Kenapa hari Minggu sangat cepat untuk kembali ke hari Senin dan Senin sangat lama menuju hari weekend? Bukan hanya Shei yang berpikir seperti itu tapi dia yakin semua orang pasti memikirkan hal itu juga.
Seperti biasa Shei menunggu busway sambil mendengarkan musik dengan earphone-nya.
Sepeda motor berhenti di depan Shei, membuat Shei mengangkat kepalanya untuk melihatnya. Si pengendara tersenyum manis padanya.
"Pagi Shei," sapa Ello.
Shei mengacuhkannya.
Ello mensetandarkan sepeda motornya, dia menghampiri Shei yang tengah duduk itu.
"Shei ayok bareng gue aja ke sekolah."
Shei benar-benar mengacuhkannya, busway yang ditunggu-tunggu Shei akhirnya tiba juga. Shei bangkit, dan naik ke busway itu untuk pergi ke sekolah.
Ello menghela nafas menatap kepergian busway yang sudah pergi melaju. "Apa lo masih marah sama sikap gue waktu itu?"
Namun dengan cepat Ello segera menaiki sepeda motor dan menghidupkannya. Brum...
Shei yang duduk di kursi penumpang sisi kanan sehingga dia bisa melihat ke arah luar jendela memandang, sambil mendengarkan musik.
Pernahkah kau berfikir hidupmu tidak adil
Karna engkau merasa kecewa karna hal yang kecil
Kau anggap besar seakan hidup ini berakhir
Tidakkah kau merasa harusnya kau berfikir masalahmu yang kecil
Tidak sebanding dengan apa yang dirasakan banyak manusia di luar sana
Lagu Maliq & D'Essentials dengan judul Dunia Sekitar menjadi soundtrack Shei di pagi hari untuk menyemangati dirinya sebelum berada di sekolah untuk menghadapi masalah disana.
Hai
Cobalah kau melihat
Dunia di sekitar
Dengan mata hatimu
Shei menoleh ke arah jendela melihat keluar, dia mengerutkan keningnya melihat Si Pengendara motor itu lagi.
So give me your love
Your love
Your love
Your love
Come on' people
Dia menyamakan sepeda motornya dengan posisi duduk Shei, melambaikan tangan, memberikan senyuman manis setiap saat padanya. Shei semakin heran dengan tingkah teman sekelasnya itu. Dia menggeleng kembali menatap ponselnya.
Hingga engkau mengerti
Tidak pernah manusia seberuntung dirimu
Yang berharap uluran tangan
Tak kunjung datang namun senyumnya tak pernah hilang
Tin... Tin... Tin... Tin...
Klakson motor terus terdengar, tentu berasal dari sepeda motor milik Ello. Shei menyipitkan matanya menoleh kembali ke luar jendela busway untuk melihatnya.
Shei memperhatikan.
Ello membuat isyarat, tangan kirinya menyentuh bibir, seolah memberitahukan untuk tersenyum kepada Shei.
Jadi mulai sekarang cobalah tetap senang saat cobaan datang
Karna itu akan selalu datang dan hilang
Seperti hari siang dan malam
Shei tersenyum tipis, tapi ia langsung tersadar segera ia kembali pada ponselnya, ternyata tingkah Ello dapat membuatnya terhibur.
Ello menemukan senyuman yang terukir pada Shei tadi. Meski sedikit. Ello senang melihatnya.
...🏫...
Alvin hari ini pergi ke sekolah dengan ditemani ayahnya, padahal sebenarnya yang mengendarai mobil adalah supirnya. Di depan, adiknya sedang duduk di sana. Sedangkan Alvin duduk di belakang bersama ayahnya, Mahendra Djani, seorang pejabat negara.
Malam tadi Alvin tepat waktu untuk pulang setelah pergi bersama Rave sebelum ayahnya sampai ke rumah. Jika terlambat saja, ayahnya akan bertanya-tanya seperti mengintrogasi. Mahendra sangat tegas untuk mendidik anak-anaknya, dan cukup keras terhadap anak sulungnya karena laki-laki. Terlepas ditinggal pergi selama-lamanya oleh istrinya. Yaitu ibu dari Alvin dan Gadis, telah meninggal satu tahun yang lalu karena sakit keras, kangker.
Sekarang hanya ada ayah dan saudara perempuannya. Mahendra yang selalu ada di Jakarta karena pekerjaannya itu sebagai pejabat negara dan ketika memiliki waktu luang Mahendra akan pulang ke sini untuk menjenguk anak-anaknya. Sebenarnya Alvin dan adiknya disuruh untuk tinggal di Jakarta bersamanya, tapi mereka memutuskan untuk tinggal di sini agar selalu dekat dengan almarhum ibunya.
Tibanya di sekolah.
"Pah, Gadis berangkat sekolah dulu."
"Belajar yang rajin."
"Siap, Pah."
Gadis keluar lebih dulu.
"Alvin. Papah mau bicara sama kamu sebentar."
"Pah, Alvin udah telat. Alvin berangkat sekolah dulu."
Dengan nada yang dingin dan menghindari pembicaraan yang ingin dibicarakan oleh Mahendra. Alvin keluar dari mobil. Mahendra dengan sabar agar tidak meluapkan emosinya.
"Jalan sekarang," perintahnya.
Mobil melaju.
Busway berhenti di halte bus dekat sekolah. Tidak hanya Shei yang turun, beberapa penumpang merupakan murid sekolah Bakti Nusa.
"Shei," panggilnya.
Ello masih saja mengikuti Shei dengan sepeda motornya, dia menyesuaikan kecepatan motornya dengan langkah kaki Shei. Shei terus berjalan tampa memperhatikannya yang terus mengoceh mencoba mencari perhatian Shei.
"Shei, kita kayak di adegan-adegan film Dilan 1990," ujarnya. "Waktu pertama kali Milea masuk sekolah. Lo tahu kan? Dilan nyapa Milea naik motor."
Shei hanya diam, tidak berusaha untuk membalas ocehan itu.
"Mau gue lamar nggak?"
Sontak membuat Shei menoleh dengan kejut, dia menyipitkan matanya.
Dan seperti biasa, Ello tampak senang dengan tertawa kecil. "Maksud gue, mau gue ramal nggak?"
"Nggak," tolak Shei.
"Gue anggap mau." Shei kembali mendongak menatap malas. "Gue ramal, suatu hari bakal ada orang yang selalu ada di sisi lo, dan itu gue."
Shei memutarkan bola mata malas.
"Dan gue ramal lagi, suatu hari masalah lo ini bakalan kelar." Ucapan Ello kali membuat Shei menoleh dengan tatapan sedikit tersentuh. "Dengan ending yang bahagia."
Shei menghentikan langkahnya, segera Ello juga berhenti. Mereka saling menatap satu sama lain.
"Ehemkk..."
Suara batukan orang tua menyadarkan mereka yang tengah bertatapan.
"Pacaran ngalangin jalan masuk murid lain," gerutunya.
Shei dan Ello baru sadar, mereka berada di tengah-tengah gerbang membuat Ello lalu cengegesan.
"Masih mau berdiri? Atau mau bapak hukum?"
Segera Shei pergi sebelum itu dia salam kepada guru yang tampak garang itu.
"Pak saya pamit pulang dulu--eh maksudnya pamit masuk buat sekolah," kata Ello kepada pak Raja.
Raja hanya berdeham menyuruh cepat masuk karena sebentar lagi upacara bendera akan mulai. Ello masuk dengan motornya itu.
Raja memeriksa jam pada arloji yang dia kenakan. "Pak Japri tolong tutup gerbangnya sekarang."
"Baik, Pak."
Satpam sekolah segera menutup gerbang, murid-murid yang masih berada di luar segera berlarian.
...• • •...
Pembelajaran kedua telah selesai, waktunya istirahat tiba. Rave menghampiri meja Shei. Shei menyadari kedatangannya.
"Lo ditunggu sama Kak Feby di sekre."
Shei masih diam bingung.
"Jadi ikut Marching Band kan?"
"Ah.. iyah jadi," kata Shei yang baru ingat.
Rave melihat ke arah Ello. "Lo temenin dia." Dan setelah mengatakan itu Rave pergi begitu saja.
Ello mendengus sedikit kesal pada Rave. Tampa menambah kalimat 'Tolong'. Tapi sebenarnya dia sudah terbiasa dengan kelakuan sahabat kecilnya itu.
"Mau ke sekre sekarang?"
Shei hanya mengangguk.
Sekre Marching Band (MB)
Shei dan Ello sudah tiba di sekre Marching Band dan bertemu dengan ketua ekstrakurikuler MB ini, Kak Febby.
"Feb, ini Shei murid baru di kelas Flower yang mau gabung sama ekskul kita," ujar Ello.
Feby tersenyum penuh arti. "Siapa yang nggak kenal sama Shei, semua orang tahu dia."
Shei tidak tersenyum sama sekali, sementara Ello sebaliknya.
Pintu terbuka, mereka kedatangan Alya.
"Permisi, Kak Febby. Maaf ganggu, aku mau ngambil barang yang ketinggalan."
"Iyah nggak papa silahkan."
Alya dengan sopannya meminta izin. Kembali lagi pada Shei.
"Jadi, lo beneran mau gabung sama ekskul Marching Band?"
"Yah."
Jawab Shei singkat.
Menyadari dengan sikap Shei yang tampak acuh sebenarnya Feby sedikit kesal, tapi ia mencoba menahannya.
"Sebelumnya lo pernah ikut Marching Band?"
"Pernah."
"Posisi apa?"
"Mayoret."
"Woah..." kejut Ello membuat yang lainnya ikut terkejut dengan suara Ello yang cukup keras. "Feb, langsung terima aja. Kita kan belum punya pengganti buat generasi baru mayoret."
"Nggak langsung diterima juga kali, meskipun ekskul kita udah mulai redup. Kita juga nggak boleh asal," sela Feby pada Ello. "Shei, lo harus di tes dulu."
"Oke. kapan? Kalau boleh sekarang, lebih cepat lebih baik."
Shei dengan santai mengatakannya seolah-olah itu bukan beban untuk diuji.
Di sisi lain, ternyata Alya menyimak wawancara Shei itu.
Shei, lo kenapa tiba-tiba mau gabung lagi sama Marching Band? Dulu, lo juga tiba-tiba keluar dari Marching Band Nusantara. Sebenarnya apa alasan lo itu? Batin Alya mengingat masa lalu saat masih sekolah di Nusantara High School.
......................
Semua siswa lari ke lapangan sekolah luar ruangan. Yang membuat mereka tergesa-gesa adalah mereka ingin melihat sosok siswa baru yang menjadi primadona dan membuat heboh dengan rumornya. Dia akan melakukan sesuatu disana dengan baton, sebuah tongkat yang digunakan oleh mayoret.
Shei di tengah lapangan dengan tangan memegang tongkatnya bersiap-siap. Meskipun sebenarnya dia gugup tetapi keberaniannya yang lebih besar menguasai, dia akan mencoba menjadi mayoret lagi.
...🌸...
...Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments