Mayang kecil diasuh oleh Bibi tua yang dibayar Papanya untuk mengasuh. Ia disuapi, dibacakan dongeng, ditenangkan saat menangis. Papanya pulang seminggu sekali. Masa kecilnya dihabiskan di Jerman, tempat Papanya bekerja. Papanya hanya sibuk bekerja dan bekerja. Ia juga dingin. Bahkan tak pernah memeluknya, menciumnya, mengajaknya bermain.
Sampai ia umur 5. Ia paham dan itu sedikit melukai ingatannya kini. Papanya membencinya. Setidaknya itu yang ia ingat. Kehilangan Mama membuatnya hilang akal. Mamanya meninggal saat melahirkannya. Perempuan yang dicintainya. Ia menyalahkan Mayang. Bayi yang bahkan tak tau apa-apa. Ia lampiaskan kehampaan hatinya dengan bekerja. Mayang kecil tak kurang sandang dan pangan. Semuanya terpenuhi, tapi tidak dengan kasih sayang. Dalam ingatannya itu ia paham. Papa memang salah. Tapi dia tahu cara menebusnya. Tapi dia menyesal. Tapi terkadang memori itu datang dan mengusiknya.
Di umur Mayang yang ke 5, Bibi Emily meninggal dunia. Perempuan itu yang mengajarinya baca tulis, mengajarinya berenang, bersepeda, naik kuda, juga mengajarinya bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Mendiang suaminya orang Indonesia, salah satu anak buah Papanya.
Mayang kecil takut pada Papanya. Sentuhan hangat tak pernah dia dapatkan.
Sore itu sepeninggal Bibi Emily, ia merangkul boneka beruang kesayangannya di sudut sofa, tak berani mendekati Papanya. Sudah seminggu Papanya tidak bekerja. Mayang anak yang mandiri. Ia bisa makan sendiri, memakai bajunya sendiri, mandi sendiri. Papanya cuma membantu melakuakan semuanya tanpa bersusah payah.
Tapi yang Papanya lakukan setiap sore adalah menangis. Membaca buku di genggamannya lalu menangis. Membenamkan kepalanya dalam tangis yang dalam. Lalu meminta Mayang mendekat, menangislah ia sesudahnya. Mayang kecil canggung, ia sayang Papanya, juga khawatir. Ia suka dipeluk. Papanya selalu tertidur setelahnya, tak lupa ia ambilkan selimut untuk menghangatkannya.
Di pekan kedua, Papanya mengajaknya keluar rumah. Untuk pertama kalinya digandengnya tangan mungil itu. Mayang kecil mendongak memandangi pria itu, seolah tak percaya. Tapi senyum kecil tersungging di wajahnya.
Ia dibelikan eskrim. Diajak ke taman, didorongnya ayunan itu sambil dielus kepalanya. Mayang tersenyum sepanjang sore, bukan karena eskrim, tapi karena Papanya.
Mereka terduduk di kursi. Papanya berlutut di depannya, membenarkan tali sepatunya.
"Mayang bisa sendiri, Pa," Mayang tersenyum manis.
Pria itu menangis hingga terguncang-guncang pundaknya. Putri mungilnya. Bahkan tak pernah ia memakaikan sepatu putrinya. Rasa bersalah menyergap dadanya. Ia tahu, selama ini dendamnya telah melukai putrinya secara tidak langsung. Kehilangan istrinya membuat hatinya tertutup. Ia menyesal.
Diserahkannya buku diary itu, yang dibacanya setiap sore sepekan terakhir ini. Setelah sekian lama benda itu ia sembunyikan di kotak bersama foto-foto pernikahannya, juga barang-barang kesayangan istrinya.
"Mayang bisa membaca?"
Gadis itu mengangguk pelan. Raut mukanya kebingungan melihat Papanya menangis sedemikian hebat. Dipandanginya buku bersampul cantik berwarna cokelat itu di tangan mungilnya.
"Mulai sekarang, ini milik Mayang. Ini buku Mama."
Mayang tertidur di gendongan Papanya saat perjalanan pulang. Bahagianya hari ini. Sekaligus rasa heran akan sikap Papanya. Tapi ia suka. Selama ini itu yang dia cemburu diam-diam dari teman sebayanya yang mendapat kasih sayang begitu hebatnya dari Ayahnya.
Hari-hari selanjutnya sikap dingin itu menghilang. Rumah itu menjadi hangat. Mayang kecil berani mendekati Papanya. Tak canggung lagi saat dipeluk, hingga tertidur di pangkuan Papanya.
Papanya mengajaknya untuk melihat sebuah kotak. Yang nampaknya belum lama dibersihkan Papanya dari debu dan kotoran. Di dalamnya ia melihat banyak sekali foto Mamanya. Foto Mamanya kecil, foto saat wisuda, foto bersama Papanya, foto pernikahan dan foto saat perut Mamanya membesar. Ia terlihat bahagia memegangi perutnya.
Mayang tau di dalam perut itu ada bayi. Mama temannya hamil, ia tahu setelah perut itu mengecil, Michael punya adik bayi. Papanya bilang ada Mayang di perut Mama.
Papanya selalu menceritakan apa yang disukai Mamanya. Makanan favoritnya, musik kesukaannya, semua tentang Mamanya.
Bulan berikutnya dia berada di sebuah pesawat. Papanya menggenggam tangannya erat. Papanya bilang mereka akan pindah ke Jakarta. Tempat dimana orang-orang dan temsn-temannya di sekolah nanti anak berbicara Bahasa Indonesia. Mayang mengangguk, kemanapun itu, dia suka selama ada Papanya. Papanya bilang mereka akan bertemu setiap hari. Papa akan bekerja hingga sore. Ia akan diantar dan dijemput sepulang sekolah oleh Papanya. Hati Mayang berbunga-bunga.
***
Pukul satu. Papa Mayang pulang ke rumah. Di ruang TV, Jalu tertidur diselimuti kain Ibunya. Mbok Jum pamit pulang. Ia menolak ditawari tidur di kamar tamu, merasa sungkan. Setelah dipaksa dan diyakinkan akhirnya dia mau sambil berulang mengucapkan terimakasih.
Papa Mayang membuka perlahan pintu kamar anak gadisnya. Ia tersenyum, putrinya tertidur pulas. Tapi senyumnya berubah menjadi pilu. Penyesalannya datang lagi. Gadis itu tertidur sembari mendekap buku diary Keiko, mendiang istrinya. Dibukanya halaman terakhir yang putrinya baca. Bekas basahan air mata. Ia tertunduk menahan tangis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Eti Alifa
part ini banjir air mata...kasihan mayang kecil😭
2021-10-18
1
Masniah
aku suka novel ini...
2021-10-16
1
💜 Cindy Cantik 💜
perfect thor 😍
2021-10-15
1