Hari yang panjang berada di sekolah untuknya, apa yang ia rasakan adalah menyebalkan. Setelah pulang sekolah Shei langsung membaringkan tubuhnya di atas kasur sampai ia tertidur, langit telah berubah gelap.
Pintu kamar tidak tertutup rapat, nenek bisa melihat ke dalam melihat Shei yang tertidur dengan seragam sekolahnya. Nenek juga merasa khawatir dengan cucunya itu.
"Shei..."
"Eumgh..?" Shei menggeliat.
"Bangun, kamu belum makan dari pulang sekolah, liat tuh keluar udah gelap."
"Emgh iyah, Omah." Shei terbangun meski matanya masih menutup.
"Kamu mandi terus udah itu langsung makan yah."
"Heem."
Nenek mencium keningnya. Shei tersenyum.
Sebelum mandi, Shei mengecek ponselnya terlebih dahulu, membuka forum chat bersama Lisa, pesan kemarin masih centang satu, Lisa offline atau berganti nomor.
"Apa Lisa ganti nomor yah? Tapi kenapa nggak ngasih tahu gue."
"Nanti gue coba telepon deh atau nggak nanti gue tanya David."
Kruyuk...
Suara perut Shei terdengar, keroncong.
"Leper."
"Mandi dulu."
Shei bersemangat sekali untuk mandi karena dia ingin cepat-cepat makan.
...****************...
Rave berada di depan rumahnya sambil menelpon seseorang.
"Yah, heem, langsung kirim ke email gue. Thanks."
Rave mengakhiri panggilan, di saat dia akan berbalik untuk memasuki rumah.
"Gruuoahhhh...!"
"Astaga!"
Rave terperanjat, dia benar-benar terkejut. Ello cengegesan disana setelah berhasil mengejutkan Rave.
"Hahahahah."
Rave mendengus kesal.
"Habis teleponan sama siapa?" tanyanya.
"Paman Retno," bohong Rave.
Dan Ello percaya apa yang dikatakan teman masa kecilnya. Ello tahu bahwa paman Retno, seorang polisi, adalah teman ayahnya Rave. Paman Retno juga wali Rave, karena kedua orang tua Rave telah meninggal dunia. Rave sama sekali tidak pernah melihat ibunya secara langsung, karena ibunya meninggal saat melahirkan dia, sedangkan ayahnya meninggal dalam perang di Lebanon ketika Rave berumur 15 tahun.
Ello bisa ada di sini karena rumah dia dengan Rave tetanggaan.
"Lo mau kemana?" Kali ini Rave yang bertanya.
"Nih ngasih makan buat lo, dari nyokap."
Rave tersenyum senang. "Makasih."
"Beruntungnya lo punya sahabat macam gue," ucapnya bangga pada diri sendiri.
Rave tersenyum mengejeknya, dia berjalan masuk ke dalam rumah diikuti oleh Ello. Mereka sudah berada di dalam rumah.
"Ngapain kesini?"
"Kenapa emang? Rumah ini juga udah kayak rumah gue. Silahkan silahkan lo makan dan anggap aja ini rumah lo sendiri," seloroh Ello yang langsung terduduk di sofa menyalakan televisi.
"Nggak tahu malu," ejek Rave sambil membuka tempat makan, dan melahap isinya.
...****************...
Shei baru saja selesai makan malam bersama neneknya.
"Shei."
"Iyah, Omah?"
"Hari ini kamu kenapa, ada masalah? Cerita sama omah."
"Nggak kok omah."
"Atau kamu nggak seneng tinggal disini sama omah?"
"Nggak nggak nggak kok omah. Shei seneng kok bisa tinggal sama omah."
Neneknya terdiam sejenak. "Apa di sekolah ada masalah? Kamu nggak seneng sama sekolahnya?"
Shei sejenak terdiam, lalu ia tersenyum agar tidak membuat neneknya cemas. "Omah,, Shei nggak papa, Shei senang kok ada disini, cuman Shei lagi kangen aja sama mamah sama papah."
Nenek sedikit lega ternyata cucunya hanya sedang merindukan orang tuanya. "Dari dulu... mamah sama papah kamu itu sibuk mulu, kerja terus, sampai lupa sama anaknya sendiri."
Shei hanya tersenyum. Nenek menatapnya lembut.
"Omah seneng ada kamu disini, omah jadi nggak kesepian. Omah juga jadi inget waktu kamu kecil kamu tinggal sama omah. Persis kayak ginih, kamu ditinggal kerja sama mamah papah kamu itu."
"Omah, waktu itu aku lagi umur berapa? Aku nggak terlalu inget heheh."
"Mmm kalau nggak salah,, umur lima tahun iyah. Waktu itu juga kamu sering maen sama keluarga Mahendra."
"Keluarga Mahendra? Siapa itu omah?"
"Rumah pejabat yang kamu tanyain itu."
"Maksud omah Alvin?"
"Nah iyah anak pak Mahendra, namanya Alvin sama Gadis. Kamu masih inget suka maen sama mereka?"
Shei berseri. "Enggak."
Jadi, Alvin punya saudara perempuan. Gue jadi pengen inget kenangan masa kecil gue sama Alvin. Ah kenapa gue bisa lupain itu sih. Dalam hati Shei menyesal.
"Ah iyah omah. Aku satu sekolah sama Alvin, sekelas juga."
Nenek terkejut dengan matanya berbinar senang. "Bagus dong. Omah lega, kamu ada temen di sekolah. Mamah kamu bilang, kamu kesulitan punya temen yang baik, kamu juga bandel di sekolah dulu."
"Nggak omah nggak. Mamah mah dilebih-lebihkan, padahal mah Shei anak baik kok di sekolah rangking juga masuk sepuluh besar."
Iss mamah mah comel. Batin Shei sedikit kesal.
Nenek terkekeh.
"Omah, Shei mau keluar boleh?"
"Keluar kemana?"
"Jalan-jalan sebentar, Shei bosen di rumah terus. Omah juga ayok ikut."
"Nggak ah omah nggak ikut, pasti kamu maennya lama, nanti kaki omah sakit kamu mau mijitin?"
Shei dengan cepat menggeleng kepalanya.
Cucu yang laknat.
Nenek tersenyum. "Nanti biar paman Jaka yang nemenin kamu."
Shei tersenyum angguk. Dia begitu senang.
...****************...
Rave sedang mencuci tempat makan ibu Ello, ketika dia selesai dia menyekanya dan akan segera mengembalikannya kepada pemiliknya.
"El... Elmo?" panggil Rave. "Ini tempat makan bawa lagi."
Namun, ketika dia melihat ke ruang tengah, Ello tertidur di sofa. Rave tersenyum tipis, dia berjalan mendekat dan mematikan televisi yang tidak ditonton. Lalu setelahnya ia masuk ke dalam kamar, dia menyalakan laptop untuk memeriksa email yang ia tunggu-tunggu.
Sebuah email masuk dari seseorang, Rave membukanya, menerima beberapa foto yang dikirim orang itu. Rave tidak bereaksi sama sekali, terdiam.
"Rave?"
Deg
"Yah?" Rave segera menoleh dan menutup laptopnya. "Lo udah bangun."
"Hum. Gue pulang yah, ngantuk."
Rave mengangguk. "Tolong kunciin gerbangnya."
"Iyah."
"Ah iyah." Rave lupa sesuatu. "Tempat makannya udah gue cuci, lo bisa langsung bawa. Makasih."
"Oke gue cabut yah hwaaah..." pamitnya sambil menguap.
Rave tersenyum melihatnya. Padahal sekarang belum terlalu malam, masih pukul tujuh. Tapi Ello sudah mengantuk.
...****************...
Shei sudah berada di mall, akhirnya Shei bisa merasakan kenikmatan harumnya berbelanja. Sudah lama dia tidak menghibur dirinya, biasanya jika berjalan-jalan seperti ini selalu ditemani Lisa dan... Babu yaitu Alya. Shei segera menghampus ingatan itu, dia tidak mau merusak suasana hari ini.
"Paman."
"Iyah, Non?"
"Paman nggak papa kalau mau pergi, nanti kalau Shei selesai, Shei telepon paman."
"Oh gituh. Yaudah atuh paman mau ke sebelah sana dulu."
Shei tersenyum. "Iyah paman."
Shei melihat sekelilingnya, tersenyum lebar. Kepenatannya perlahan hilang hanya dengan berada disini, melihat berbagai macam barang, pernak pernik dan sejenisnya.
Shei memasuki toko pakaian yang cukup bermerek. Dia melihat sekeliling mungkin jika ada yang cocok dia akan beli. Shei mengambil dress berwarna putih dengan bunga-bunga di atasnya.
"Cocok buat lo yang cantik."
Shei terperanjat kejut, bola matanya seolah akan keluar.
"Hai," sapanya pada Shei.
Shei masih menetralkan detak jantungnya karena terkejut. Seseorang yang dia kenal, seorang siswa yang telah menunjukkan ruangan Kepala Sekolah meskipun dia harus dijahili terlebih dahulu. Dia juga teman sekelasnya. Shei lupa namanya.
"Langsung beli, cocok seriusan."
"Ah iyah," jawabnya sedikit ragu bukan karena baju yang ia beli namun terhadap orang ini. "Mbak tolong bungkus yang ini."
Shei menyerahkan dress itu, dia membelinya. Setelah selesai membayar pakaiannya, ternyata orang tersebut masih di sini melihat-lihat pakaian khusus laki-laki.
"Shei Shei.. sinih."
Orang itu memanggil Shei, tidak tahu kenapa Shei menghampirinya.
"Bagus yang mana?" Dia meminta Shei memilihkan kaos, membandingkannya.
"Bagus yang ini," tunjuk Shei memilih warna putih dengan sedikit garis berwarna merah biru. "Kalau yang satunya terlalu rame."
"Gue juga mikir gitu," balas dia tersenyum. "Mbak jadinya yang ini, tolong bungkusin."
Shei dan orang itu masih saling menatap, Shei tampak seperti bingung mencoba mengingat namanya sementara orang itu terus berseri-seri seperti orang bodoh.
"Kayaknya lo lupa nama gue yah?"
Akhirnya. Shei hanya berdeham.
"Gue Joy, Joy yang paling ganteng di Baknus."
Shei mendengarnya malas, namun sekarang ia mengingatnya. Si Kacamata Hitam.
Pegawai disini menghampiri Joy dan memberikan bingkisan. "Tuan, ini sudah saya bungkus."
"Makasih," balas Joy senyum.
Meski Shei mendengar keanehan terhadap pegawai yang memanggil Joy dengan tuan. Pegawai itu tidak lama pergi.
"Thanks udah milihin kaosnya," ucap Joy.
"Thanks juga sama pilihan dress nya," balas Shei. "Em kalau gitu gue cabut."
"Bareng," kilah Joy.
Mereka berjalan bersampingan meski agak canggung untuk Shei.
"Lo sering belanja ke toko tadi?"
"Nggak, baru."
"Ohh... lo sering-sering aja belanja disana, nanti kalau lo belanja minimal satu juta suka dikasih voucher diskon, lumayan kan," cetus Joy, dia seperti marketing tengah mempromosikan produknya.
"Tokonya punya lo?"
Joy berseri mengangguk. "Keren, lo bisa langsung nebak."
Semua orang akan berpikiran sama, dimana ada orang yang tidak membayar untuk belanjaannya, dan sudah sepantasnya anak ini selalu berdandan modis.
"Non Shei..."
Paman Jaka ternyata sudah tiba tampa harus dihubungi.
"Paman, kita pulang sekarang."
Paman Jaka angguk dan seseorang yang bersama Shei, melambai tangan padanya sambil tersenyum.
"Hallo, Paman," sapa Joy. "Saya temennya Shei."
Paman Jaka tersenyum senang ternyata Non Shei sudah mempunyai teman.
"Ayok, Paman," ajak Shei untuk segera pergi.
"Shei... dadah... hati-hati, sampai ketemu di sekolah," teriak Joy melambai-lambaikan tangannya.
Shei cepat-cepat pergi, dan mengabaikan Joy disana.
...🌸...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Sedang Bertapa
ceritanya bagus..
lanjutt kak.. salken dari saya..
2021-08-06
1