1 bulan berlalu, Shei belum masuk kembali ke sekolah. Karena kejadian tuduhan yang membuat dirinya sampai dikeluarkan dari sekolah dan sampai sekarang Shei tidak mau bersekolah lagi. Shei juga, terus mencari tahu siapa pelaku sebenarnya? Siapa yang telah menjebaknya?
Gadis itu bangun di pagi hari setelah mendengar jam alarmnya. Matanya masih mengantuk saat dia menuruni tangga. Huwaa. Menguap.
"Morning sayang."
"Morning, Pah." Dicium ayahnya lalu berganti ke ibunya. "Morning, Mah."
"Papah sama mamah rapih banget pagi-pagi. Emang mau kemana?"
"Kamu lupa ya sayang. Hari ini mamah sama papah kan mau berangkat ke Australia."
"APA?!"
Terkejutnya.
Gadis itu melihat sekeliling, koper orang tuanya terlihat di depan pintu. Namun ia mencoba menyangkalnya tidak percaya. Mungkin ini masih mimpi, pikirnya. Dia pun bergegas menuju kamarnya. Dan orangtuanya yang duduk di meja makan terheran-heran dengan putrinya itu.
Dia kembali menidurkan tubuhnya di atas kasur, mengangkat selimut ke atasnya. Mata itu kembali terlelap. Namun dirasa ini tidak berhasil, mata itu membuka terkejut. Segera keluar dari dari tempat tidurnya berlari terbirit-birit sambil berterik.
"Mamah..... papah....." Menuruni tangga secepat kilat.
"Shei, kalau di tangga jangan lari-lari," tegur Rosa.
"Pah! Mah! Ini seriusan bukan mimpi?"
"Kamu ini kenapa sih, Shei? Udah bangun masih aja ngelindur," sindir Kevin melihat tingkah putrinya yang aneh di pagi hari.
"Iiiih papah...! Shei lagi mode serius nih," rengek nya.
"Phtt! Mode serius tapi kayak yang lagi ngelawak," ejek Rosa.
Shei mendengus kesal melipat kedua tangannya menatap ke arah kedua orangtuanya. "Mamah sama papah nyebelin."
"Hahaha iyah iyah maaf sayang. Kenapa hem?"
"Hari ini juga berangkat?"
"Iyah."
"Kenapa Shei nggak ikut sama mamah sama papah ke Australia juga? Shei juga kan belum masuk sekolah, mending Shei sekolah disana aja. Yah, pah, mah?"
"Sayang... kan kita udah bahas ini berkali-kali."
"Tapi mah... Shei, Shei." Shei kehabisan kata-kata.
"Selagi mamah sama papah di Australia, kamu kan sama omah."
"Tapi mah Shei udah lama nggak pernah ketemu omah. Nanti kalau omah garang sama Shei gimana? Terus terus omah sering mukulin Shei pake gayung, jadi nenek gayung deh ahh Shei nggak mau!"
"Huss kamu ini nggak boleh gitu, itu omah kamu," tegur Rosa.
"Padahal dulu kamu maunya sama omah terus daripada sama ayah sama mamah," sambung Kevin.
"Itu kan dulu. Sekarang Shei lupa lagi," putus Shei
"Alasan," sindirnya. "Udah ah. Sekarang kamu packing buat besok berangkat ke Bogor. Mamah sama papah juga udah urus buat kamu sekolah disana."
"Mah, Shei nggak mau! Shei nggak mau sekolah disana, ih! Kampung!"
"Kamu nggak tahu aja disana, adem."
"Emang di Jakarta nggak ada kampung? Disini juga ada loh, Shei," imbuh Kevin.
"Beda cerita, Pah."
"Udah nggak usah banyak protes. Kamu bakalan suka sekolah disana, daripada disini sekolah nggak bisa adil, punya temen pada gitu, buat kamu dikeluarin dari sekolah. Apalagi, ternyata kamu anak bandel. Kamu mau jadi anak durhaka sama mamah sama papah?"
Shei diam.
"Turutin kata mamah. Kamu udah salah pergaulan, ini juga salah kamu sendiri."
"Iyah, Pah."
Shei tidak bisa berkutik.
Hufh...
Kalah lagi.
Shei tidak bisa melawan mereka. Karena topik ini sudah dibahas berkali-kali olehnya.
Dia memikirkan nasibnya nanti setelah tinggal bersama nenek. Apa neneknya akan tetap baik seperti dulu ataukah sudah berubah. Shei takut neneknya berubah jadi nenek gayung. Dia terbawa dengan cerita horor yang ia baca semalam.
...•••...
Terlihat gadis muda sambil membawa koper di stasiun kereta api. Ia kebingungan harus pergi kemana, karena ini kali pertamanya ia kesini dengan menaiki transportasi kareta api dan ia pun harus pergi kesini sendirian tanpa ditemani kedua orangtuanya ataupun supirnya.
Ini hukuman dari mamah Rosa dan papah Kevin. Kesal dalam pikirannya. Ia mengambil kertas dalam saku bajunya, melihat alamat yang akan dituju sambil berjalan keluar dari stasiun.
Gadis itu bernama Sheila On Seven. Persis kayak nama band kan. Krik krik krik. Canda deng. Nama aslinya adalah Sheila Gouverneur, tapi ia selalu dipanggil Shei, umur 17 tahun, dan masih bersekolah. Ia anak tunggal dan orang tuanya sering meninggalkannya karena pekerjaan, mereka sibuk. Namun dia harus memahami mereka, mereka bekerja untuknya juga. Meski ia kesepian, ia selalu berdoa agar Tuhan memberikan yang terbaik untuk keluarganya.
"Duhh naek apa yah kesana? Mana gue tahu lagi ini dimana?"
"Ehh eneng bade kamana?"
Tiba-tiba saja ada dua orang pria yang terlihat sangar mendekatinya. Sheila merasa tidak ada yang beres dengan pria-pria ini.
"Iyah neng mau kemana? Biar sama akang-akang anu karasep ieu dibantu," sambung pria satunya.
"Lo ngilang kemana? Padahal lo udah janji nemenin gue ziarah." Seorang gadis bertopi melewati Shei sambil berteleponan dan gadis itu menatap Shei. Ketika Shei ingin meminta bantuan, gadis itu sudah terlalu jauh di depannya.
"Neng kok diem-diem aeeee awww?"
Mereka mencuri pandang ke tas yang Shei bawa.
Bener nih mereka preman. Gue harus kabur. 1 .. 2 ..
"Kabur...!!!!"
Berlari dengan kesusahan sambil membawa kopernya.
"Oy! Neng tong kabur atuh...!"
"Udag udag udag!"
Sheila berencana kabur karena merasa asing dengan kedua pria tersebut. Dia lari secepat mungkin tapi mereka mengejarnya sambil melihat sekeliling agar tidak terlalu mencolok. Tanpa mengetahui arah jalan Sheila berakhir di jalan buntu yang mengharuskannya terjebak disini. BODOH. Saat hendak berbalik arah, mereka sudah berada di belakangnya.
TOLONG!!!
"Hayoh teu bisa kabur deui."
"Mau kemana hah?"
"Hahahaha...."
"Mas jangan ambil barang-barang saya yah? Please! Saya nggak punya barang-barang berharga, kok. Suer!" Shei berusaha mengelabuinya.
Mereka saling tatap dan menahan tawa. "Phht BHWAAA HHAHAHAH...."
"Nggak punya barang berharga? Alahh neng teu keudah bohong, tinggali atuh baju eneng, celana eneng, tas na, cincinna aralus."
Shei langsung melihat pakaian yang dikenakannya. Memang Shei terlalu mencolok dengan pakaian yang dikenakannya, terlihat modis.
"Heem pada bagus. Neng pasti orang kayak monyet ya," sambung yang satunya.
"Orang kaya tolol!"
"Oh hahah heeh heeh orang kaya masksudna."
"Orang Jakarta nya?"
Sheila tidak mau menjawabnya.
"Kalau gitu, saya teriak yah mas?"
"Jangan dong! PEELIS!" Pria itu memohon untuk tidak berteriak namun pria yang satu lagi memukulnya.
"Oy! Ari maneh! Tong sieun, preman lain sih?"
"Kenapa jadi mereka yang berantem?" Shei membisik sendiri.
......................
Gadis bertopi tadi masih asik menelpon dengan seseorang, tapi kenyataannya dia sedang memarahi orang dibalik telepon tersebut.
"Lo kenapa nggak bilang ikut lomba?" decitnya.
"Ih!"
Kekesalannya itu menjadi hiburan ketika orang di balik itu merasa sedih karena.
"Hahaha makanya kalau mau lomba tuh minta restu dari orangtua, dan gue, liat kan lo nggak menang juara satu," ejeknya.
Dirasa ada yang aneh, dia kembali berjalan mundur melihat pada gang yang buntu. Ada seorang gadis yang sepertinya seumuran dengan dirinya akan dijambret.
......................
Ketika dua preman itu tengah berdiskusi. Larat. Bertengkar. Shei mencari celah untuk kabur.
"Hayoh! Mau kemana?"
Shei ketahuan.
"TOLONG......! Ada jambret...! Tolong!"
"Yah si Eneng mah kalakah teriak," paniknya. "Burukeun bawa-bawa barang na!"
"Jangan diambil! Ih!"
"Lepasin!"
"Si eneng tanaga na meuni kuat."
Ketika barang milik Sheila hendak dicuri dan dia harus mempertahankan barang miliknya, tiba-tiba seseorang datang dan berbicara.
"Ehekm!" Suara batukan membuat keributan itu terhenti. Gadis itu membuat preman tersebut langsung kaget.
Sheila terkesima dengan sosok gadis itu. Mungkin usianya tidak jauh dari umur Sheila dia terlihat muda, cantik dan tinggi.
Ouh. Gadis itu bukannya... gadis bertopi tadi.
Para preman yang hendak merebut barang-barangnya tadi, mereka tampak ketakutan dan gugup setelah kedatangan sosok gadis bertopi ini.
Dia memukul kepala preman itu satu per satu.
"Aww sakit sakit! Ampun!"
"Kalian masih mau ngejambret lagi hah?"
"Engga bos engga."
Wuoawww bos katanya?
Sheila terdiam seperti batu melihat preman itu menyerah kepada sosok gadis bertopi itu.
"Ini ketiga kalinya kalian kepergok."
"Maaf bos jangan dilaporin yah?"
Preman itu kembali menatap Sheila. "Nih neng akang kembaliin tasnya."
"Yang akang juga. Ambil lagi neng, maaf."
"Jangan lagi-lagi yah mas," pesan Shei dengan tegasnya.
Preman itu masih diam berpikir keras.
"Denger nggak?" Suara gadis bertopi itu terdengar lagi.
"Denger kok denger bos," jawabnya. "Sekali lagi akang minta.... " Mereka kabur terbirit-birit. "MAAF NENG BOSS."
Menghela nafas lega.
"Lo nggak papa?" tanyanya. "Barang-barang lo udah semua dikembaliin?"
"Udah kok udah," jawab Shei tersenyum.
"Em lo mau kemana?"
"Mau ke-" Seketika panik. "Kertas gue." Dia mencari kertas dengan alamat di sakunya.
"Lo nyari apaan?"
"Kertas. Alamatnya. Duh! Kayanya jatuh di jalan waktu dikejar preman tadi."
"Lo nyatet selain di kertas nggak?
Shei berbinar-binar, dia sudah mengingatkannya. Segera Shei melihat ponselnya. "Syukur deh ada."
"Jadi?"
"Gue mau ke alamat ini." Shei memperlihatkan alamat rumah neneknya.
"Ohh lo ikut gue," pintanya. Dia hanya membalikkan tubuhnya lalu pergi tanpa menunggu Shei berbicara.
Shei sedikit ragu karena dia takut seperti tadi karena gadis ini disebut bos oleh preman. Tapi anehnya dia masih mengikutinya.
TIN...!
"Aaaa!"
Sheila terkejut.
Karena terlalu banyak berpikir membuat dia melamun, dia hampir berjalan ke jalan, jalan untuk kendaraan. Beruntung bos ini membantunya lagi.
"Hampir aja," ucapnya lalu menatap Shei dengen cemas. "Jangan ngelamun."
"Iiyah makasih."
Shei tersenyum kikuk.
Sebuah mobil berwarna putih biru tiba di dapan kami. Bhim bhim! Pengemudi itu tersenyum.
"Lo ikut sama paman ini, beliau tahu alamat yang lo tuju."
Shei terdiam ragu.
"Mbak percaya aja," sahut pengemudi itu. "Nggak liat nih ini mobil apa?"
Mata Shei langsung mengeceknya. Tertegun.
"Hehe mobil polisi, kan? Bapak ini polisi."
Shei lagi-lagi terkesima dengan gadis bertopi ini. Berani dengan preman-preman, dipanggil bos, dan sekarang kenalannya juga polisi.
"Yaudah pak saya ikut bapak. Tapi bapak bener kan polisi?"
"Hahah iyah mbak beneran."
Shei angguk lalu memasuki mobil polisi itu. "Bos makasih yah."
Pak polisi itu tertawa mendengar Shei memanggil gadis bertopi dengan bos. "Bos pergi dulu, dahh," ejeknya. Dia menatapnya malas.
Cuaca yang begitu menyejukkan yang tidak akan pernah ditemukan di ibu kota. Ada kenyamanan yang Shei rasakan meski dia hampir kehilangan barang-barangnya tadi.
Rumah minimalis dipenuhi oleh tanaman cantik. Hah... sudah lama ia tidak mengunjungi rumah neneknya.
"Pak makasih udah nganterin saya."
"Siap sama-sama mbak. Lain kali hati-hati kalau jalan sendirian, jangan pake baju yang terlalu mewah, di sini banyak preman, copet."
Shei mengangguk senyum.
Bhim. Pamitnya.
Akhirnya Shei sampai di rumah omah, dan omah lupa akan kehadiran cucunya yang akan datang.
Omah... Omah..
Sheila pasrah.
...🌸...
...Sheila Gouverneur...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
aku mampir thor...
salam dari "struggle of love" karya lasta...
saling mendukung lebih baik 🤗🤗
semangat berkarya thor 💪
2021-08-09
2