Pagi telah tiba lagi. Shei tengah berjalan di lorong menuju kelasnya.
"Hei." Shei menoleh untuk melihat siapa yang menyapanya, dia Alvin. "Rajin banget pagi-pagi udah disini. Nggak bolos lagih, nih?"
Shei tersenyum tipis. "Lo sendiri rajin berangkat awal."
"Gue ada piket Osis. Mau jaga gerbang sekolah."
Shei ber'oh.
"Ah iyah, Shei. Lo cucunya omah Kartika?" Shei hanya mengangguk. Alvin terkejut. "Kenapa nggak bilang?"
Alvin bertanya soal itu karena dia sebelum berangkat sekolah tadi tidak sengaja bertemu dengan nenek Kartika yang merupakan tetangganya. Sedikit bercerita nenek memberitahu cucunya itu.
"Terus kalau gue bilang, lo mau apa?"
Alvin terdiam sejenak. "Yah nggak kenapa-kenapa. Tapi yah... kenapa gue nggak pernah liat lo selama ini di deket perumahan? Pantes aja gue sama lo naek busway yang sama."
Shei tidak menyangka sikap Alvin sekarang ini seperti Ello. "Lo bawel juga yah."
"Ouh? Gue banyak ngomong ya. Sorry, heheh. Tapi itu karena lo juga."
"Gue?" heran Shei berhenti melangkah.
Alvin mengangguk. "Lo temen kecil gue. Gue sering curhat sama lo ataupun sebaliknya."
"Huh? Masak?" Dan Shei juga ingat apa yang neneknya katakan, bahwa Shei dan Alvin selalu bermain ketika mereka masih kecil.
"Lo mau ngajak gue masak-memasak kayak dulu?"
"Ih bukan itu maksud gue," cicitnya.
Alvin tertawa kecil. "Hahaha bercanda. Jadi, lo nggak inget sama sekali?" Shei menggeleng. "Gue juga agak burem-burem. Tapi nanti juga lo bakal inget."
Mereka juga memasuki kelas bersama-sama, saat mereka masuk segera menemukan Rave yang sedang duduk bersandar di dinding menatap lurus ke luar jendela di sisi lain. Tatapannya begitu dingin. Alvin tersenyum namun tak terbalaskan olehnya.
"Mau kemana?" Ditahannya tangan Rave oleh Alvin saat hendak pergi.
"Siapa lo? Kenapa gue harus ngasih tahu kemana gue pergi?"
Alvin tersentak kejut. "Kita kan." Seketika ucapan terhenti, ia menyadari tidak hanya ada mereka berdua disini. Tapi ada Shei juga. Dilepasnya genggamannya itu. Rave pergi.
Raut wajah Alvin kembali tersenyum ketika melihat pada Shei. "Ekm, Shei gue cabut ya, mau piket Osis. Nanti kita ngobrol lagi."
Shei hanya tersenyum tipis, Alvin pergi, dan Shei berjalan menuju tempat duduknya. Menggantung ranselnya di tepi bangku, bertanya-tanya ada hubungan apa antara Alvin dengan Rave. Terlalu pagi untuk ke sekolah, Shei memilih untuk membaca buku. Dia pergi ke loker untuk mengambil buku pelajaran, membuka lokernya langsung memberikan ekspresi terkejut setelah melihat dirinya mendapatkan surat misterius lagi.
...✉️...
...'Wah wah wah.... karena lo pindah sekolah bukan berarti lo bisa gabung lagi sama marching band!! PENGKHIANAT!!! Gue nggak bakal biarin lo tenang di sekolah baru lo itu'...
Shei benar-benar terkejut. Tapi kali ini, surat itu benar-benar memberi petunjuk besar. Berpikir bahwa pelakunya adalah seorang siswa di sekolah lamanya. Meski tidak tahu, siapa perantara surat misterius ini sampai ke sekolah barunya.
Shei berbalik ketika dia merasa seseorang baru saja memasuki kelas. Dia adalah Alya. Mereka bertatap muka, Shei menyadari Alya sedang melihat surat yang dipegangnya, dia langsung menyembunyikan surat itu. Alya langsung memutuskan untuk terus berjalan menuju tempat duduknya dengan duduk manis. Demikian juga, Shei kembali ke tempat duduknya, tetapi dia malah mengambil ranselnya dan pergi.
"Dia mau pergi kemana? Apa jangan-jangan mau bolos?" Alya bertanya-tanya melihat kepergian Shei keluar kelas sambil membawa ranselnya. Alya menyadarkan dirinya sendiri untuk tidak memikirkan Shei.
......................
Siswa lain melangkah ke sekolah sebagai gantinya dengan Shei yang berlawanan berjalan dengan gusar keluar dari sekolah tidak mempedulikan tatapan orang-orang padanya. Shei masih menjadi bahan pembicaraan disini. Dengan tenangnya tidak merasa takut, dia sudah keluar dari pembatas gerbang antara luar dan dalam sekolah.
"Shei lo mau kemana?"
Suara itu Shei kenal. Langkahnya terhenti, orang dibalik suara itu telah berada disampingnya.
"Mau kemana bawa tas? Lo mau bolos?" tanyanya lagi. "Shei." Ditahannya lengan Shei itu oleh Alvin. "Apa ada masalah?"
"Sorry, gue harus cabut, gue ada urusan." Disingkirkannya tangan Alvin itu darinya. Shei langsung pergi.
......• • •......
Pelajaran pertama akan berlangsung di kelas Flower. Alvin sesekali mengecek di belakang dan di luar kelas apakah Shei benar-benar bolos dan tidak akan kembali ke kelas. Kelakuan Alvin itu disadari oleh dua gadis yang duduk di bangku sebelahnya, yaitu Alya dan yang satunya lagi di kursi belakang, yakni Rave, yang bisa melihat dengan jelas perhatian sosok Alvin terhadap pemilik kursi yang kosong, Shei.
Wali kelas, kelas Flower. Pak Satria mengecek absensi kehadiran murid-muridnya pada hari ini. Ada dua muridnya yang tampa keterangan.
"Ketua kelas."
"Iyah, Pak?"
"Sheila sama Ello kemana?"
"Sebenarnya tadi pagi Shei udah dikelas, Pak. Tapi, tiba-tiba aja dia pergi lagi bawa tasnya sampai sekarang belum kesini lagi. Kalau El, saya kurang tahu, Pak," terang Alya.
Apa dia bolos lagi? Dalam hati Joy mencemaskan teman barunya.
Jika ketua kelas tidak tahu soal Ello maka orang yang akan dituju adalah tetangganya itu, Rave. "Brave, kemana Ello?"
"Dia izin telat, Pak. Mau nganter kakeknya ke rumah sakit." Bohong Rave. Sebenarnya kakek Ello sudah meninggal sejak lama.
Maaf, Kek. Kalau mau datengin, datengin cucu kakek aja. Dalam hati Rave.
"Yang satu bolos yang satunya seenak jidat, punya murid kok kayak ginih amat. Untung pinter," cicit Satria.
...****************...
Shei keluar dari toilet umum di pom bensin, dia tidak lagi mengenakan seragam sekolahnya, berganti pakaian kasual.
"Ayok, Paman," ajaknya untuk pergi sekarang.
Benar, Shei menghubungi paman Jaka untuk membawakan pakaiannya dan meminta paman mengantarkan dirinya ke Jakarta. Tanpa sepengetahuan nenek.
"Maaf. Tapi kalau boleh tahu Non ada perlu apa ke Jakarta? Kenapa harus sembunyi-sembunyi sana ibu Kartika?"
Shei sudah menduganya paman akan bertanya.
"Shei ada perlu ke sekolah lama, Paman. Mau ketemu temen, kalau ijin dulu takutnya omah nggak nge-bolehin."
"Tapi kalau ada apa-apa gimana Non? Non sampe bolos sekolah loh."
"Cuman sebentar kok, Paman. Penting banget. Nggak lama-lama. Yah."
Paman Jaka tidak bisa menolak melihat Non Shei yang memelas. Paman Jaka dengan terpaksa mengangguk tersenyum tipis untuk mengantarkannya. Shei tersenyum setelahnya.
...****************...
Istirahat telah tiba. Beberapa siswa SMA Bakti Nusa sebagian besar berada di kantin untuk mengisi perutnya. Namun tidak untuk Rave, dia seperti biasa berada di atap sekolah, hanya duduk-duduk sambil melihat ke bawah pada aktivitas para murid dibawah sana.
Sepatu yang ia kenali, seseorang segera ikut duduk di sebelahnya sambil tersenyum. Siapa lagi jika bukan kekasihnya, Alvin. Tempat ini hanya milik mereka, tidak ada murid lain yang pernah kesini karena tidak diizinkan. Rave memalingkan wajahnya malas.
"Hei, kenapa?" tanyanya karena sejak pagi sikap Rave sangat dingin terhadapnya. Meski sebenarnya setiap hari dingin, sih. Tapi ini lebih.
"Nggak ada," tawar Rave. "Bukannya kamu ada rapat Osis ya."
Alvin senang akhirnya Rave berbicara juga kepadanya. "Rapatnya diundur, nunggu pak Raja selesai ngawas."
"Ngawas apa?"
"Ngawas ayam peliharaannya di rumah yang lagi sakit." Rave segera memandangnya malas dan Alvin terkekeh.
Hening sejenak.
"Kamu makin deket sama Shei. Sejak kapan?"
"Kamu cemburu?" Terukir senyum dari bibir Alvin, ternyata masalahnya ini kenapa Rave bersikap dingin padanya.
"Aku bukan orang yang cemburuan. Aku cuman nanya doang."
Jujur Rave.
Tapi Alvin tetap saja mengolok-olok pacarnya itu. Rave menatapnya balik, sangat tajam.
"Hahaha iyah deh. Shei itu cucu dari omah Kartika, tetangga rumah dan aku baru tahu tadi. Shei juga temen kecil aku, persis kayak kamu sama Ello."
Setelah mendengar penjelasan, Rave hanya ber'oh saja.
"Udah nggak cemburu?"
"Aku nggak cemburu, Al," decit Rave tidak suka. Dia segera bangkit.
"Mau kemana? Aku bercanda tadi, jangan marah."
"Siapa yang marah? Aku mau ke sekre, disuruh kumpul."
Seketika rasa khawatirnya hilang.
"Yaudah ayok. Aku juga mau turun, ngapain disini kalau nggak ada kamu."
Rave mengolok dengan ekspresi wajahnya itu, namun Alvin menyukainya karena membuat pacarnya itu semakin menggemaskan. Jarang-jarang.
......................
Rave tidak bersama Alvin lagi. Mereka berpisah sebelumnya. Rave melangkah ke ruang ekstrakurikuler marching band dan melihat hanya ada satu orang di sana, yaitu Alya yang sedang duduk, menulis sesuatu di atas kertas.
"Yang lain mana?"
"Ouh!" Terlihat terkejut dari Alya, Rave menatapnya heran. "Mereka belum dateng." Alya segera menyelesaikan dan melipat catatannya dan memasukkannya ke dalam surat milik anggota ekstrakurikuler ini.
Rave memperhatikan Alya tetapi berusaha untuk tidak menunjukkan rasa ingin tahunya. Rave duduk, di tempat mereka berseberangan sehingga mereka bisa saling melihat di depan mata mereka.
Terlihat ada kegugupan dari raut wajah Alya, karena tidak ada orang lain di sini hanya mereka berdua. Selama dirinya menjadi bagian dari SMA Bakti Nusa, hanya dengan Rave dirinya selalu merasa gugup lebih tepatnya canggung.
"Lo kenapa?"
"Ng-nggak kenapa-kenapa."
Rave terus menatapnya membuat Alya semakin canggung. "Sekolah lama lo di Nusantara High School kan?"
Alya angguk. Terheran dengan Rave yang tiba-tiba menanyakan hal itu.
"Sama Shei?"
Alya angguk lagi.
"Kenapa lo pindah?"
Sesuatu membuat Alya tidak bisa mengeluarkan suaranya. "A...aaku."
"Lo takut sama gue?"
Deg! Alya segera menatapnya panik.
...🌸...
...Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments