Akhir-akhir ini pikiran Arini sedang terganggu oleh kabar yang diberitahukan oleh adiknya di kampung, ibunya sedang sakit.
Berita itu sukses membuat Arini tidak konsentrasi dalam kuliah, sehingga ia dipanggil oleh dosen pembimbingnya.
Arini baru saja keluar dari ruangan dosen pembimbingnya dengan wajah yang sayu. Tersirat kesedihan di wajahnya. Ia menarik napas dalam, lalu duduk disalah satu bangku yang ada di sana. Menundukkan kepala dengan pikiran yang berkecamuk.
"Arini." Panggil seseorang, sambil menepuk bahunya pelan. Arini mendongak, lalu tersenyum melihat siapa yang ada di hadapannya. Yaa... itu adalah Dian teman yang sudah menjadi sahabat bahkan sudah seperti saudara bagi Arini.
"Ada apa?" tanya Dian pada Arini melihat ekspresi wajah sahabatnya itu. Arini memberikan senyuman.
"Nggak papa." Jawabnya masih dengan senyuman.
"Terus apa yang dibilang sama Pak Gunawan?" tanya Dian lagi pada Arini, dan menyebutkan nama dosen pembimbingnya.
"Pak Gunawan bilang," Arini menjeda kalimatnya sesaat, lalu menarik napas dan menghembuskan perlahan, setelah itu melanjutkan kalimatnya "beasiswa aku terancam akan dicabut." Ujar Arini memberitahu masalah yang mengganggu pikirannya sejak tadi.
Benar, beasiswa Arini akan terancam di cabut sebab nilainya akhir-akhir ini menurun. Keadaan sang Ibu yang sakit-sakitan menyebabkannya kepikiran sehingga berimbas pada nilainya.
"Arin, mending kita bicaranya di kantin aja. Aku lihat kamu kaya kelelahan gitu, ayo!" ajak Dian pada Arini. Arini mengangguk, tanda setuju dengan ajakan Dian. Ia bangkit dan berjalan beriringan dengan sang sahabat menuju kantin.
Sesampainya di kantin mereka duduk di bangku yang kosong, berada di tengah kantin. Arini memesan es jeruk dan Dian memesan es tebu.
"Jadi, bagaimana Rin?" tanya Dian memulai pembicaraan.
Arini menunduk, bingung, bagaimana cara ia memulai menceritakan masalahnya.
Dian menghela napas, saat Arini belum juga menceritakan masalahnya. Padahal mereka berdua sahabatan bahkan sudah seperti saudara sendiri. Dian hanya ingin Arini menceritakan masalahnya agar sedikit tidaknya dapat mengurangi beban dari sahabatnya ini. Ya... siapa tahu ia bisa membatu, walaupun tak seberapa. Tapi sekedar dapat meringankan beban pikiran dari sahabatnya.
"Aku bingung Din---" kalimat Arini tertahan oleh teriakan histeris para perempuan ketika melihat tiga pemuda yang masuk ke dalam kantin. Semua mata tertuju pada mereka bertiga termaksud Dian dan Arini, Arini memutar jengah bola matanya, mendengar teriakan histeris para perempuan dan melihat tiga pemuda yang masuk ke dalam kantin.
Bagaimana mereka semua tidak berteriak histeris, ketika melihat ketiga pemuda itu. Apalagi yang berada di tengah, Bian Andi Pratama. Putra dari tuan Dean Pratama, sang pengusaha terkenal. Pemilik dari Pratama Group yang merupakan perusahaan nomor satu di Indonesia yang terkenal di mancanegara. Hal itulah yang membuat Bian menjadi idola para perempuan selain karena ketampanannya.
Ketiganya masih berjalan dengan angkuhnya, mengabaikan teriakan histeris dari para perempuan yang mereka lewati. Hingga pada saat mereka melewati meja Arini dan juga Dian.
Byyuur...
Dian yang melamun sejak tadi, tidak sengaja menumpahkan es tebunya yang ia pegang dan mengenai tepat sepatu Bian. Ketiga lelaki itu berhenti. Seisi kanti kini berpusat pada meja Arini dan juga Dian, mereka kaget akan perlakuan Dian yang ceroboh, serta menunggu apa yang akan dilakukan oleh Bian karena ada yang telah mengganggu ketenangannya.
Dian juga sama kagetnya dengan pengunjung kantin yang lainnya. Tanpa disuruh, Dian langsung membungkuk di hadapan Bian dan mengelap sepatunya yang basah akibat perlakuannya. Sedangkan Arini refleks berdiri, melihat Dian yang membungkuk di hadapan Bian dan mengelap sepatunya.
"Ma... maaf... maaf, a... aku benar-benar nggak sengaja.” Kata Dian meminta maaf dengan suara yang kecil dan gugup setengah mati, sambil terus mengelap sepatu Bian yang basah.
"Dasar orang kampung, sikap kalian memang tidak akan pernah bisa berubah walau masuk di kampus ternama dan elite seperti ini." Kata Bian marah pada Dian, Dian hanya mengangguk pasrah mendengar semua perkataan Bian yang menyayat hati.
"Ya... memang, dasar kampungan.” Ucap sebagian pengunjung yang lain, membenarkan apa yang di katakan oleh Bian.
"Dasarnya memang orang kampung, pasti sikap mereka juga kam---" kata-kata Bian penuh ejekan, sambil menunjuk Dian yang masih mengelap sepatunya yang basah tertahan oleh teriakan marah dari Arini.
"Tolong, cukup!!" teriak Arini yang tahu akan kelanjutan dari perkataan Bian.
"Wow... bravo! ternyata temannya mau jadi pahlawan." Ujar teman Bian dengan kekehan yang malah mengundang banyak tawa dari seisi kanti.
"Lo bisa kulian di sini cuma karena beasiswa. Jadi, nggak usah mau jadi pahlawan dan sok berani Lo sama gue." Kata Bian memandang rendah pada Arini.
"Memang dasarnya orang miskin, kelakuan mereka yaa... kampungan, tidak beretika. Belagu karena bisa kuliah di sini, padahal cuman karena beasiswa." Timpal teman Bian satunya.
Napas Arini memburu, wajahnya merah padam mendengar hinaan demi hinaan yang terlontar dari mulut ketiga pemuda itu.
"Kami memang orang miskin, anak beasiswa, anak kampungan. Tapi, bukan berarti kalian bisa seenaknya pada kami. Kami juga mempunyai kelebihan yaitu kecerdasan. Dan masalah beretika, kami tahu cara beretika yang baik dan benar." Kata Arini. "Mulut kami, kami gunakan untuk berbicara hal yang baik-baik saja. Bukan untuk menghina, mencaci, apalagi sampai menyakiti hati orang. Jadi siapa yang tidak beretika di sini?" lanjut Arini, dengan bertanya kepada ketiga pemuda itu.
Ketiga pemuda itu terdiam, mereka tercengang mendengar perkataan yang terlontar dari mulut Arini.
Dian panik, melihat Arini yang terlihat emosi. Ia berusaha menghentikan Arini agar tidak melontarkan kata-kata lagi dan mengajaknya untuk keluar dari kantin.
"Arin, udah. Kita pergi aja yuk...." Ajak Dian pada Arini sambil menarik pergelangan tangannya. Arini mengangguk lalu pergi keluar kantin bersama Dian. Dari pada berlama-lama di kantin dengan emosi seperti ini dan menambah masalah serta beban, mendingan keluar dan menjauh saja. Pikir Arini.
"Urusan kita belum selesai." Ujar Bian dengan kata demi kata penuh dengan penekanan, mengepalkan satu tangannya menahan emosi yang sudah memuncak di ubun-ubun, baru kali ini ada orang yang berani melawannya dan itu adalah gadis kampung yang tidak ada apa-apanya bagi Bian. “Gue bakal bikin perhitungan sama lo.” Batin Bian dalam hati. Lalu melangkah mendekati tempat yang biasa mereka duduki.
Arini dan Dian tak menggubris perkataan Bian dan terus berjalan keluar.
*****
Arini duduk di kursi taman. Menghela napas, berusaha meredakan emosinya yang sempat memuncak akibat perkataan Bian dan teman-temannya. Dian duduk di sebelah Arini merasa bersalah, karena kecerobohannya Arini jadi kena masalah dengan Bian sang penguasa kampus.
"Rin, aku minta maaf ya. Gara-gara aku, kamu jadi kena masalah sama Bian." Ucap Dian penuh sesal, ia benar-benar menyesal atas perbuatannya tadi.
Arini menghadap ke Dian, ia tersenyum dan berkata, "Udah nggak usah dipikirkan. Ini juga bukan salah kamu kok, lagi pula kamu kan nggak sengaja, seharusnya mereka tidak berkata seperti itu pada kita." Ucap Arini berusaha menenangkan Dian dari rasa penyesalannya.
"Tapi Rin, aku udah tambah beban masalah buat kamu. Belum Ibu kamu yang sakit, sekarang masalah dengan Bian. Aku benar-benar minta maaf Rin." Kata Dian menunduk masih tidak enak hati pada Arini. Ya, Dian tahu kalau ibunya Arini sedang sakit. Karena tidak ada yang mereka berdua saling rahasiakan.
"Iya nggak papa, masalah Ibu aku kamu bantu do'ain ya, semoga Ibu aku cepat sembuh." Lirih Arini.
"Pasti Rin, aku bakalan do'ain Ibu kamu semoga cepat sembuh." Do'a Dian dengan tulus untuk ibu dari sahabatnya itu.
"Aamiin. Makasih ya, Din." Ucap Arini dan memeluk sahabatnya.
"Sama-sama." Jawab Dian membalas pelukan Arini.
*****
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Daniela Whu
awal" kok kayak cerita meteor garden...
2023-04-22
1
Har Tini
sombong banget si bian
2022-04-16
1
Om Rudi
Alur Cinta Si Om Genit hadir kasih like komen
Bian ngomongnya nyelekit
2021-12-26
1