekitar perumahan tempat tinggal Luis si CEO, dari atas rumah Poem bersama Divya menyadari sesuatu hal
bahwa di rumah Luis ini sepi sekali padahal beberapa tahun lalu, Divya pernah
berkunjung bersama ayah nya, dan di rumah ini Luis tinggal bersama istri, kedua anak nya dan kedua orang tua nya, namun dihari ini seperti sebuah rumah mati.
“Ayok kita masuk saja!” tanpa basa basi Poem menyarankan kepada Divya agar tidak perlu memperdulikan apapun, toh mereka juga sekarang kan buronan.
“Ehhh… banyak sekali cctv di rumah ini loh!” Divya disini masih ragu-ragu, karena sedikit takut melihat keadaan rumah yang agak
terbengkalai, takut nya ini adalah jebakan.
“Tenang lah,kenapa haru memperdulikan cctv di rumah kosong begini,” ucap Poem yang tidak peduli sama sekali jikalau gerak-gerik nya terpantau.
Lantas Poem dan Divya bersama-sama memasuki rumah Luis ini dari lantai dua, tampak kondisi rumah yang sudah amat kotor, debu cukup tebal menutupi setiap permukaan baik itu peralatan rumah tangga, meja, bangku, kasur, dinding rumah, seakan-akan sudah hampir berbulan-bulan rumah ini tidak ditempati oleh siapapun, namun disela-sela
mereka yang lagi memantau ataupun melihat-lihat, samar-samar terdengar suara
aneh berbunyi bak suara sesuatu dari bawah rumah ini, apalagi suara itu semakin
jelas ketika Poem turun ke lantai satu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments