Dion pun memakai pakaian yang sudah dipersiapkan oleh Lina. Sambil berusaha menghapus pikiran liarnya. Dan sesekali ia menatap istrinya yang masih sibuk mengambil beberapa helai pakaian dari lemari.
Saat menatap istrinya Dion teringat ucapan kakeknya, tentang nama untuk anak mereka kelak. Dion tersenyum merasa lucu saat membayangkannya.
"Sepertinya kakek sudah lama mempersiapkan nama untuk cicitnya. Seolah beliau berpikir sekalipun tidak sempat melihat cicitnya dia sudah memberikan nama untuk mereka," gumam Dion yang tidak terdengar dengan jelas oleh Lina.
Seketika ia pun teringat tentang peti di ruang rahasia. Semakin dipikirkan Dion semakin pusing, tanpa sadar dia memijat dahinya yang berkerut. Dan tanpa ia sadari juga, kalau istrinya ternyata memperhatikan dari tadi.
"Ada apa sayang? Apa yang kamu pikirkan?" tanya Lina sambil memiringkan kepalanya 45 derajat.
Dion memandang istrinya sekilas lalu dengan cepat mengubah raut wajahnya. Dan menarik napas dalam-dalam dan menghembuskan dengan perlahan-lahan untuk menyembunyikan kegalauannya. Lalu ia tersenyum.
"Ahh tidak apa, aku hanya memikirkan bulan madu kita yang tertunda," jawab Dion berbohong.
Tidak ada yang terpikir oleh Dion alasan yang tepat untuk menjawab istrinya. Jadi ia menjawab sekenanya saja. Kalau istrinya tidak percaya, ia akan memikirkan lagi alasan yang lainnya. Karena yang terpenting sekarang hanyalah menjawab dengan cepat.
"Hemmm dan itu membuatmu jadi pusing sampai seperti itu?" tanya Lina lagi sambil mendekat.
Lina terkekeh mendengar jawaban Dion. Apakah Lina percaya begitu saja dengan jawaban Dion atau tidak, setidaknya itu bisa mencairkan suasana.
"Kalau soal itu aku selalu siap sayang, lahir dan batin," ujar Lina lagi menepuk dadanya dengan pelan.
Dion jadi salah tingkah, menyadari jawaban konyolnya yang terdengar sedikit aneh bahkan baginya sendiri. Lalu dia memandang Lina yang berjarak selangkah darinya dan hendak memeluknya, tapi Lina menolak. Lina mundur dengan cepat saat suaminya mendekat.
"Jangan kamu sudah mandi. Sedangkan aku masih berkeringat dan bau bumbu dapur," tutur Lina, sambil mengarahkan kedua tangannya dengan posisi telapak tangan terbuka seperti sedang mendorong sesuatu.
"Tidak apa, bukankah tadi kamu bilang kalau, kamu siap kapan saja lahir dan batin," ujar Dion.
"Huh dasar! Aku mandi dulu habis itu baru kita bicara lagi!" ucap Lina dan dengan cepat kabur ke kamar mandi.
Setelah Lina selesai mandi, terlihat olehnya kalau suaminya melamun. Dion duduk di kursi dekat jendela kamar sambil menatap ke luar. Lina datang mendekat dengan memakai baju mandinya.
*Cup!
Lina mengecup pipi Dion, Dion yang melamun terkejut karena tiba-tiba mendapat sebuah kecupan di pipinya. Lalu Dion tersenyum.
"Rindu pada kakek ya?" tanya Lina kuatir.
"Ah tidak, aku cuma mikirin tempat yang pas untuk kita berdua bulan madu nanti," ucap Dion berbohong lagi.
"Oh,"
Mendengar ucapan singkat istrinya Dion sadar kalau dia ketahuan sedang berbohong.
"Iya maaf sayang, aku memang masih rindu pada kakek," ucap Dion mengakui kebohongannya.
"Sabar ya sayang, bulan madunya ditunda saja dulu," kata Lina.
"Ah tidak, bukan itu masalahnya. Aku akan segera mencari tempat yang cocok," ucap Dion dan dipotong oleh Lina.
"Hei...bukankah kita ada tiket bulan madu sebagai hadiah pernikahan," ucap Lina.
Sambil berpikir dan mengingat-ingat seseorang yang memberikan tiket itu. Tiket itu diberikan oleh salah satu teman Dion. Di hari pernikahan Dion sempat memperkenalkannya pada Lina.
Lina pun mengingat kalau orang itu bekerja di salah satu perusahaan Dion. Tapi Lina tidak bisa mengingat nama orang tersebut. Dia hanya ingat kalau orang yang memberikannya tiket bulan madu adalah orang yang mengantarkan berkas untuk ditanda tangani oleh Dion.
"Oh iya hampir saja lupa," ucap Dion lalu mencari tiket yang dimaksud di laci meja kamar.
Tidak sulit menemukan tiket tersebut karena tidak terletak tersembunyi. Hanya saja laci penyimpanannya selalu dikunci, karena itu laci penyimpanan khusus untuk barang penting. Tujuannya agar mudah ditemukan tetapi juga aman. Walau pun selama ini belum ada sejarahnya, seorang pelayan mencuri di rumah Sean tersebut.
"Ah... ini dia... tiketnya... tapi, apa ini masih berlaku?" tanya Dion pada Lina.
Lina hanya mengangkat bahu dan alisnya bersamaan. Lalu mereka mengecek tiket tersebut dan ternyata hari ini adalah hari keberangkatannya. Dion dan Lina memandang satu sama lain. Dan mereka berpikir sejenak.
"Apa kita masih bisa pergi?" tanya Lina kebingungan.
Dion tampak berpikir sejenak lalu tersenyum.
"Tentu saja masih bisa, kita masih punya waktu, ayo kita berangkat!" ucap Dion dengan yakin dan penuh semangat.
"Apa, sekarang?!" tanya Lina gelagapan.
Lina membelalakkan matanya seakan tidak percaya pada ucapan Dion.
"Jika pergi sekarang, bukankah itu terlalu tiba-tiba. Dan kita belum mengemas apa pun. Lalu bagaimana dengan perusahaanmu sayang?" tanya Lina.
"Kalau tidak pergi sekarang, maka tiket itu akan terbuang percuma. Dan masalah perusahaan aku akan menghubungi seseorang yang bisa diandalkan. Nah ada masalah apa lagi sekarang?" tanya Dion masih dengan penuh semangat.
"Tapi kita belum ada persiapan," ucap Lina sedikit ragu.
"Katanya selalu siap, atau... aku salah dengar?" tanya Dion pada Lina, mengulang ucapan Lina.
"Heiii dasar mesum, bukan itu yang aku maksud tapi perlengkapan," ucap Lina sedikit menekan intonasinya.
"Perlengkapan apa lagi? Kitakan tidak perlu menunda anak? Kalau kamu langsung hamil bukankah itu hal yang bagus," ucap Dion dengan santainya.
Dion yang sedang tidak fokus masih belum mengerti dengan maksud dari ucapan istrinya. Mendengar ucapan suaminya, Lina membelalakkan matanya dan geleng-geleng kepala. Jadi ia pun mengikuti alur pikiran suaminya saat itu juga.
"Ohh hanya itu yang ada di pikiranmu? Jadi kamu mau aku pergi dengan baju mandi ini? Ohh, baiklah ayo kita berangkat,'' ucap Lina dengan mantap.
Lina pun bergegas menuju ke luar kamar. Dan hal itu membuat Dion melongo.
"Apa ada yang salah dengan istriku," pikirnya.
Ia masih belum menyadari maksud tindakan istrinya. Lalu ia memutar bola matanya 360 derajat. Tapi Lina kemudian berhenti berjalan, setelah melihat suaminya tidak membuntutinya. Kemudian ia berpaling dan berkacak pinggang.
"Ayo kita berangkat, tunggu apalagi?" tanya Lina.
Dengan wajah santai ia menunggu reaksi suaminya. Suaminya masih bingung. Ia belum tahu apa yang salah dengan situasi mereka saat ini. Sejenak ia diam memperhatikan istrinya dan berpikir.
"Tunggu, sepertinya ada yang salah," kata Dion sambil menatap Lina.
"Kau yakin akan pergi seperti itu? Heii itu tidak lucu," ucap Dion kemudian dan berdiri sambil berkacak pinggang.
"Iya, memang tidak lucu, aku juga tidak sedang melawak," kata Lina sambil melipat tangannya.
Lina tidak mau kalah. Dion bengong lagi, mencoba menerka maksud perkataan istrinya. Masih saja ia belum paham. Pikirannya masih kosong.
"Heii kenapa bengong, kita jadi pergi tidak bulan madunya?" tanya Lina lagi untuk memastikan ucapan suaminya.
Sebenarnya Lina hanya bermaksud menggoda suaminya yang kebingungan. Sambil senyum-seyum ia mengerjai suaminya. Tapi suaminya masih belum sadar juga.
"Tentu saja jadi, tapi setidaknya pakailah pakaian yang pantas," ucap Dion kemudian setelah melihat ada yang janggal.
Tidak mungkin kalau istrinya pergi seperti itu. Dan kini Lina balik menegur suaminya juga.
"Oh lalu kau sendiri bagaimana?" tanya Lina.
"Heii ada apa denganmu, kenapa kau jadi aneh begini?" tanya Dion.
Dion merasa tidak melakukan hal yang salah. Bukankah hal yang wajar melarang istrinya pergi ke luar kamar dengan baju mandi. Apalagi kalau sampai keluar rumah.
"Bukan aku yang aneh sayang, yang aneh itu justru kamu. Kamu tidak mengerti semua yang aku katakan dari tadi, iya kan?" ucap Lina.
"Aku bilang tentang persiapan saat bulan madu, yang aku maksud itu seperti pakaian dan barang apa saja yang akan kita bawa. Bukankah kita belum mempersiapkan apapun. Tapi dari tadi pikiranmu mesum melulu," lanjutnya lagi sambil berkacak pinggang.
Lina pun akhirnya memberi kuliah malam pada suaminya saat itu juga. Dan hal itu membuat Dion merasa geli.
"Ohh ya ampun aku tidak fokus," kata Dion sambil menepuk jidatnya. Ia pun tertawa mengingat kebodohannya.
"Pantas saja dari tadi seperti ada yang salah," pikirnya.
"Hehh, ya ampun, baru sadar, jadi bagaimana?" tanya Lina yang masih menunggu keputusan Dion.
Lina kembali masuk ke kamar.
"Bagaimana bisa ia tidak mengerti hal sederhana ini, sementara perusahaan besar saja bisa dia jalankan?" batin Lina.
"Kita tetap jadi pergi, tidak usah persiapkan apa pun. Jadi kita akan beli segala perlengkapan di sana nanti, dengan begitu kita tidak perlu repot-repot berkemas, atau pun mengepak barang-barang," kata Dion.
"Cukup bawa yang penting saja. Seperti sepasang pakaian ganti untuk dipakai saat berbelanja di sana nanti," saran Dion.
Dengan mantap dan tegas Dion memberikan solusi. Dan situasi kembali menjadi kondusif.
"Ohh ok," kata Lina dengan senyum yang menghiasi wajah cantiknya.
Ia akhirnya lega. Pemikiran mereka sudah tidak bersebrangan lagi. Tapi ia hanya senyum-senyum saja mengingat kekonyolan suaminya tadi.
"Heii, cepatlah pakai pakaianmu, aku tidak bisa fokus jika kau terus berpenampilan seperti itu," perintah Dion pada Lina yang masih mengenakan baju mandinya.
Lina hanya tersenyum dengan genitnya. Lalu memilih pakaian yang akan dia pakai. Sesekali ia menanyakan pendapat suaminya. Pakaian apa yang akan ia gunakan. Sambil memperlihatkan beberapa gaun dan menempelkannya di badannya bergantian.
Setelah Dion memilihkan pakaian untuk istrinya, Lina pun mulai memakai pakaiannya. Tapi kemudian ia mendapat ide nakal untuk menggoda suaminya.
"Apa kau akan pergi dengan pakaian itu, apa kau tidak berganti pakaian? Mau aku bantu? Aku bisa bantu melepaskannya dan memakaikan dengan pakaian yang lebih cocok," kata Lina sambil mengenakan pakaiannya dalam gerak lambat.
"Dasar ya, dari tadi godain terus..." ucap Dion.
Dion yang dari tadi memperhatikan lekukan tubuh istrinya menahan sekuat tenaga agar tidak menyentuh istrinya pun akhirnya menyerah. Benteng pertahanannya hancur sudah. Maka malam itu juga ia mendekap istrinya dengan erat. Menikmati malam yang seharusnya sudah mereka lewati beberapa hari yang lalu. Tepatnya di malam pengantin.
(Adegan berikutnya di skip)
Saat pertama kalinya Dion menyentuh istrinya, angin pun bertiup dengan kencang. Sosok yang tidak terlihat bisa merasakan perubahan pada keduanya insan berbeda gender tersebut. Meskipun dia tidak ada di kamar Dion dan Lina.
Alam menjadi saksi penyatuan dua insan yang akan menghasilkan generasi berikutnya. Keturunan yang akan menjadi peran utama dalam kisah sedih, akibat balas dendam seorang gadis, yang hidup pada masa lampau.
Roh gadis itu tertawa dan setiap tawanya di sambut oleh kilatan cahaya di langit. Awan hitam menitikkan air dan membasahi bumi. Membasahi kediaman Dion. Seakan ikut berduka atas penderitaan yang akan dilalui oleh sepasang insan yang saling mencintai tersebut.
Sejak saat itu, roh gadis itu tidak pernah muncul lagi di kediaman Dion. Tapi berbeda dengan roh yang menunggu peti di ruang rahasia. Untuk pertama kalinya ia membuka mata. Seolah bersiap untuk menyambut pewaris yang sah. Yang akan mengambil isi dalam peti yang ia jaga.
Setelah melepaskan perasaan yang selama ini di tahan akhirnya mereka bersiap-siap untuk berangkat. Dion segera menghubungi sahabat baiknya. Lalu mengatakan kalau ia akan berlibur untuk beberapa hari.
"Oh, baiklah akhirnya kadoku berguna juga. Aku pikir kalian tidak akan menggunakan kado khusus yang kusiapkan," ujar sahabat Dion yang sekaligus karyawan di perusahaannya.
Singkat cerita, mereka kini sudah berada di kamar hotel. Malam ini untuk pertama kalinya Dion tidur dengan sangat lelap. Mungkin karena ini untuk pertama kalinya, dia akhirnya bisa mengalihkan pikirannya dari kakek.
Pagi hari tiba, keduanya masih tidur seolah enggan meninggalkan tempat tidur. Tapi perlahan Dion bangun dan menatap wajah istrinya. Dia sadar sudah beberapa hari ini dia kurang memperhatikan istrinya. Tampak bekas kecupan tadi malam tertinggal di beberapa bagian di tubuh istrinya.
Saat sedang memandangi wajah istrinya Dion melihat sekelebat bayangan hitam berada di belakang istrinya di sebelah tempat tidur. Dion terbelalak melihat bayangan hitam itu lalu duduk dengan segera. Tapi saat dia duduk bayangan itu tidak ada. Dion mengucek matanya, dan tidak ada apapun di sana. Dion diam sejenak dan secepat kilat ia berdiri untuk mengecek sisi samping tempat tidur bagian istrinya berbaring.
"Tidak ada siapapun dan apapun di sini ternyata," ucap Dion yang bahkan memeriksa di kolong tempat tidur.
Lalu Dion mengecek di setiap sudut ruangan bahkan sampai ke kamar mandi.
"Mungkinkah ada pencuri yang masuk, tapi mana mungkin ada maling di hotel ini sampai bisa masuk ke dalam kamar," gumamnya saat memeriksa kondisi pintu kamar mereka.
Dion memperhatikan setiap sudut langit-langit kamar. Tidak ada yang mencurigakan. Tanpa ia sadari Lina terbangun dari tidurnya, dia menggunakan tangan dan jari-jarinya mencari Dion. Tapi karena tidak menemukannya dia pun membuka matanya. Lina lalu duduk untuk mencari Dion, dan dia melihat suaminya seperti sedang mencari sesuatu.
"Ada apa sayang, apa ada barang yang ketinggalan di pesawat?" tanya Lina dengan suara ciri khas baru bangun tidur.
Dion diam saja, lalu ia mengubah raut wajahnya dan tersenyum.
"Tidak ada apa-apa," jawabnya tersenyum meski hatinya gusar.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 256 Episodes
Comments
🔵⏤͟͟͞𝐑𝕮𝖎ҋ𝖙𝖆🔰π¹¹™𒈒⃟ʟʙᴄ❤
mampir thor
2022-05-16
3
Abcdefuck!
Yak di skip😫
2022-05-16
4
ℛᵉˣRoy Erlaᷢngᷡgaᷢ♚⃝҉𓆊ᴀᷟ🎼
enaknya dapat tiket honeymoon gratis, gw nanti ada yang ngasih kagak ya 🤣🤣🤣
2022-05-14
2