Berlanjut...
Shei sudah duduk di samping Rave. Sambil memperhatikan pembelajaran dia mencuri pandang, membuatnya tidak nyaman.
"Apa?"
Shei terperanjat. "Ohh gue... gue,, lo yang waktu itu, kan? Yang bantuin gue dari preman. Bos?"
Rave acuh.
"Hah.... bener itu lo," ucap Shei dengan suara keras.
"Yang dibelakang, ada apa ribut-ribut?"
Shei tersentak, dia terlalu kegirangan sampai-sampai terkena omel pak Satria.
Shei berseri. "Maaf, Pak. Tadi ada semut keinjek sama saya."
HAHAHAHAHAH hahahahahah
"Anak baru gue suka lelucon lo."
Semua orang mentertawakannya.
Shei terdengar menghela nafas. Sebenarnya gue ini siapa?
Shei merasa kehilangan dan kebingungan dengan karakter yang sebenarnya.
Pak Satria hanya menggelengkan kepala dan terus melanjutkan menganjar. Selama masa pembelajaran, Shei masih penasaran dengan sosok di sampingnya ini. Dia terus ingin tahu yang sebenarnya.
"Lo beneran bos kan?" bisik Shei.
Rave merasa tidak nyaman menatapnya terus menerus. Dia balas menatap dengan matanya yang tajam.
"Kalau gue bos, lo mau apa?" ketusnya.
Namun Shei bukannya takut, tapi dia malah terpukau dengan ke kerenannya.
"Kalau lo emang bos yang waktu itu. Gue mau bilang makasih banyak."
"Sama-sama, itu kewajiban gue."
Akhirnya rasa penasaran itu sudah terjawab. Perasaan Shei sedikit lega.
Kayaknya dia bukan anak nakal kayak di sekolahan lama gue.
Dua jam sudah berlalu. Bel istirahat berbunyi. Ketua kelas memberi awalan untuk menyapa dan terima kasih atas pelajarannya.
"Ketua kelas jangan lupa bawa meja dan kursinya," kata Satria. "Ah iyah, ajak juga Shei buat lihat-lihat SMA BAKNUS."
"Baik, Pak."
Setelah itu pak Satria pun pergi.
"Sabar yah, Al. Gue temenin kok," kata Ghesa.
"Ehh Jonathan, mau kemana?" panggil Alya.
"Mau ke kantin, lah."
"Udah dengerkan tadi Pak Satria bilang apa?"
Joy mengundurkan diri jika ketua kelas telah bertindak. Memang dia harus tunduk pada jabatan yang tinggi.
"Yah yahh gue ambil meja sama kursinya, dua kan?"
Alya tersenyum. Joy pun langsung bergegas pergi dengan menggerutu.
Hendak membersihkan buku, dia melihat tulisan di atas meja. PENGHUNI MEJA INI SUDAH MATI.
"Yang nempatin meja ini udah meninggal?"
Rave bangkit dari kursinya. "Orang yang duduk disini udah mati seminggu yang lalu, lo hati-hati dia masih sering gentayangan."
Setelah mengatakan apa yang membuat Shei takut, dia pergi. Shei merinding mendengar itu, dia mungkin duduk di tempat siswa yang telah meninggal.
"Bos mau kemana?" panggil Shei ketakutan. Sebenarnya dia tidak tahu siapa lagi yang harus ia panggil karena yang ia tahu hanya bos.
"Shei, lo kenapa?"
Shei menoleh pada siswi yang memiliki mata sipit, dan manis.
"Emm itu?"
"Lo tahu sebutan Rave darimana?" tanyanya lagi.
"Ohh itu Rave?" Shei menunjuk ke arah meja di sampingnya.
Ghesa angguk. "Pasti lo pernah ditolongin sama dia yah?"
Shei mengangguk. Dia menceritakan saat dia dibantu oleh Rave, dan dia menertawakannya.
"Astaga, perut gue sakit, sampe lo manggil Bos juga. Shei, dia itu namanya Brave, tapi dia sering dipanggil Rave dan di luar sana dia emang bos dari beberapa berandalan di kota Hujan ini."
"Aah jadi gitu..."
Ghesa tersenyum. "Ah iyah gue sampe lupa, nama gue Ghesa."
Shei menerima jabat tangannya sambil tersenyum.
"Alya," panggil Ghesa membuat Shei mengikuti arah pandangnya. "Buruan kita harus ngenalin sekolah ini ke Shei."
Ketika yang dipanggil oleh Ghesa itu mulai berdiri, membalikkan badannya. Sosok yang tidak asing sedari tadi oleh Shei setelah Bos tadi.
"Babu?" kejut Shei.
Mata Alya membulat kejut.
"Babu?" heran Ghesa. "Siapa Babu?"
"Hah? Em..."
"Pergi sekarang," ajak Alya dengan cepat.
"Oh.. oke."
Mereka pun beranjak keluar dari kelas.
Tidak ada yang terlewat dari apa yang disampaikan Ghesa, dia seperti turget Sekolah Bakti Nusa ini yang mengenalkan semuanya, mulai dari sudut gedung sekolah, sejarah sekolah ini hingga hal-hal yang tidak penting.
Namun Shei tidak terlalu fokus mendengarkan Ghesa karena selama ini Alya lah yang membuatnya bingung.
Dia beneran Babu yang gue kenal?
Babu Alya memang terlihat berbeda dengan Ketua Kelas Alya. Yang Shei kenal dulunya rambutnya dikuncir dan berkacamata, kini berambut pendek, bergaya dan tidak berkacamata.
"Shei, nah ini yang penting buat lo karena udah jadi bagian dari Kelas Flower."
...Peraturan Flower Class...
Dilarang Mempermalukan Kelas Flower
Dilarang Saling Mengucilkan Penghuni Kelas Flower dan Harus Selalu Bergandengan Tangan
Dilarang Masuk Keanggotaan Geng Three Zero
"Three Zero? Geng apaan?"
"Adalah nanti gue ceritain."
Mereka memasuki perpustakaan.
"Kalau lo kesini tuh yang kutu buku semua, nah kalau tempat yang pojok sana itu tempat murid yang suka.... pacaran nggak tahu tempat banget sih mereka, astaga." Ghesa melihatnya secara nyata, jengkel sekali.
"Terus tidur, kalau nggak mau diganggu nah kebanyak murid disini suka ke perpustakaan," lanjutnya.
Shei hanya tersenyum angguk.
Kami meninggalkan perpustakaan dan kembali melanjutkan tur sekolah baru Shei. Mereka bercerita dan yang paling penasaran, mereka bercerita tentang siswa di sini. Sekolah ini juga memiliki siswa yang memiliki kelompok yang disebut geng ThreeZ, biang onar, pembawa masalah.
Memikirkannya Shei merasa mual, dia tidak mau terjebak lagi, seperti dulu.
"Lo liat itu?" Ghesa menunjuk sekelompok siswa yang berkumpul.
"Nah itu mereka itu termasuk Geng Three Zero atau ThreeZ. Mereka biang onar, nakutin dan lo jangan berurusan sama mereka-mereka pada, ataupun anggota ThreeZ lain, ngerti."
Shei angguk. Namun ia melihat pada orang yang melewati sekumpulan itu, membuat tertarik Shei. "Kalau itu siapa?"
"Yang mana?"
"Yang baru aja lewat pake jaket."
"Ah kalau itu Kak Fauzan."
"Termasuk onar?"
Ghesa langsung membenarkan. "Kalau lo mau deketin Kak Fauzan, lo bakalan ditendang, susah deketinnya. Kalau mau, lo bisa deketin saudara kembarnya, Fauzi, beda banget deh sifatnya, kalau dia mah ramah."
"Ah punya kembaran."
Gue harus ganti Ketua Kelas Flower. Batin Alya.
Alya kehilangan kata-kata karena yang menceritakan dan memberikan informasi dari sebelumnya adalah Ghesa. Meski dia kegugupan karena Shei, dia berusaha untuk tidak dicurigai, seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
"Nah kal--"
"Giliran," potong Alya. "Disitu ada taman bunga, enak buat duduk santai, terus kalau itu--"
"Disitu pohon keramat," potong Ghesa. Alya menyipitkan matanya kesal. "Pohon Ijo SMA Bakti Nusa."
"Kenapa bisa jadi keramat?"
"Itu pohon umurnya udah puluhan tahun sebelum sekolah kita ini ada. Tapi, katanya, kalau lo ditembak di pohon ijo itu, hubungan lo bakalan kandas, atau pertanyaan cinta sama sekali ditolak."
Shei ber'oh.
"Shei, lo udah tahukan Kelas Flower itu karena penghuni kelas kita itu--"
"Flower sekolah Bakti Nusa," potong Alya.
Alya menyeringai mendapatkan kemenangan.
Ghesa berdeham karena itu. Lalu tiba-tiba saja terlintas dalam pikirannya, Ghesa baru ingat. Telminya muncul.
"Eh, tunggu, sekolah kalian dulu sama-sama dari Nusantara High School," seloroh Ghesa.
Alya terkejut begitu juga dengan Shei.
"Kalian nggak saling kenal? Alya juga murid pindahan, dia baru satu bulan sekolah disini."
Berarti dia.... Batin Shei menatap manik Alya.
Alya semakin gugup, dia berusaha mencari sesuatu untuk mengalihkan pembicaraan. Alya menemukan mangsa.
Seorang siswa dengan seorang guru berdebat dapat dilihat dari atas sini.
"Itu," tunjuk Alya.
Shei dan Ghesa segera mengikuti arah pandangnya.
"Ah Shei, itu yang namanya Ello," sahut Ghesa.
"Ello?"
Alya sedikit bernafas lega, Ghesa memang gampang dialihkan perhatiannya.
...🌸...
...Ello Rayyan Altair...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments