Lalu tiba-tiba Dion menawarkan pelayan tersebut untuk makan bersama. Tentu saja ucapanya membuat semua orang yang ada di situ.
"Tu-tuan sa-saya tidak akan lancang, bagaimana mungkin saya melakukan hal yang tidak sopan begitu." ucap pelayan yang diajak makan bersama dengan gugup.
"Aha, itu dia. Dia tampak gugup. Jadi dugaanku benar, ada sesuatu yang ia sembunyikan." batin Dion dengan bangga pada dirinya sendiri.
"Kenapa bibi? Bukankah aku sendiri yang menawarkan untuk makan bersama. Lalu apa masalahnya, dan di mana letak ketidak sopanannya? Atau apakah ada sesuatu di makanan ini yang membuat bibi jadi enggan untuk makan bersama kami?" ucap Dion dengan nada datar.
Dion merasa sangat yakin kalau pelayan yang dia ajak makan bersama bersalah. Jadi dia terus saja memancingnya agar masuk jebakannya. Rasanya senang senang sekali bisa membongkar kedok pelayan tersebut. Begitulah yang dipikirkan oleh Dion.
Tentu saja pelayan itu kebingungan. Sudah puluhan tahun ia bekerja sebagai pelayan di rumah itu. Tidak pernah sekali pun ia mencoba untuk berpikir melakukan hal itu. Tapi bagi Dion sikap pelayan itu justru memperkuat rasa yakin kalau yang ia dan istrinya alami adalah perbuatan pelayan itu.
"Iya bibi ayo kita makan bersama saja." ujar Lina yang tidak mengerti tujuan suaminya mengajak pelayan itu makan bersama.
Lina ternyata tidak keberatan sama sekali, justru ia menyambut gembira akan ide suaminya tersebut. Pelayan-pelayan yang ada di situ pun memandangi pelayan yang diajak makan bersama. Sementara pelayan yang diajak makan bersama cuma menunduk menatap kedua telapak kakinya sambil menggaitkan kesepuluh jari tangannya, dibawah pusarnya.
"Tuan biarlah kami nanti makan bersama dengan Bibi Kinan. Maaf kalau saya lancang, tapi tugas kami melayani tuan saat tuan sedang makan. Bukan justru ikut makan bersama di atas satu meja makan." ucap Ros kepala pelayan dengan sopan.
Ros merasa ia harus menghentikan situasi itu. Karena jika sampai itu terjadi maka akan ada rasa iri bagi pelayan yang lain. Tidak tau apa yang akan terjadi pada Bibi Kinan jika sampai ia ikut makan bersama. Mungkin nanti pelayan yang lain akan diam-diam mencibirnya, atau mereka akan menggosipkan Bibi Kinan sebagai penjilat.
Bibi Kinan atau pelayan yang diajak makan bersama mengangkat kepalanya dan menatap Ros. Ada muncul rasa lega pada raut wajahnya yang tadi cemas. Ros hanya berpura-pura tidak melihat. Tapi Dion melihatnya, dan itu membuat Dion makin curiga. Hanya saja Dion tidak bisa memaksanya lagi. Ia ingat kalau Ros adalah kepala pelayan yang tegas. Jadi Dion menyerah kali ini.
Dion berharap mereka akan baik-baik saja setelah ini. Tapi kalau tidak ia akan membongkar kelakuam Bibi Kinan, meski dengan cara tidak sopan sekali pun pikirnya. Lalu ia mencoba melanjutkan makannya. Ia tidak berselera jadinya. Maka ia pun dengan cepat menyelesaikan makannya.
"Sayang, kok makanannya tidak dihabisin, nanti makanannya nangisloh." ucap istrinya meniru kalimat yang sering ia dengar saat masih kecil.
Lina yang dibesarkan di panti asuhan sangat tau rasanya harus mengalah ketika makanan tidak cukup untuk penghuni panti. Beruntung pemilik panti asuhan orang yang baik jadi mereka sama sekali tidak pernah mendapatkan perlakuan buruk. Tapi justru mereka sangat di sayang. Pemilik panti selalu melakukan apa saja untuk memenuhi kebutuhan anak-anak panti.
Tiba-tiba Lina teringat pada ibu pantinya. Lina kerap mengirim belanja bulanan ke panti asuhan tersebut. Uang yang Dion berikan padanya tidak ia gunakan untuk berpoya-poya. Tapi uang itu ia gunakan untuk membalas kebaikan ibu panti asuhan yang merawatnya sejak kecil. Wanita itu sudah Lina anggap seperti ibu kandungnya sendiri.
Sementara Dion yang ditegur istrinya karena tidak menghabiskan makanannya tampak seperti anak kecil yang ditegur ibunya. Dengan terpaksa ia menghabiskan makanan yang ada di piringnya. Sambil ia merasa-rasakan gejala aneh yang akan timbul. Tapi sampai Lina selesai makan dan sampai beberapa lama pun ia tidak merasakan gejala yang aneh.
Selesai makan Lina dan Dion pergi ke ruang tamu. Lina lalu memasang televisi dan milih siaran sinetron kesukaannya. Sudah menjadi kebiasaanya dari kecil menonton sinetron. Kebiasaan yang ia dapat saat di panti asuhan. Jika ibu panti sudah memasang televisi sudah pasti ia akan menonton sinetron. Dan dengan begitu anak-anak yang lain pun akan ikut menonton.
Walau saat kecil mereka tidak begitu mengerti isi cerita yang disajikan setidaknya mereka melihat ada orang yang lebih menderita dari mereka. Mereka yang tidak mengenal orang tua kandung mereka kadang merasa bersyukur. Saat melihat seorang anak yang dianiaya oleh ibu kandungnya sendiri atau pun ayahnya.
Sesuatu yang membuat mereka sadar kalau keluarga tidak hanya berdasarkan pertalian darah. Meski berbeda golongan darah dan tanpa adanya persamaan DNA sedikit pun mereka sudah seperti saudara kandung.
Saat asik membaca Lina dengan pelan merangkul tangan Dion. Dion menatap Lina dan tau kalau ia ingin mengatakan sesuatu. Ia menunggu kalimat apa yang akan Lina katakan. Apakah reaksi dari manakan yang mereka makan sudah mulai muncul? Dion memperhatikan Lina dengan seksama. Ia mulai cemas.
"Sayang, kita sudah lama tidak ke panti asuhan," ucap Lina dengan lembut.
Mendengar ucapan istrinya tanpa sadar Dion menghembuskan napasnya dengan kasar. Dia merasa lega, tadinya ia pikir Lina merasakan sesuatu. Tapi melihat Dion yang menghembuskan napas dengan kasar membuat Lina berpikir lain.
"Sayang, apa...kau kesal? Kalau kau sibuk aku tidak akan memaksa kok. Kita tidak harus pergi bersama." kata Lina dengan cepat.
Dion menatap istrinya lebih dalam, raut wajahnya yang bingung membuat Lina lagi-lagi salah paham.
"Ahk bukan begitu, maksudku jika kau tidak mengijinkanku ke sana, aku juga tidak akan pergi, sungguh." kata Lina mengigit bibir bawahnya.
"Apa yang kau bicarakan? Tentu saja aku tidak keberatan." kata Dion kemudian setelah melihat ada raut sedih terukir di wajah istrinya.
Mendengar ucapan Dion seketika wajah Lina jadi ceria kembali. Tidak tampak bekas ketakutan yang tergambar pagi tadi. Dion pun merasa lega, melihat istrinya baik-baik saja.
"Jadi," kata Lina tertahan.
"Jadi apa?" tanya Dion.
"Kapan aku boleh ke sana?" tanya Lina.
Dion mengangkat alis kirinya.
"Kau mau pergi sendiri saja?" tanya Dion.
"Aku rasa pekerjaanmu di kantor sudah sangat sibuk, jadi sebaiknya biar aku saja yang pergi."
"Hei, aku ini 'Boss' dan kapan pun bisa libur sesuka hatiku." kata Dion dengan lagak angkuh.
Lina tersenyum menatap tingkah suaminya, ia merasa lega karena suaminya tidak pernah memandang rendah dirinya yang hanya seorang anak yatim-piatu. Alangkah banyak hal yang ia syukuri menjadi istri dari suaminya. Seketika ia teringat ucapan wanita di tempat wisata.
"Kenapa wanita itu berkata begitu?" gumamnya dalam hati. Lalu memeluk erat suaminya.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 256 Episodes
Comments
Anezaki Igarashi Ricky ⍣⃝కꫝ 🎸
karena cinta itu buta
2022-05-14
0
🎯™ Zie ⍣⃝కꫝ 🎸
iishh dion harusnya bibi kinan d ajak ngbrol karena dia tau yg d lakukan vivian klo masih penasaran sama obat herbal itu karena bibi kiran setia loh 😊
2022-03-22
1
Beast Writer
ngantuk baca jam segini
2022-03-19
0