Arini berjalan kaki menuju kafe tempatnya bekerja, ia berjalan kaki karena jarak antara kampus dan kafe tersebut lumayan dekat.
Ia pergi ke kafe bukan untuk bekerja, melainkan untuk meminjam uang pada bosnya tersebut. Sesuai saran Dian.
Sesampainya di sana, ia langsung menghadap ke ruangan bosnya. Tetapi, sebelum itu Arini menghela napas sejenak, lalu mengetuk pintu. Hingga ia mendengar suara yang menyuruhnya masuk, Arini mulai melangkahkan kakinya masuk ke ruangan tersebut.
Bos Arini mengernyitkan dahi, tanda ia bingung. Melihat yang datang ke ruangannya adalah Arini, sebab Arini hanya akan datang ketika ia menerima gajinya saja. Tapi, saat ini belum waktunya untuk Arini menerima gajinya. Jadi, kenapa Arini datang ke ruangannya? Ia bermonolog sendiri dalam hati.
"Permisi Pak." Sapa Arini memulai pembicaraan, dan mengembalikan kesadaran bosnya itu.
"Iya, ada Apa Arini?" tanya bos Arini sambil mengernyitkan lagi dahinya.
"Saya ingin meminjam uang Pak, tiga ratus juta." Jawab Arini sambil menunduk dalam.
"Apa... tiga ratus juta?!" tanya bosnya dengan suara yang tinggi karena kaget, mendengar nominal yang di sebutkan oleh Arini.
"I... iya, Pak." Jawab Arini gugup dan menunduk semakin dalam, mendengar teriakan bosnya itu.
"Tiga ratus juta, itu bukan uang sedikit Arini. Itu uang yang sangat banyak. Keuntungan kafe lima bulan, bahkan satu tahun saja tidak sebanyak itu. Saya tidak bisa meminjamkan uang itu pada mu, karena memang saya tidak mempunyai uang sebanyak itu. Pinjam kepada orang lain saja. "Ujar sang bos, memberi pengertian pada Arini.
"Tapi, Pak." Arini mendongak. "Ibu saya harus dioperasi. Dan saya tidak punya kenalan lagi di sini, untuk saya meminjam uang." Jawab Arini menatap mata bosnya memohon, sambil meremas jari-jari tangannya.
"Bukannya saya tidak ingin membantu Arini, tapi saya benar-benar tidak memiliki uang sebanyak itu, jadi cobalah mengerti. Dan sekarang tolong keluar dari ruangan saya, saya banyak pekerjaan." Ujar sang bos berusaha memberikan pengertian sekali lagi, dan mengusir Arini karena memang sekarang pekerjaannya sedang menumpuk.
"Tapi Pak---" ucapan Arini terpotong oleh suara bosnya itu.
"Sudahlah. Saya sudah katakan bahwa saya tidak mempunyai uang sebanyak itu, mau berapa kali lagi saya mengatakannya, Arini? Saya banyak pekerjaan sekarang, tolong kamu keluar!" kata sang bos sambil menuntun Arini menuju pintu untuk keluar, terlihat ia mulai malas berdebat.
"Tapi Pak... Pak." Arini memanggil bosnya sambil menggedor, mengetuk pintu ruangan tersebut berulang kali.
Tanpa Arini sadari. Para pengunjung kafe yang ada di sana mengernyitkan dahi mereka, melihat kelakuan Arini yang menggedor, mengetuk pintu ruangan pemilik kafe tersebut berulang kali dengan air mata yang sudah membasahi pipinya.
Salah satu dari pengunjung kafe tersebut menatap Arini, lalu menyunggingkan seulas senyum yang tidak bisa diartikan.
Orang tadi memerintahkan bawahannya untuk masuk ke ruangan pemilik kafe ini, dan menanyakan apa yang telah terjadi dengan gadis yang kini sudah duduk di salah satu kursi pengunjung kafe.
Tak butuh waktu lama, bawahan yang di suruh tadi sudah kembali. Menceritakan semua apa yang di dengarnya dari pemilik kafe tadi kepada atasannya.
Atasannya tersenyum, senyum yang tak bisa diartikan bagi siapa pun yang melihatnya. Ia memerintah bawahannya untuk melaksanakan satu tugas lagi. Lalu ia berdiri, memandangi gadis yang tengah menangis itu sebentar dan berlalu pergi. Keluar dari kafe.
Bawahan tadi mengernyitkan dahinya, tanda ia bingung. Tapi ia tak ambil pusing dan tetap melaksanakan tugas yang di berikan oleh atasannya itu.
Ia berjalan menghampiri gadis yang baru saja keluar dari ruangan pemilik kafe ini, yang tak lain adalah Arini.
"Boleh saya duduk, Nona?" tanya bawahan tadi kepada Arini.
Arini mendongak, lalu mengangguk. Tanda ia setuju dan memperbolehkan laki-laki yang menyapanya barusan untuk duduk satu meja dengannya. Ingin ia melarang, tapi ini kursi umum, siapa saja boleh menempatinya.
"Kalau boleh saya tahu, kenapa Anda menangis?" tanya bawahan tadi, pura-pura tidak tahu. Padahal ia sudah tahu semuanya dari pemilik kafe.
Arini tidak menanggapi, walau ia mendengar suara laki-laki itu bertanya padanya. Ia sedang fokus pada pikirannya sendiri, bagaimana ia bisa mendapatkan uang untuk biaya operasi ibunya? Itulah yang ada dalam pikirkan Arini saat ini.
Merasa di abaikan, bawahan tadi merasa jengkel, karena baru kali ini ada orang yang mengabaikannya. Ingin ia pergi dan tidak mengurusi urusan pribadi gadis ini. Tapi, mau bagaimana lagi. Ini adalah perintah dari atasannya.
"Maaf, Nona. Saya sedang bicara dengan Anda!" tegur bawahan itu merasa sudah sangat jengkel.
"Itu bukan urusan, Anda." Jawab Arini singkat.
"Ya... Itu memang bukan urusan saya, dan saya seharusnya tidak peduli." Ingin ia mengatakan kalimat itu pada gadis ini.
Namun, ia urungkan mengingat ini adalah perintah dari atasannya. Sehingga yang keluar dari mulutnya...
"Ya... ini memang bukan urusan saya. Tapi, saya bisa membawa anda keluar dari urusan ini." Ujar bawahan tadi, sambil menatap mata Arini yang kini juga menatap matanya.
"Apakah saya tidak salah dengar?" tanya Arini meyakinkan bahwa pendengarannya barusan adalah benar, sambil menghapus air matanya yang terus mengalir.
"Ya... Anda tidak salah dengar." Jawab bawahan itu. "Saya lihat anda sedang membutuhkan uang, ya?" lanjutnya lagi, dengan bertanya.
"Kenapa Anda bisa tahu?" tanya Arini lagi, masih dengan menghapus sisa-sisa air matanya.
"Saya melihat dari raut wajah Anda, bahwa Anda sedang membutuhkan uang untuk suatu hal yang penting, kan?" jawab bawahan itu, sekaligus bertanya balik pada Arini.
"Iya, saya sedang membutuhkan uang untuk operasi ibu saya yang ada di kampung J." Jawab Arini jujur pada laki-laki itu.
"Saya akan membantu Anda untuk melunasi biaya operasi ibu Anda yang sedang sakit di sana, dan kalau boleh tahu di rumah sakit mana, atas nama siapa?" ujar bawahan itu dan bertanya di rumah sakit mana ibu Arini di rawat.
"Rumah sakit harapan bangsa, di kampung J, atas nama ibu Syahra Kurniawan." Jawab Arini.
"Baik." Kata bawahan itu sambil mengangguk, tanda ia tahu di rumah sakit mana ibu gadis ini di rawat.
"Saya bisa saja membantu anda, tapi ada syaratnya." Lanjutnya lagi.
Arini menautkan alisnya, lalu bertanya pada laki -laki itu. "Syarat, apa syaratnya?" tanya Arini tidak sabaran.
"Syaratnya, Anda harus menjadi pembantu atasan saya selama satu hari penuh." Jawab bawahan itu.
"Menjadi pembantu? Hanya satu hari penuh?" tanya Arini tidak percaya.
"Iya." Jawab bawahan itu singkat, padat, dan jelas.
"Terus, apa yang harus saya lakukan?" tanya Arini lagi.
"Yang harus Anda lakukan adalah bekerja seperti pembantu biasanya, apakah perlu saya jelaskan apa yang di kerjakan oleh pembantu?" jawab bawahan itu. "Dan mengikuti semua apa yang diperintahkan oleh atasannya saya." Lanjutnya lagi.
Arini mengernyitkan dahinya, mendengar kalimat terakhir laki-laki tersebut. Tapi ia tidak ambil pusing, yang ada dalam pikirannya sekarang hanya biaya operasi ibunya. Ya, hanya itu. Masalah tawaran aneh ini, ia tidak terlalu mempedulikannya. Hanya menjadi pembantu sehari apa susahnya? Pikir Arini.
"Jadi bagaimana? Apakah Anda setuju dengan tawaran saya?" tanya bawahan itu, memastikan. Karena belum ada kesepakatan sejak tadi.
"Iya." Jawab Arini mengangguk cepat, tanpa berpikir dua kali dengan keputusannya.
"Oke, kalau begitu ikuti saya." Ujar bawahan itu sambil berdiri dan berlalu pergi dari kafe tempat Arini bekerja.
Tanpa bertanya dan disuruh dua kali, Arini bangun dari duduknya dan mengikuti laki- laki itu. Mungkin ia akan menanyakannya sebentar saja, dimana ia akan dibawa pergi. Pikir Arini.
*****
Terima kasih untuk para Reader, yang telah bersedia memberikan waktunya untuk membaca karya baru Author.
Jangan lupa dukung Author dengan memberi vote, like, and comment, agar makin semangat dalam menulis karya ini. Makasih sekali lagi.
I Love You All...
*****
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Ursula Ursula
yg herannya di novel ini banyak perempian bar bar dan tidak tahu malu
2022-07-24
0
Euis Sumiati
semangat thor 💪🥰
2022-05-29
0
Jasreena
kok kesannya keras kepala y ... kan dah d blg boss nya g punya uang sgitu.... 🙄
2022-05-13
0