Beberapa siswa sudah ada di kelas. Sepertinya Ghesa dan Alya sudah terlihat disana. Shei yang baru saja datang langsung disapa oleh mereka, namun menatap aneh ke arah Alya mengingat percakapan saat itu.
Berpura-pura tidak saling mengenal.
"Hai Shei."
Shei melambaikan tangan senyum langsung segera duduk di bangkunya. Ghesa menghampiri.
"Lo cantik," kata Ghesa sangat jujur.
Shei hanya tersenyum.
Tidak lama Rave datang bersamaa dengan Ello dengan rambut yang sudah berubah warna kembali seperti semula, hitam.
"Hai Shei," sapa Ello.
"Hai," balasnya.
Namun Rave langsung duduk tanpa berbicara sama sekali ataupun menyapa teman-teman sekelasnya.
"Guys guys guys...." Suara semangat Joy mengguncang kelas ketika dia masuk. Lagi-lagi dia selalu membuat heboh. "Si Al hari ini masuk sekolah."
"Wah seriusan?"
Ello langsung menyaut pembicaraan mereka.
"Woah diskriminasi. Kalian segitunya sama Al disambut lah gue? malah diledek kemarin," gerutu Ello.
Namun dibalik sana Rave tersenyum ledek mendengar hal itu. Ello mendapatinya. "Lo temen gue masa kecil, sedikit pun nggak pembelaan buat gue?"
Ello mulai drama di pagi ini.
Rave tidak menjawab.
Shei masih bingung dengan Al. Siapa dia pikirnya.
"Shei, jangan kepincut sama si Al. Oke? Dia itu nyeremin, lo harus jauh-jauh sama dia," pinta Ello.
"Gue denger," kilah seseorang yang baru saja tiba.
Mereka segera menengok melihatnya.
"Alvin?" ucap Alya.
"Segitunya takut bersaing sama gue," sindir Alvin.
"Apa-apaan nih," timpal Ello tidak terima.
Diaa? Dalam hati Shei ketika melihat bahwa Alvin adalah orang yang tadi malam saat mobilnya akan menabraknya.
Alvin melirik ke arah Shei yang tidak asing menurutnya. "Lo sekolah disini."
Shei tersenyum. "Iyah, baru pindah."
Alvin terlihat karismatik dimata Shei.
Suara bel masuk yang diikuti oleh Pak Satria selaku wali kelas kami yang masuk ke kelas, menghentikan obrolan para murid-muridnya. Ello segera duduk di samping Shei, Shei keheranan dan Alvin bingung dengan kursi barunya, melihat bangku kosong di samping gadis pendiam--cool--namun saat marah, tindakannya sangat liar, Rave. Mata mereka saling bertemu, segera Rave memalingkan pandangannya.
Ketika pak Satria memasuki kelas, ia melihat Alvin sudah berada disini. "Alvin. Selamat datang kembali."
Seluruh kelas dengan penuh semangat bertepuk tangan atas kembalinya teman sekelasnya, Alvin. Saat Pak Satria hendak bersiap memulai pelajaran, Alvin masih berdiri memandang Rave dan belum juga duduk.
"Alvin," panggil Satria.
Alvin masih terdiam, Rave melirik ke samping, sepertinya Alvin masih menatapnya.
"Alvin," panggil lagi Satria.
"Ah iyah, Pak?" Alvin tersadar. "Maaf, Pak."
Alvin langsung duduk di samping Rave karena kursinya kosong dan tidak ada penghuni.
Rasa bosan yang dirasakan di dalam kelas akhirnya usai meski bersifat sementara yaitu istirahat. Seperti biasa, pada saat jam istirahat para siswa pergi ke kantin yang tidak jauh untuk mengisi perut lapar, ada juga yang membawa bekal, ada juga yang hanya diam saja di kelas, tidur, ngobrol, bermain di lapangan, dan masih banyak kegiatan yang akan mereka lakukan.
"Shei." Ghesa datang menghampiri bangku Shei. "Ayok mau ke kantin bareng."
Shei masih diam pandangannya melihat ke arah Alya berada.
"Ayok ke kantin," sambung Alya tersenyum.
Shei dengan ragu mengangguk. Ghesa langsung menggandeng tangannya.
Shei, lo pasti bisa. Batin Shei menyemangati dirinya.
......................
Setelah pembelajaran selesai, Rave segera meninggalkan kelas, sekarang dia berada di lantai atap, dimana tempat ini sebenarnya dilarang dimasuki, namun karena Rave dekat dengan Kepala Sekolah dan Kepala Sekolah mempercayai Rave sehingga ditunjuk sebagai murid bayangan dimana tugasnya tidak jauh dari mata-mata, ataupun penegak kedisiplinan murid-murid yang selalu berkelahi. Rave memiliki akses untuk bisa kemari. Hanya untuk mencari ketenangan.
Keberadaannya berada di atap sekolah duduk di balkon sambil memandang langit. Cerahnya saat ini, sinar matahari yang menembus dirinya ia memejamkan matanya menikmati sinaran. Tak lama pun ia membuka mata dan saat itu Alvin sudah berada dihadapannya dekat dengan wajah dirinya. Rave terperanjat.
"Al!" decitnya.
Alvin tertawa kecil lalu ikut duduk di samping Rave, begitu tenang yang ia rasakan. Tempat ini adalah tempat dimana dia bisa mengenal Rave lebih dekat. Sebenarnya mereka telah berpacaran namun tidak ada satupun orang yang mengetahuinya.
......................
Shei, Ghesa dan Alya telah kembali dari kantin sambil berjalan memakan jajanan mereka.
"Shei, gue udah follow Instragram lo, loh, follback dong," tutur Ghesa.
"Lo nyari-nyari nama akun gue?" tanya Shei, diingat ia belum memberitahu mereka.
Ghesa berseri sambil mengangguk. "Ternyata lo selegram, pantes aja gue nggak asing, lo tahu Shei gue juga pake merek liptint yang lo pake."
Ghesa memanyunkan bibirnya. Shei terkekeh melihatnya.
"Itu dah lama, gue udah berhenti."
Ghesa ternyata bisa menemukan postingan lama Shei. Karena Shei sudah menghapus semua postingan beberapa produk, sebagai endorse. Shei menjadi gugup.
"Kenapa?"
"Mmm."
Namun para murid yang berpapasan tengah membisikkan sesuatu, perasaan Shei menjadi curiga karena tatapan mereka padanya.
"Eh Ghesa, Alya."
"Hem?"
Mereka berhenti dengan keheranan.
"Kalian beneran nerima murid baru ini di kelas kalian?" tanyanya tidak suka.
Ghesa menatap heran pada Shei, lalu kembali lagi pada murid-murid itu.
"Kalian nggak tahu apa, alasan dia pindah itu karena dikeluarin dari sekolah."
"Dia itu pembully, nggak punya hati."
Ghesa dan Alya tersentak kejut menoleh pada Shei. Shei membulatkan matanya, keburukannya terbongkar.
"Kenapa pihak sekolah nerima pembully kayak dia? Gue heran."
"Oh jangan-jangan, sekolah dia sogok karena dia kaya."
Perasaan Shei terluka mendengarnya, namun dia tahan agar tidak meluapkan emosinya disini. Meski begitu dia sedikit lega karena kasus dirinya dituduh mencuri kunci jawaban tidak terbongkar. Atau mungkin belum.
"Shei, apa yang mereka bilang itu bener?" tanya Ghesa. "Lo suka ngebully?"
Sementara Alya hanya diam, karena dia tahu sesuatu tentang masa lalu Shei.
Shei terkejut ketika seseorang menggenggam tangannya, Ello. Dia mengajak pergi Shei dari kerumunan orang yang bertanya soal rumor tersebut sampai dimana mereka berada di luar gedung, Shei segera melepaskannya dengan paksa. Ello tersentak.
"Ngapain lo selamatin gue? Mau ngatain juga kalau gue itu pembully?" sembur Shei.
Ello kembali tersentak, dia tersenyum miris tidak percaya dengan perubahan sikap Shei. "Ternyata wajah sangar lo ketutup sama muka lo yang polos ini."
"Oh maksud lo muka polos nggak boleh bersikap buruk?" celanya.
"Apa itu berarti lo ngakuin kalau lo pernah ngebully orang?"
Shei terdiam. Tatapan menjadi dingin. "Pembully atau bukan, orang bakal percaya sama apa yang mereka liat dan denger, sebagai pembuktian."
Setelah mengatakan itu Shei bergegas pergi. Orang-orang menatapnya sinis, seperti melihat sesuatu yang kotor tengah berjalan menghampiri mereka.
Shei masuk ke dalam kelas, terdiam henti melihat teman-teman sekelasnya menatap tidak suka. Telinganya begitu berisik dengan orang-orang yang membicarakannya. Shei benci itu. Tatapan, bisikan yang sama saat dimana Shei dikeluarkan dari sekolah. Shei memandang Alya disana, Alya memalingkan pandangannya itu.
Shei langsung membawa tasnya pergi meninggalkan kelas lagi. Di ambang pintu, Rave datang dengan keheranan melihat Shei. Mereka saling menatap satu sama lain sejenak, Shei pun pergi tanpa sepatah kata.
"Rave..." panggil Ghesa menghampirinya. "Shei ternyata pelaku pembully-an di sekolah lamanya."
"Siapa yang bilang?" tanyanya dengan muka datar.
"Semua murid udah tahu, dari komen-komen di postingan Instragramnya juga ada hujatan dan ada yang bilang juga, Shei nyuri kunci jawaban."
Rave nanap, masih tidak percaya dengan hal itu. Pertama kalinya bertemu dengan Shei, yang begitu polos dan manja namun mewah.
Shei berjalan begitu cepat untuk meninggalkan sekolah, dia sudah benci sekolah. Seharusnya dia ikut bersama orangtuanya ke Australia, pikirnya. Mungkin kejadian ini tidak akan terulang lagi.
Shei jangan jadi pengecut lagi. Suara hati itu mencoba membangunkan Shei dari melarikan diri.
Perasaan gelisah bagi Shei, ingatan satu tahun yang lalu yang membuatnya menjadi sekarang ini. Begitu buruk. Namun ini keputusan terbaik.
Cemas seseorang saat Shei hampir terjatuh dari tangga, dia adalah Alvin yang dikenal dengan sebutan Al.
"Lo nggak papa?"
...🌸...
...Alvin Mahendra...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments