"Dia, calon suamimu." Papa menunjuk laki-laki yang baru keluar dari kamar mandi.
"Kimmy."
"Kamu …." Aku benar-benar tak percaya.
Dia adalah Arsen, laki-laki yang kukenal beberapa minggu yang lalu.
"Papa kenal dia?" tanyaku pada Papa.
"Iya, dia Arsen, yang akan menjadi suamimu." Papa tersenyum dengan bangga pada laki-laki yang juga mengenakan baju pengantin itu.
Aku benar-benar tak mengerti, bagaimana bisa Papa mengenal Arsen?
"Aku nggak mau nikah, Pa. Apalagi sama dia, aku masih muda, aku masih ingin kuliah," protesku setelah melihat Arsen.
"Kamu sudah memilih kuliah daripada masuk pesantren, 'kan? Jadi, terimalah konsekuensinya." Papa berkata dengan egoisnya.
Aku merasa Papa berniat membuangku, Papa sangat jahat, egois, Papa tidak peduli dengan perasaanku.
"Papa jahat." Aku berusaha lari dari ruang keluarga. Namun, karena memakai kebaya, aku pun kesusahan dan hampir saja jatuh. Untung saja, Arsen menangkapku dengan sigap, kalau tidak, aku pasti akan jatuh tersungkur.
"Non Kimmy, kamu baik-baik saja." Arsen masih memegang tanganku, yang kemudian kulepaskan dengan kasar.
Aku juga membenci Arsen, laki-laki yang aku kenal saat berkunjung ke sebuah kafe. Dia bukan pemilik kafe, dia hanya pekerja paruh waktu yang sangat disukai Nana, sahabatku. Hari ini, bagaimana bisa dia menjadi calon suamiku?
"Papa, pernikahan yang dipaksakan itu tidak akan sah, dan aku tidak mau menikah dengan dia." Aku menunjuk wajah Arsen dengan telunjuk kananku.
Arsen terdiam, sama seperti biasa saat Nana menggodanya di kafe. Yang membuatku tidak habis pikir adalah, kenapa dia mau menikahiku?
Aku terus menatap Arsen, dan ia pun membalas tatapan mataku.
"Bisa kita bicara sebentar, Nona Kimmy." Arsen menatapku dengan tatapan tajam, aku tak bisa mengartikan tatapan itu.
Dengan kesal aku menurut, berharap dia akan memberiku penjelasan. Aku berjalan meninggalkan ruang keluarga, menuju pintu samping yang diikuti oleh Arsen.
"Apa?" tanyaku pada Arsen saat kami sudah menjauh dari mereka yang ada di ruang keluarga.
"Aku tau ini tidak adil untukmu, tapi dengan pernikahan ini, aku bisa membalas budiku kepada Tuan. Beri aku waktu sampai Non Kimmy lulus, setelah itu terserah apa yang akan Non Kimmy lakukan," kata Arsen yang sepertinya bersungguh-sungguh.
"Sampai aku lulus itu butuh waktu empat tahun. Apa kamu yakin, kamu tidak akan menyentuhku selama itu?" tanyaku dengan mata melotot.
"Aku janji, aku tidak akan menyentuhmu tanpa cinta, dan aku tidak akan meminta hakku, sampai kamu benar-benar menerimaku sebagai suamimu." Arsen berkata dengan wajah serius, entah apa yang dimaksud balas budi olehnya, tapi sepertinya, dia begitu mengharapkan pernikahan ini.
Aku mulai berpikir keras, aku butuh kuliah, dan Papa tidak akan melepasku begitu saja.
Jika kuliah nanti, aku bisa bebas, dan jika aku dimasukkan pesantren, apa aku bisa bebas juga?
"Apa kamu bisa merahasiakan pernikahan ini dari siapa pun termasuk temanmu dan temanku?" tanyaku serius, lalu Arsen dengan mantap menganggukkan kepala. "Setelah aku wisuda, aku akan menceraikanmu."
Aku berlalu meninggalkan Arsen sendirian, berjalan menuju ruang keluarga dan menghampiri orang-orang yang terlihat cemas menanti pernikahan konyol ini.
Baiklah, aku ikuti saja permainan Papa kali ini. Setelah lulus kuliah dan mendapatkan hak di perusahaan, aku akan menceraikan Arsen, dan Papa tidak akan bisa mengatur hidupku lagi.
"Oke, aku setuju menikah dengan Arsen, asal Papa jangan mengganggu hidupku lagi, apalagi mengusik masa-masa kuliahku." Aku menghempaskan bokong di sofa. Lalu, Arsen pun ikut duduk di sampingku, sepertinya dia sudah siap menjadi suamiku.
"Jadi, apakah pernikahan ini sebuah paksaan?" Penghulu di hadapanku bertanya.
"Tidak," jawabku cepat, entah kenapa tapi rasanya aku akan membutuhkan Arsen untuk keuntunganku.
Lalu, setelah memberi ceramah singkat, penghulu itu segera menjabat tangan Arsen, karena Papa telah mewakilkan kepadanya.
Arsen pun resmi menjadi suamiku.
Kalau ditanya bagaimana perasaanku sekarang, aku akan jawab, biasa saja, aku sudah merencanakan perceraian bahkan sebelum Arsen menjadi suamiku.
Hanya dengan uang seratus ribu rupiah, Arsen membayarku tunai. Lalu ia memasangkan cincin emas yang sangat pas di jari manisku. Dengan terpaksa aku mencium tangannya sesuai kata penghulu.
Arsen mencium keningku, membuatku langsung mendongak karena reflek dan melotot kepadanya.
"Selamat ya, sekarang kalian telah menjadi suami istri, semoga rumah tangga kalian langgeng selamanya." Papa mengatakan itu dengan senyum bahagia. Yang bisa aku artikan, Papa sedang tertawa mengejek karena kekalahanku.
"Tolong jaga Kimmora ya, dia sedikit manja dan rewel, tapi papa yakin, dia bisa menjadi istri yang baik," pesan Papa kepada Arsen.
"Tentu, Tuan. Saya akan berusaha membahagiakan Nona Kimmora," kata Arsen.
Tunggu, Arsen panggil Papa dengan 'Tuan'? Kenapa aku baru menyadarinya?
"Selamat ya, Nak. Jaga Non Kimmy, jangan sampai kamu buat Non Kimmy menangis," kata Pak Aji, sopir papa.
"Terima kasih Pak, insya Allah Arsen tidak akan menyakiti Non Kimmy."
Apa Pak Aji juga mengenal Arsen? Aku semakin bingung dengan keadaan ini. Entahlah, aku malas memikirkan semuanya.
"Aku mau ke kamar, capek," kataku pada Arsen. "Oh ya, Arsen kamu ke dapur ya, suruh Bi Sri masak dan anter ke kamarku, aku lapar." Aku berlalu meninggalkan Arsen dan mereka semua.
Kudengar Papa mengomel karena ulahku, tapi aku tak peduli. Aku sudah sangat merindukan kamarku di rumah ini.
***
Di kamar yang sudah lumayan lama aku tinggalkan ini, aku duduk melamun di hadapan meja rias. Menatap wajahku yang cantik dengan polesan make-up natural.
Aku tidak menyangka bahwa aku secantik ini di hari pernikahanku. Oh, masa lajang, kenapa kau cepat berlalu?
Aku sedang menghapus riasan di wajahku, saat Arsen masuk ke kamar. Langsung saja aku berkacak pinggang padanya. Kepalaku mendadak panas melihat wajahnya itu. Enak saja, dia masuk ke kamarku tanpa mengetuk pintu. Apa dia akan tidur di sini juga?
"Jangan mentang-mentang kamu udah jadi suamiku ya, kamu bisa masuk ke kamarku. Sana, cari kamar lain!" usirku yang tak ingin tidur satu kamar dengan Arsen.
"Aku cuma mau bilang, kalau Tuan akan pergi, apa Non Kimmy tidak ingin menemui Tuan?" Arsen tak menghiraukan kata-kataku, dia melangkah masuk dan mendekatiku.
"Bodo amat … tapi tunggu, kenapa kamu memanggil Tuan pada Papa? Memangnya kamu anak buah Papa?" tanyaku setengah mengejek.
Aku tahu Arsen pasti membutuhkan uang sehingga mau menikah denganku. Papa nemu dia di mana sih? Ganteng emang iya, tapi buat apa bayar orang cuma buat jadi mantu?
"Tuan adalah majikan bapakku, Pak Aji."
"Apaaa?"
🌹🌹🌹
Tinggalkan like dan komennya.
Sampai jumpa lagi 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 242 Episodes
Comments
Juwita Balqis 16
ini novel atau diary kah?
2024-10-15
0
Fida
suka
2023-06-20
0
Solehan Zuhri
mantap
2023-06-18
0