Chapt 5

Ruangan persegi empat yang akan Sakha dan Kanaya tinggali itu jauh dari kata luas. Hanya tersedia dua kamar tidur, Satu kamar mandi, ruangan paling belakang atau kerapnya di jadikan dapur juga ruangan pertama yang bisalah di katakan ruang tamu meski hanya di isi dengan empat buah kursi.

"Kalian yakin tinggal di sini?" pertanyaan tersebut di lontarkan ibu Kanaya, tepatnya setelah beliau memeriksa setiap sudut dari ruangan ini.

Ibu Sakha ikut menimpali, "Apa enggak terlalu cepat ya untuk hidup mandiri. Lagian kalian kan masih sekolah, kalian juga masih tanggung jawab kami"

"Kha," Kanaya, gadis itu bertanya pada Sakha lewat dua alis yang dia angkat. Sedang Sakha menggeleng pelan. Yakin jika mereka memang sudah waktunya untuk lepas dan bertanggungjawab dengan diri mereka sendiri.

"Sakha sudah dewasa ma" Kata papa Sakha yang kini tengah merangkul istrinya, hal tersebut serupa dengan apa yang ayah Kanaya lakukan.

"Papa yakin kok sama Sakha, sama Kanaya juga. bukankah cukup dewasa saat dua orang yang sama sama muda di paksakan keadaan untuk menikah dan mereka bisa sama sama menerima"

"Tapi paaa..."

"Udah, Mereka itu uda besar, tinggal nunggu ujian dan mereka lulus"

"Bener tuh" timpal Kanaya. Mamanya mendesis

"Kalau Sakha uda keliatan banget dewasanya, lha kalau kamu!" Mamanya itu memandang Kanaya remeh, di lain sisi tentu dia juga khawatir. apa tidak menyusahkan Sakha?

"Sakha, Kalau kanaya buat kamu susah, jangan sungkan sungkan ya untuk hubungin mama ataupun papa"

Ibu Sakha terkekeh

"Enggak juga kok, Kanaya enggak semerepotkan itu, ya kan nay"

"iya dong ma"

•••

Kanaya melambaikan tangannya saat para orang tua sudah masuk ke dalam mobil, tiba tiba saja kepala mamanya menyembul dari kaca mobil dan ikut melambaikan tangan ke arah Kanaya. sontak hal itu membuat hati Kanaya luruh, rasanya sedih meski jarak kos kosan dengan rumahnya tidak sebegitu jauh.

"Lo nangis?"

Kanaya menggeleng, sementara Sakha masih menatap gadis itu tanpa ekspresi.

tidak menangis Katanya? tapi air yang keluar itu air apa kalau bukan air mata.

"Itu air mata lo keluar"

"cuma dikit"

gadis itu mengusap air di ujung kelopak matanya dan masuk ke dalam. tentu langsung di ikuti oleh Sakha.

"Kita berjuang bareng bareng ya Nay. Allah enggak akan merubah nasib suatu kaum kalau kaum itu enggak mau merubahnya. Begitupun dengan kita, kalau kita enggak mau berusaha, sedekat apapun kita sama rezeki ya kita enggak bakalan bisa milikin rezeki itu"

"Makin ke sini makin Soleh ya"

Kanaya terkekeh, "Btw Kha, gue rapiin barang barang gue dulu, lo juga sana, abis itu kita belanja buat keperluan martabak"

"Mau gue bantu" Tawar Sakha, gadis itu menggelengkan kepalanya "Gue bisa sendiri, Tapi kalau rapiin dapur, bantuin"

"Nyerah gue" Sakha mengambrukkan dirinya di kursi depan

"Kapal pecah aja merasa tersaingi liat dapur kita nay, Dari mana coba kita beresinnya"

"Apa di biarin gitu aja kali Kha, Gue juga belum belum kepala uda sakit"

"Lo kan di sini sebagai istri, gih beresin gue tunggu beresnya aja"

"Istri ya, Bukan BABU!" Kanaya menekan ucapan terakhirnya. lantas membuat Sakha terkekeh.

"Becanda, Yaudah sana beresin kamar dulu, masalah dapur sans, nanti biar gue yang urus"

"Seriuss"

"HM"

"Tapi lo urus kamar mandi" sambung lelaki itu, tanpa menunggu jawaban Kanaya dia langsung memasuki kamar.

•••

Sebenarnya Sakha tidak begitu paham dengan bahan apalagi cara membuat martabak, begitupun dengan Tama. Tapi bersyukurnya, mereka dapat resep dari om Tama, beliau dulunya juga pernah jualan martabak sebelum jadi pengusaha yang bisa di katakan terkenal. Dan beliau juga mengajari Sakha juga Tama cara membuat martabak satu bulan yang lalu.

Saat itu Sakha dan Tama hanya iseng dan berguyon ria ingin berjualan martabak, sejujurnya sih mereka tidak benar benar niat.

tapi tidak lama setelah itu, Karna insiden uang jajan Tama yang di potong di karnakan boros, Tama jadi punya inisiatif untuk berjualan martabak. idenya yang konyol dia sampaikan pada Sakha dan tanpa dia duga, nyatanya Sakha malah menerima.

Wacana mereka kali ini di usahakan, itu pun di dukung oleh pernikahan dadakan antara Sakha dan Kanaya.

"Ini keju nya yang mana Kha?" Kanaya memperlihatkan 3 keju dengan ukuran yang sama namun merek yang berbeda, Sakha yang tidak tau asal comot saja dan segera memasukkan ke dalam keranjang.

"Ambil coklat juga dong nay, tolong. gue ke telur telur dulu"

"Yang mana, Silverqueen aja gimana?"

"Lo mau ngebangkrutin usaha gue atau gimana?"

"Becanda elah"

"Yang besar, terus kalau bisa yang murah"

Begini nih kalau punya suami miskin,

Kanaya tersenyum geli, ia menatap sebentar punggung Sakha.

begini kah rasanya saat seorang istri memperhatikan suaminya?

Atau beginikah rasanya saat seorang makmum mencuri pandang menatap bahu imamnya?

"Aisshh gila gue!!"

Anyway, Gue bahagia dengan status ini Kha

Gatau gue harus marah atau berterimakasih sama Bu Erlin.

but, yang jelas, Gue bener bener bersyukur, gue yang begini bisa bertemu dan menikah dengan lo yang begitu!

Kalau Kanaya pikir pikir, mereka berdua sangatlah berbeda.

mungkin benar yang di katakan oleh kebanyakan orang, bahwa jodoh tidak hanya perihal cerminan diri, akan tetapi juga sebagai pelengkap

Semoga selamanya bisa begini ya Kha, gue berharap lo emang jodoh gue, dan gue berharap pernikahan ini di mulai tanpa harus di akhiri.

Masih memegang coklat, gadis itu juga sesekali menengok ke belakang, di sana Sakha terlihat sibuk memilih telur.

"Stop kanaya stop"

"Lo bisa gila cuma gara gara dia, Gabisa nay gabisaa, Lo gak boleh jatuh lebih dalam lagi, enggak boleh!!"

"Uda?" Tanya Sakha. dia menghampiri Kanaya, ritual memilih telurnya kebetulan baru saja selesai. Gadis itu mengangguk cepat, coklat yang baru dia pegang itu buru buru di masukkan ke dalam keranjang "Lo uda Kha, Cepet bener?"

"Lo kenapa? aneh gitu mukanya"

"Gu- gue?"

Sakha begumam

Kanaya tertawa "Apaan, gue enggak papa kok, Uda yuk ke kasir, pegel"

"Biar gue bawa keranjangnya"

Kanaya langsung menyerahkan keranjangnya, membiarkan Sakha yang membawa keranjang tersebut, kemudian mereka menuju ke kasir.

"Lo masih ada uang sisa enggak?"

"Ada, tapi cuma dua puluh lima ribu"

Kanaya agak ragu mengatakan ini, tapi sepertinya harus.

"Kenapa,?"

"Lo jangan marah ya" pinta Kanaya sebelum mengutarakan apa yang ingin dia utarakan, Sakha mengangguk.

"Jadi gini, di rumah kan enggak ada makanan. enggak mungkin dong kita enggak makan Sampai besok apalagi nanti lo uda mulai jualan, masa capek capek enggak gue kasih makan. Tapi masalahnya ... "

"Kalau mie instan lo mau enggak nay, gue lagi enggak pegang uang nay, lebih tepatnya uang gue habis, dan cuma sisa ini" kata Sakha, ia memotong ucapan Kanaya sebab sudah tau arah dari pembicaraan tersebut

Kanaya terkesiap, jantungnya bahkan berdebar dua kali lebih cepat saat Sakha memotong ucapannya.

"Tap tapi nanti uang lo gimana kalau di buat beli mie instan, malah gak ada sisa sama sekali Kha"

"Enggak papa, Hasil jualan nanti kan bisa"

"Serius enggak papa?"

"Ambil," Sakha menyodorkan uang dua puluh ribuan dengan lima ribu itu pada Kanaya, ragu ragu Kanaya mengambilnya. dia masih sungkan dengan kenyataan ini.

"Beli empat nay, Buat makan siang sama makan malam"

"Ini bener kan"

"Gue serius"

"O oke"

Sepeninggalnya Kanaya, Sakha hanya bisa menatap punggung gadis itu nanar, merasa bersalah karna ternyata dia belum bisa sepenuhnya bertanggung jawab atas Kanaya. Lihat saja, dia hanya bisa membelikan Kanaya mie instan.

"Maafin gue nay,"

••

Di tunggu Komennya kakak!! 😂

Terpopuler

Comments

✍️Pena Kata🌟

✍️Pena Kata🌟

Semangat selalu kak

2021-08-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!