Tidak jauh berbeda dengan Latya, Rey pun terkejut melihat perempuan yang ada di hadapannya itu. "Perempuan itu kenapa bersama bunda?" batinnya penuh tanya.
Nisa melirik pada anak gadis dan anak bujang nya silih berganti, melihat bagaimana reaksi mereka berdua saat mereka berhadapan seperti ini.
Di lirik nya pada mereka berdua. "Hei kenapa kalian malah diam begitu!" ucap Nisa menyadarkan mereka berdua. "Hemm Latya ini bang Rey anak aunty yang dulu suka galakin kamu waktu kecil." Nisa mencoba mencair kan suasana di antara mereka yang kaku.
Latya tersenyum tipis. "Hallo bang Rey." sapa Latya menyapa terlebih dahulu.
Rey hanya tersenyum sedikit saja, menjawab sapaan Latya, ntah apa yang di pikirkan Rey saat ini.
Nisa yang berada di belakang Latya menyuruh Rey untuk tersenyum pada Latya dengan mulut seperti komat kamit tanpa suara dengan menatap Rey, namun Rey hanya melihat Nisa sekilas tidak memperdulikan apa yang di suruh kan oleh Nisa. Kesal Nisa pun memuncak ia mendekati Rey lalu mencubit lengan Rey. "Gemes deh lihat kamu Rey." ucapnya.
"Aww sakit bunda, kebiasaan!" ringis nya mengusap bekas cubitan ibunya.
"Ayok Latya kita langsung pulang saja ya, pasti kamu capek." ucap Nisa mengajak Latya segera pulang dengan lembut.
Lalu Nisa menatap Rey. "Rey kamu bawa koper Latya!" suruh nya tanpa melihat Rey.
Rey mendengus kesal. Tanpa banyak bicara Rey pun membawa koper milik Latya itu.
Latya tersenyum tipis melihat Rey yang tampak kesal. "Pantas saja aku seperti tidak asing saat aku tadi melihat wajah dia! Ternyata dia bang Rey." batin Latya. "Dia dari dulu gak pernah berubah masih saja galak sama aku." sambungnya.
***
Di mobil Nisa dan Latya duduk di belakang, Nisa sengaja karena ia ingin menemani Latya duduk di sampingnya sedangkan Rey duduk di kursi kemudi, ia tampak kesal.
"Aku seperti sopir saja!" gerutunya kesal seraya mengendarai mobilnya.
Nisa yang mendengar gerutuan Rey pun angkat bicara. "Memang kamu sopir, kan kamu yang bawa mobilnya." goda Nisa. "Ayok pak cepat jalan!" goda Nisa kembali, Nisa merasa senang jika menggoda anaknya karena anaknya itu selalu tampak serius.
"Huaaa." Rey menguap saja dari tadi.
"Rey kamu jangan ngantuk begitu bahaya kalau sedang bawa kendaraan!" omel Nisa pada Rey.
Rey tidak menanggapi omelan Nisa ia terus saja menguap, karena lelah. Latya hanya melirik dari kaca mobil melihat Rey.
"Aunty maaf ya aku jadi merepotkan karena mesti di jemput, aku jadi gak enak sama aunty dan juga bang Rey." ucapnya tak enak hati, seraya melirik kembali pada kaca mobil melihat reaksi Rey.
Rey pun melirik ke arah kaca mobil nya dan di saat itulah mereka saling melihat. Saat sadar mereka saling menatap secara bersamaan, di saat itulah Latya pun langsung melengoskan pandangan nya ke samping kaca mobil melihat ke arah jalanan.
Rey hanya cuek saja seperti tidak terjadi apa-apa sedikit pun.
Sesampainya di rumah Rey langsung masuk begitu saja tanpa ijin dulu pada bunda nya atau pun Latya, dan Nisa melihat itu.
"Rey." panggil Nisa lembut.
Rey pun berbalik badan menghadap ibunya. "Iya." sahut nya cepat.
"Kamu gak mau bantuin Latya mengeluarkan koper nya?" tanya Nisa memancing Rey agar ia membantu Latya.
"Emh aunty biar aku aja yang bawa, aku bisa kok." cegah Latya cepat, ia merasa tidak enak juga pada Rey karena harus membantunya terus menerus.
"No sayang biar Rey bawa koper kamu!" cegah Nisa melarang Latya tegas lalu menatap Rey agar cepat memenuhi perintah nya.
Rey yang sudah berada di depan pintu rumah pun langsung menghela nafasnya malas, lalu dengan pelan ia pun mendekat ke mobil setelah melihat tatapan dari ibunya yang sangat tajam.
"Siaaaap bunda..." ucapnya seraya melewati Nisa lalu meraih koper Latya dan membawanya ke dalam rumah.
"Maaf ya Latya bang Rey kamu suka pura-pura cuek, padahal dia juga pasti kangen sama kamu, cuma dia malu untuk mengakui." hehehe goda Nisa berbicara pada Latya dan pembicaraan itu pun terdengar oleh Rey.
Rey hanya melirik Latya saja yang terlihat tersenyum manis mendengar godaan ibunya.
"Iya sudah kamu istirahat saja dulu ya pasti kamu capek. Aunty sudah menyediakan kamar untuk kamu, jadi kamu tinggal menempati nya saja." ujar Nisa pada Latya.
Saat Rey akan menaiki tangga menuju kamarnya Nisa memanggilnya kembali. "Rey." panggil nya.
Rey mendengus kesal. "Apalagi sih Bun?" kesalnya namun masih dalam batas normal.
"Tunjukkan kamar untuk Latya ya, bunda sudah siapkan kamar yang di atas. Kamar nya yang di tengah itu." titah nya. "Dan ini sekalian bawa koper Latya ke kamar nya ya." pinta Nisa lembut.
Rey pun tanpa bicara lagi langsung menarik koper itu dan membawanya.
"Latya cepat ikuti Abang kamu, dia yang akan menunjukkan kamar untuk kamu tempati selama kamu tinggal di sini." tunjuk Nisa dengan dagunya nya ke arah atas dimana Rey pun melangkahkan kakinya.
Latya pun mengikuti apa yang di arahkan Nisa dan segera ia pun mengintili langkah Rey dari belakang.
Sesampainya di kamar tengah yang akan di tempati Latya, Rey pun menghentikan langkahnya dan menyimpan koper tepat di depan pintu kamar.
"Ini kamar kamu!" ucapnya datar. "Abang mau istirahat!" serunya.
"Iya." sahut Latya pelan.
Rey pun beranjak pergi menuju kamarnya yang berdekatan dengan kamar Latya. Namun langkah terhenti saat ia mendengar panggilan Latya memanggil namanya.
"Bang Rey!" panggil Latya.
Rey membalikkan tubuhnya lalu menatap Latya dengan tatapan sulit untuk di artikan.
"Emh terima kasih." ucap Latya menampilkan senyum manisnya.
"Sama-sama." jawabnya cepat. Lalu Rey pun berbalik lagi untuk ke kamarnya.
Latya yang masih berdiri menatap Rey yang sudah masuk ke dalam kamarnya itu pun tersenyum simpul "So Cool." gumam nya.
***
Siang hari saat sudah masuk makan siang, Nisa sedang menyiapkan makanan untuk anak, suami dan juga Latya. Semua masakan sudah siap tersaji. Nisa sekarang jarang sekali menggunakan seorang pembantu, paling hanya sesekali jika pekerjaan nya tidak bisa ia kerjakan.
Saat Nisa menata makanan di atas meja tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang membuat Nisa terkejut.
"Ayah!" serunya dengan terkejut.
Adam memeluk Nisa dari belakang secara tiba-tiba, lalu mengecup singkat kepala Nisa yang terhalang oleh kerudung yang ia pakai.
"Hemmm serius banget sih! Ayah datang sampai gak sadar begitu." ucapnya seraya mencomot makanan yang ada di atas meja.
Nisa memukul tangan Adam yang akan mengambil makanan itu. "Cuci tangan dulu ayah!" omel Nisa pada Adam.
"Hehehe lupa." sahut nya cengengesan. Adam pun beranjak pergi menuju wastafel untuk mencuci tangan nya lalu kembali lagi ke arah dimana istrinya berada. "Sekarang sudah boleh kan?" tanyanya menatap makanan yang tersaji. Nisa mengangguk membolehkan.
"Anak-anak sudah pada pulang?" tanya Adam dengan mulut penuh.
"Ayah... lagi makan ingat jangan bicara!" omelnya lagi. Adam hanya mengacungkan tangan nya membentuk huruf O tanda okk karena dia sulit untuk bicara dengan mulut penuh makanan. "Lapar banget ya?" tanyanya,
Adam pun mengangguk cepat. "Banget!"
Nisa tersenyum melihat pipi suaminya yang kembung karena makanan yang ia makan. "Pelan-pelan ayah. Aku panggil anak-anak dulu ya sama Latya juga.
Adam menelan makanannya dengan cepat membuat tenggorokan nya seret. "Latya anaknya Aris dan Via?" tanyanya.
"Iya, Latya sudah ada di rumah kita." ujarnya memberi tahu.
"Ayok panggil anak-anak kita sekalian dengan Latya, ayah mau ketemu sama dia." serunya penuh semangat.
Nisa pun beranjak pergi dan memanggil Rey, Rio dan juga Latya.
"Anak-anak ayok kita makan siang." teriak Nisa saat di depan kamar mereka, kebetulan kamar nya berdekatan. Adam yang mendengar teriakkan istrinya hanya geleng-geleng kepala. Semenjak memiliki anak Nisa yang jarang berteriak kini berubah, namun Adam tidak mempermasalahkan. Seorang ibu akan berubah seperti itu jika memiliki anak.
Rey dan Rio yang mendengar teriakkan ibunya langsung keluar kamar. " Bunda bisa gak sih gak usah teriak-teriak begitu!" ucap Rey dengan gaya cool nya.
"Iya ih berisik banget bunda..." sambung Rio dengan muka cemberut.
"Biar kalian semua bisa dengar, jadi bunda gak usah ketuk pintu kamar kalian satu persatu." serunya.
Rey dan Rio mendengus sebal, seraya melangkah menuruni tangga menuju meja makan. "Eh tunggu! Latya mana kok belum keluar?" tanya Nisa namun Rey mengangkat bahunya sedangkan Rio sudah menuruni tangga dari tadi.
Nisa pun langsung dengan cepat mendekati pintu kamar Latya lalu mengetuk nya. "Latya bangun nak, ayok makan siang dulu." panggil Nisa seraya mengetuk pintu kamar itu tanpa henti dan mencoba membuka pintu kamar namun terkunci dari dalam.
"Apa Latya masih tidur ya?" gumam Nisa.
Saat Nisa akan mencoba membangunkan Latya kembali, terdengar suara pintu akan di buka.
"Ada apa aunty? Maaf tadi aku lagi di toilet." urai Latya.
"Oh, ayok turun, kita makan siang bersama.. Semua orang sudah menunggu di ruang makan." ajak Nisa.
"Emmy iya." sahut Latya langsung mengikuti Nisa yang menuruni tangga.
Di meja makan semua orang sudah menunggu, Adam yang melihat Latya turun bersama istrinya langsung menyambut Latya dengan senang, karena dulu mereka sudah sangat akrab bersama Latya dan juga kedua orang tua nya, malah Latya lebih akrab dengan Adam karena Adam menginginkan anak perempuan untuk menjadi adik nya Rey, namun Tuhan memberikan Rio yang diharapkan anak perempuan tapi malah laki-laki lagi. Tapi Adam dan Nisa selalu sayang pada Rey maupun Rio walaupun Rio berjenis laki-laki.
"Latya apa kabar kamu nak? Wah kamu sudah besar ya sekarang?" ucap Adam dengan ramah pada Latya dengan suara berat.
"Alhamdulilah om aku baik, om sendiri gimana kabarnya?" tanyanya balik.
"Seperti yang kamu lihat, om masih terlihat muda dan tampan." pujinya pada diri sendiri.
Latya tersenyum dengan perkataan Adam. Namun Nisa mendengus kesal. "Ayah kamu tuh suka lupa bunda kalau ada Latya." Nisa cemberut pura-pura cemburu.
"Lihat Latya, istri om Adam cemburu sama kamu." ujarnya menggoda Nisa.
Rey yang melihat adegan kedua orangtuanya dan Latya pun berdehem kesal. "Kalau ayah sama bunda mau ngobrol terus kapan makan nya ini!" dengus Rey kesal.
"Iya... aku udah lapar bunda..." rengek Rio meminta makan.
"Eh iya iya, ayok kita makan! Latya ayok nak duduk kita makan." titah Nisa menyuruh Latya duduk karena ia dari tadi berdiri.
Latya duduk di sebelah Rey, Rey hanya diam saja fokus pada makanan nya.
Setelah selesai makan siang nya Nisa pun langsung menyampaikan sesuatu pada suami dan kedua anak-anaknya tentang keberadaan Latya di rumah nya.
"Ayah, Rey dan Rio bunda mau bicara dulu sebentar ya, bunda mau menyampaikan sesuatu pada kalian semua." ucapnya menarik nafas nya dalam-dalam.
Nisa menatap Rio. "Rio.. kamu pasti belum kenal sama kakak cantik yang ada di hadapan kamu itu, bunda kenalin ya sama kamu. Kakak cantik ini kak Latya, dia adalah anak sahabat bunda dan juga ayah." Nisa memperkenalkan pada Rio. Rio tersenyum menatap Latya.
"Dan Latya ini Rio, anak kedua aunty." nisa memperkenalkan Rio.
Latya tersenyum. "Hallo Rio..." sapa Latya dan Rio pun menyambut sapaan Latya dengan ramah.
Latya tersenyum melihatnya lalu melirik Rey yang memiliki muka datar saja sangat menyebalkan jika di lihat. "Rio berbeda dengan bang Rey, Rio sifatnya lebih ramah dan terlihat manis." batin Latya seraya melirik bergantian pada Rey dan juga Rio membandingkan kakak beradik itu.
"Begini, ayah sama bunda mengijinkan Latya untuk tinggal bersama kita selama 3 bulan di rumah kita, alasannya karena Latya akan mengikuti magang di tempat kamu bekerja." ucap Nisa menunjuk ke arah Rey. Rey mengerutkan keningnya.
"Jadi bunda minta sama kamu Rey, bantu Latya untuk bisa magang di kantor tempat kamu bertugas, beri tahu bagaimana cara dia magang di sana, ayah kamu sudah mengijinkan Latya untuk prakerin di sana." tutur Nisa menjelaskan maksud dia apa.
"Kok Rey sih Bun, aku bakal sibuk dan gak bisa bantu Latya." tolak Rey lembut.
"Iya pokok nya sebisa mungkin kamu bantu Latya, Rey... supaya Latya bisa mudah menyelesaikan tugas kampus nya nanti." ujar Nisa tidak mau ada penolakan.
Rey menghela nafasnya panjang. "Baik, tapi kalau Rey lagi gak sibuk!" balas nya setengah hati.
"Hemm sok sibuk kamu Rey." sambung Adam menggoda Rey.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Fuzi Maulida
sibuknya akan jadi kesempatan rey
2022-09-27
0
citraclarissa
lanjut thor 💪
2021-06-30
0