Kelas akan berlangsung. Rave baru saja tiba di kelas, dia duduk sambil membaca buku. Shei, Ghesa, dan Alya baru saja tiba di kelas setelah mereka pergi ke kafetaria. Sudah bisa melihat bangku dan meja di belakangnya. Joy telah melaksanakan tugasnya dari ketua kelas. Alya merasa lega.
"Jonathan makasih," kata Alya tersenyum tulus.
Dan Joy yang sedang asik bermain game hanya mengangguk untuk menjawab.
"Nah Shei, ini bangku lo."
"Oh. Oke," balas Shei masih terngiang dengan obrolan yang begitu mengejutkan untuknya terhadap Alya.
Sikap Alya berbeda di saat bersama yang lain dengan hanya mereka berdua.
Shei juga merasa terusirkan untuk pindah tempat duduk. Tapi dia lega karena dia tidak lagi duduk di tempat yang penghuninya sudah meninggal. Shei buru-buru mengambil tasnya dan memindahkannya ke kursi baru tak jauh dari sebelumnya, hanya bersebelahan di baris kedua.
Tiba-tiba seseorang datang, berdiri diam di depan pintu belakang, semua siswa di kelas ini langsung membidiknya. Ya. Dia adalah Ello yang baru saja tiba dan kelasnya ditolak olehnya, termasuk Shei. Mata Shei dan Ello bertemu, hanya beberapa detik kami dilepaskan. Ello berjalan, dia berjalan ke Shei dan menyapanya.
"Haii. Lo anak baru disini? Kapan masuk?" tanyanya.
Shei diam dalam lamunannya. Memang benar dia tampan, apalagi saat jarak mereka sangat dekat untuk melihat wajah tampan Ello.
"Hello."
"Ohh." Ucap Shei terbangun dari lamunannya.
"Broh apa kabar?" sahut Joy tiba-tiba. " Ngilang aja gue kira lo udah mati." Berlanjut dengan sindiran terhadap Ello.
Ello marah mendengarnya tapi itu hanya lelucon. "Wahh lo Joy, mau gue tendang? Hah?" Sambil menunjuk ke arah Joy.
Dan Joy tertawa puas dan langsung kembali ke layar ponselnya. Ello masih berdiri di samping Shei, dia mengajak Shei mengobrol lagi.
"Nama lo siapa? Kenalin nama gue Ello si pangeran dari--"
"Tong sampah," potong Ghesa sambil menahan tawanya.
Semua murid yang mendengarnya tertawa puas.
"Shei, lo jangan terciut sama tampang ni orang," lanjutnya dan Shei hanya tersenyum mendengarnya.
"Jadi nama lo Shei," ucap Ello dan dan tiba-tiba wajahnya sangat dekat dengan wajah Shei. Itu membuat Shei mulai tersipu. Ello berbisik padanya. "Shei, semoga kita jadi lebih dekat."
Dan Ello segera melangkah pergi sambil mengedipkan mata. Ello juga pergi ke kursinya. Ya. Tidak diragukan lagi dia mendekati Rave karena tempat duduknya ada di samping Rave. Ketika dia tiba, dia menatap tulisan di atas meja.
"Woahhh bener-bener." Sambil memegang pinggangnya tak percaya. "Brave, lo nyumpahin gue mati yah?"
Rave acuh yang sedang membaca buku, langsung diletakkanya buku itu. "Penghuni ini udah ditelan bumi, jadi lo ini siapa? Hantu yang gentayangan?"
Joy yang asik bermain game, dia masih tetap mendengar pembicaraan Ello. Dia sangat-sangat-sangat tertawa puas.
"Gila. Gila. Nih kelas baru aja gue tinggal udah nambah sengklek ajah," sindir Ello. "Yaudah kalau gitu, gue mau duduk disini aja." Lanjut Ello yang beranjak pergi ke bangku sebelah Shei.
Namun Rave tidak peduli. Malah menguntungkan untuknya jika Ello pindah duduk karena dirinya menyukai duduk sendiri ditimbang duduk bersama Ello. Namun sejak kecil, Ello selalu ingin berada di samping Rave. Namun karena perilakunya yang hiperaktif, ia mampu membuat Rave merasa tidak terlalu kesepian di dunia hingga saat ini.
"Shei, gue duduk disini yah?" Sambil bertidur menompang pada lengannya.
"El lo duduk sama gue aja? Yah? Yah?" tukas siswi dengan gaya yang sangat feminin itu dengan make-up yang tampak jelas. "Lo pindah duduk. Karna gue mau duduk sama Ello. Awas. Awas." Mengusir teman sebangkunya.
"Cih, gue nggak mau sama lo, gue mau disini. Gue mau sama Shei," ucap Ello senyum manis menatap Shei.
Namun Shei hanya tersenyum kakuk.
Bela masuk berbunyi, guru yang mengajar pun tepat waktu telah masuk ke kelas.
"Heh! Rambut yang ubanan, duduk yang bener!" tegur sang guru.
"Iyah pak Harto," tawar Ello.
"Shei, nanti kita ngobrol lagi yah," lanjutnya tersenyum.
Shei angguk kembali dengan kecanggungan.
Gue disini, kayaknya bakalan nambah gesrek. Batinnya.
...****************...
Hari pertama sekolah tadi Shei merasa senang bahwa mereka baik dan menyenangkan namun kebingungan yang terjadi padanya karena sosok Alya. Shei duduk di kursi meja belajarnya sambil memikirkan hal itu.
"Gue kasih tahu Lisa aja, deh."
Meski berpisah, hubungan Shei dan Lisa masih baik-baik saja tidak jarang mereka masih mengirim pesan satu sama lain.
Shei mengambil ponselnya dan mengirim pesan pada sahabat di sekolah lamanya.
Lisa
| Lis, hari ini gue udah mulai sekolah, gue pindah ke Bogor, sekolah gue namanya SMA Bakti Nusa.
(19.36)
| Lo tahu, Babu sekolah disitu juga
(19.36)
| Kenapa lo nggak kasih tau gue kalau Babu pindah sekolah?
(19.37)
Shei meletakkan kembali ponselnya, sambil berpikir tentang Alya, perasaan sangat lega dan bersyukur.
Ting. Notif pesan terdengar namun bukan balasan dari Lisa melainkan nomor dirinya masuk ke kontak grup Flower Class.
+62********
| Selamat bergabung di Flower Class Shei
(19.40)
+62********
| Betah-betah yah jangan pindah sekolah lagih wkwkw
(19.42)
...Read...
Makasih :)
Shei tersenyum saat melihat isi chat grup kelas menyambutnya dengan hangat. Sudah lama sejak dia menerima perhatian seperti itu di sekolah lamanya, dan mungkin di sekolah baru ini bisa mengembalikan jati dirinya yang sebenarnya.
Tok tok tok
Shei kaget saat diambang kesenangan dan fokus dengan ponselnya, tiba-tiba terdengar suara nenek yang mengetuk pintu kamar tidurnya.
"Shei? Kamu belum tidur?"
"Iyah belum, Omah. Omah kenapa belum tidur?"
"Omah masih nonton sinetron Bismillah Cinta."
"Sinetron apaan?"
"Adalah, kamu mah nggak bakalan tahu."
Shei menanggapi dengan senyuman kakuk.
"Ini." Omah memberikan sejumlah uang. "Cemilan abis tadi sama omah, tolong beliin cemilan lagih yah." Melihat cucunya yang bengong, omah heran. "Shei."
"Hah? Iiyah omah."
"Beliin cemilan di mini market."
"Oh oke. Beli apa aja, Omah?" Shei segera bangkit dari duduknya.
"Apa aja yang penting bisa dimakan sama Omah."
"Cemilan buat Shei?"
"Yah kamu juga beli, uangnya juga cukup."
"Oke makasih, Omah," jawab Shei tersenyum.
Shei bergegas mengambil sweter karena cuaca disini cukup dingin di malam hari. Dia pergi membeli makanan ringan, berjalan menuju mini market di perumahan ini.
Shei berjalan sambil memainkan ponselnya, melihat chat dirinya kepada Lisa belum dibaca ataupun diread. Centangnya pun satu.
"Nggak biasanya Lisa offline, kenapa yah."
Karena bosan, ia membuka Instragram, langsung mendapat update terbaru dari seniornya di sekolah lamanya.
Mood Shei jadi buruk mengingat hal itu.
Shei, yang belum lama ini menjadi murid SMA tengah berada di gudang sekolah Nusantara High School. Ia berdiri seorang diri dengan gugup menghadap kakak-kakak kelasnya.
Shei baru sadar dia telah dijebak untuk datang kemari dengan alasan sahabatnya dikurung di gudang ini. Dan kejadian itu menjadi awal masa-masa SMA nya yang berubah.
Shei terkadang gelisah jika mengingat kejadian itu, dirinya dijebak oleh mereka. Selama satu tahun lebih dirinya bertahan dari orang-orang itu. Namun sekarang dia lebih kesal dengan dirinya yang dikeluarkan oleh sekolah padahal dirinya tidak bersalah.
Shei selesai membeli beberapa makanan dan dia juga membeli yogurt yang langsung dia minum. Dia baru menyadari bahwa dia harus pulang dengan berjalan kaki yang memakan banyak waktu. Angin yang menembus tubuh Shei. Dingin. Sekarang jam 8:31 malam dan Shei masih dekat dengan mini market. Kemungkinan dia akan pulang pukul sembilan. Ia terus berjalan tanpa istirahat, meski langit di atas begitu indah sehingga Shei tidak takut berada di sini sendirian untuk pulang. Selangkah demi selangkah tanpa henti, rumah sudah terlihat. Dia hampir sampai.
"Ayo Shei bentar lagi."
Shei menyemangati dirinya sendiri.
"Aaah!" Saat dia bergumam pada dirinya sendiri, dia tiba-tiba terkejut dengan suara klakson mobil. Dia hampir tertabrak mobil.
Di dalam mobil. "Den, saya urus dulu." Ucap sopir.
Pemuda itu mengangguk.
Pengemudi itu turun dari mobil, meski terlihat sudah tua, namun tubuhnya masih kokoh dan memberikan ekspresi wajah yang membuat Shei takut.
"Mm... m... pak kalau nyetir tuh hati-hati. Gimana kalau tadi saya ketabrak bapak mau tanggung jawab?" lirih Shei mengawali dengan berbicara gugup.
"Maaf, Mbak. Mbak sendiri yang berdiri di tengah jalan."
Shei diam tak berkutik.
Seseorang keluar dari mobil di tempat duduk belakang. Sopir itu menyadari kedatangan tuan mudanya.
"Lo nggak papa?"
"I.. yah nggak papa."
"Gue minta maaf buat lo hampir celaka."
"Nggak papa, ini salah gue juga gue nggak liat jalan."
"Kalau gitu, permisi. Selamat malam."
"Iyah malam."
Shei tersenyum.
Mereka masuk ke mobil lagi, namun tidak lama mobil itu berhenti kembali di depan rumah yang tidak jauh dari rumah neneknya sendiri, hanya saja berbeda belokan. Shei berpikir mungkin pemuda itu tinggal di sana. Terlihat muda tapi cara bicaranya sudah dewasa.
Shei masuk ke dalam rumah. Nenek masih setia duduk manis di depan televisi.
"Kenapa lama? Nggak nyasar, kan?"
"Nggak kok, Omah. Ah iyah omah, mm rumah yang dibelokkan setelah rumah omah itu rumah siapa yah?"
"Rumah yang mana?"
"Rumah yang gede."
"Ah itu rumahnya pejabat."
Shei langsung ber'oh.
"Kenapa emang?"
"Ah nggak kok omah. Kalau gitu Shei ke kamar lagih yah, mau tidur." Shei beranjak. "Omah juga tidur jangan nonton sinetron mulu."
"Bentar lagi beres, udah ini omah tidur."
"Good night omah."
Shei menggeleng kepalanya, tingkah laku neneknya seperti anak muda yang bergadang.
...🌸...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments