Seorang gadis cantik meskipun ada rumor buruk, dia tetap populer dan dikagumi oleh semua orang. Shei berjalan di lorong sekolah ke ruang kelasnya.
"Hai Shei," sapanya yang sudah ada di samping Shei.
Shei menoleh, dan ternyata dia lagi.
"Shei, ada tempat nongkrong yang nyaman lo pasti suka deh, nanti gue ajak lo kesana."
Dia adalah Joy, dia bersikap biasa-biasa saja pada Shei tampa ada kecanggungan darinya.
Shei menghentikan langkahnya. Joy pun mengikutinya.
"Kenapa lo bersikap kayak ginih ke gue?"
"Maksudnya?" heran Joy.
"Tiba-tiba lo ngajak gue ngobrol."
Joy tertawa kecil. "Bukannya dari awal lo masuk sekolah gue sering ngajak ngobrol lo yah? Sebenarnya nih gue pengen ngajak ngobrol lo, tapi yaah lo nya sering ngilang, udah bel istirahat maen cabut, di kantin juga nggak pernah keliatan."
"Lo nggak ada maksud lain?" Shei mencurigainya.
"Hahahaha curigaan amat. Shei, dengerin gue. Gue nggak ada maksud terselebung sama lo. Atau kalau lo cemas karena gue dekat sama lo, terus orang-orang jauhin gue, dan lo merasa bersalah, lo nggak usah khawatir."
Shei menatapnya malas, dia segera pergi. Disana Joy cengegesan dan segera menyusulnya.
Mereka masuk ke kelas bersamaan, dimana sebelumnya Joy memberikan lelucon kepada Shei dan itu membuat Shei sedikit tertawa ketika mereka masuk ke kelas.
Alya yang sudah duduk rapih melihat kedatangan Joy bersama Shei, sejak kapan mereka terlihat akrab, pikirnya.
"Hai Alya," sapa Joy berjalan ke arahnya, karena tempat duduk mereka saling berdekatan. "Buat lo." Joy memberikan cemilan cokelat padanya.
Alya tersenyum. "Makasih."
Joy tidak kalah tersenyum membalasnya.
Shei yang sudah duduk di bangkunya, melihat Joy yang terus menyapa orang-orang. Shei tersenyum tipis sambil menggelengkan kepalanya.
Shei lupa, dia belum mengambil bukunya di loker. Dia berjalan ke loker yang ditempatkan di ruang kelas di belakangnya.
"Surat?"
Ketika dia hendak mengambil buku catatannya, dia menemukan surat berwarna biru langit di atas bukunya. Segera ia mengambil dan membuka surat tersebut.
...✉️...
...'Mau cari tahu siapa yang udah jebak lo di sekolah lama? Marching Band'...
Seketika tubuh Shei menggigil dan gugup. Dia segera berbalik, melihat sekeliling untuk mencari tahu siapa yang memberikan surat misterius ini. Namun Shei tertuju pada sosok Alya. Karena hanya Alya yang lebih tahu tentang masa lalunya, dan satu sekolahan yang sama di sekolah lama mereka. Shei masih terdiam dengan keterkejutannya.
Alvin baru saja masuk ke dalam kelas dan menghampiri Alya. Mereka mengobrolkan sesuatu, setelahnya Alvin berdiri di depan kelas.
"Teman-teman mohon perhatiannya sebentar."
Apa yang awalnya sedikit bising sekarang lebih damai. Alvin melihat Shei yang masih berdiri diam di dekat lokernya.
Apa surat ini ulah Alya? Batin Shei.
"Shei?"
"Shei..?"
"Hah? Iyah?" Shei tersadar dalam lamunannya.
"Ada apa?"
"Nggak, nggak ada," tukasnya segera duduk.
"Ada pengumuman dari OSIS untuk--"
"Permisi maaf maaf...." sosor siswa yang tidak tahu malu, Ello tiba-tiba masuk sambil menyeringai, dia segera berjalan menuju tempat duduknya di sebelah Shei, dan menyapanya.
Alvin yang melihat tingkah itu hanya bisa menggeleng.
"Usai Ujian Akhir Semester dilaksanakan tinggal beberapa hari lagi, seperti biasa agenda sekolah akan menggelar Dies Natalis. Beberapa event dan perlombaan tetap ada teruntuk kelas, dan di hari akhir Dies Natalis dibuka secara umum."
Orang-orang beramai penuh semangat menyambut Dies Natalis tahunan.
"Jadi, bagaimana ketua kelas?" tanya Alvin melihat ke arah Alya.
"Jadi, dengan terpaksa kalian harus merelakan jam istirahat pertama, menetap di kelas untuk membahas Dies Natalis nanti."
"Yaaaaaaahhh....."
Seketika semangat itu menghilang karena harus kehilangan waktu istirahat.
"Hallo anak-anak..." sapa Satria wali kelas kami telah tiba.
...2 jam sudah berlalu...
Akhirnya waktu istirahat pun tiba. Setelah guru pengajar meninggalkan kelas, dengan cepat ada beberapa dari mereka yang ingin melarikan diri ke kantin.
"Jangan kabur," ucap Rave si dingin pada mereka, membuat mereka membeku.
Alvin yang duduk disampingnya menatap bangga pada Rave.
Mereka kembali ke tempat duduk mereka masing-masing.
Alvin beranjak berdiri, berjalan ke depan mengikuti Alya, Ketua Kelas.
Sebenarnya, ketua kelasnya adalah Alvin. Kemudian karena wakil ketua kelas pindah sekolah, dia digantikan oleh murid baru yang baru saja menjadi bagian dari kelas Flower, yaitu Alya. Tidak lama setelah itu Alvin diharuskan pergi sementara untuk pertukaran pelajar di Singapore, dan posisi ketua kelas dipindahkan ke Alya. Karena Alvin sangat sibuk dengan semua aktivitasnya ditambah dia adalah anggota OSIS.
Alya tengah menulis di papan tulis, menulis beberapa program kegiatan yang akan ada di Dies Natalis BAKNUS.
"Wah sekarang lomba-lombanya lebih menarik daripada tahun kemarin," papar yang lain.
"Bener tuh."
Alvin tersenyum senang mendengar bahwa hasil rapat sejak kemarin bersama OSIS dan MPK dapat diterima oleh murid-murid lain.
"Teman-teman. Dies Natalis yang akan berlangsung nanti akan dimeriahkan oleh beberapa perlombaan, mulai dari lomba olahraga hingga pertunjukan pentas seni di hari terakhir. Semua kelas diwajibkan berpatisipasi dalam lomba yang akan dibagikan," papar Alya. "Untuk olahraga ada pertandingan futsal putra, bola voli putri, dan lari estafet satu regu empat orang, dua cewek dua cowok."
"Kita ke futsal dulu, Alya," usul Alvin dan disetujui olehnya. "Buat cowok, futsal, kita butuh lima pemain dan dua cadangan."
"Yang pasti El harus masuk dan jadi kapten," tunjuk murid Flower.
Ello memberikan jempol padanya. Tentu karena Ello begitu pandai dalam olahraga dan bermusik.
"Oke, yang lainnya." Futsal telah terisi penuh dan berlanjut ke lomba selanjutnya. "Lari estafet."
"Lo aja Al, badan lo tinggi otomotis langkahnya bakalan cepet."
"Yah boleh, sih. Berarti futsal gue nggak ikutan ya," imbuh Alvin sambil meminta Alya untuk mencatatnya.
"Si Rave masukin tuh," sosor Joy. Rave segera menatapnya dengan tajam. Joy cengir.
"Oke Alya, Rave tulis," sambung Alvin kepada Alya untuk mencatat nama itu. Rave mendesah kesal, Alvin tertawa mengejek sambil menatap Rave. Rave kesal melihatnya.
"Gue pengen coba," ucap Alya.
"Oke."
Tersisa satu orang laki-laki untuk lari estafet.
"Siapa lagi ini? Cowok," tanya Alya namun melihat siswa lain enggan untuk ikut lari estafet karena pasti menguras tenaga dan lelah.
"Lewat dulu ajah gimana Al?" tanya Alya. Alvin angguk menyetujui.
Beberapa pembahasan program kegiatan Dies Natalis BAKNUS hampir selesai, dari mereka yang akan mengikuti perlombaan dengan lawannya dari kelas lain. Lalu seragam yang akan dipakai oleh mereka nanti. Dan sekarang inti dari sebuah Dies Natalis ini yaitu King dan Queen Baknus Tahun 202*.
"Gue gue." Segera Joy mengangkat tangannya. "Gue saranin Shei yang ikut."
"Apaan? Nggak boleh. Mana bisa dia ikut, reputasinya juga jelek," tolak Fay.
"Eh itu masih rumor. Yang penting kepopulerannya Shei, udahlah dia yang ikut. Alya catet Shei," perintahnya.
"Gue setuju, catet Alya," sahut Ghesa.
Nama Shei memang bisa diperdebatkan, tapi merekalah yang membuat keributan. Tapi Shei juga tidak mendengarkan mereka yang sedang berdiskusi. Dia bahkan melamun tentang surat biru langit tadi, sambil memandang Alya di depan sana.
Apa bener surat itu dari Alya? Tapi kenapa harus sembunyi-sembunyi? Apa gue tanyain aja yah? Terus maksud dari Marching Band apa? Dalam hati Shei.
Alya pun merasa gugup dan risih karena sedari tadi Shei menatap ke arahnya.
Kenapa dia liatin gue terus? Batin Alya.
"Shei."
"Shei."
"Hem?" Shei kembali tersadar dan menoleh ke arah Ello yang memanggilnya.
"Itu..." tunjuk Ello ke depan.
Shei menoleh ke depan.
"Ah dan juga pasangannya mending lo, Al. Kan cocok Pangeran Flower Alvin dengan murid baru yang sudah menghebohkan sekolah dengan kecantikannya, Shei," lanjut Joy yang dari tadi menyarankan orang untuk menjadi Pasangan Baknus yang memamerkan bakat mereka.
Alvin sedikit terkejut, dia langsung melihat ke mana Rave itu berada. Tapi yang dia dapatkan adalah wajah datar biasa dari Rave.
Kamu nggak cemburu? Dalam hati Alvin.
"Sorry, gue nggak bakalan ikutan kegiatan Dies Natalis itu," tolak Shei yang baru sadar dirinya dimasukkan dalam event itu. Dia pun beranjak berdiri sambil membawa surat biru misterius tersebut.
Shei meninggalkan kelas padahal diskusi belum selesai. Semua orang memandangnya pergi. Karena Shei yang memulai, diikuti oleh Rave yang ikut meninggalkan kelas dan akhirnya semua orang pergi dengan cepat.
Alvin dan Alya menghela nafas. Kesabaran mereka benar-benar diuji.
"Kita lanjutin nanti, makasih," ucap Alvin kepada Alya.
Alya tersenyum angguk.
...🌸...
...Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments