"Kami bahkan belum berbulan madu kenapa sudah diberi nama untuk anak yang belum lahir," batin Dion dalam hati.
Pikiran Dion tergelitik saat mendengar ucapan kakek, tapi dia tidak berani mengatakannya meski dengan cara bergurau. Sebab kelihatan kalau pria tua yang ada dihadapannya sangat lelah. Ia pun mencuri pandang pada Lina, wanita yang baru saja dinikahinya hari ini.
Dion melihat rasa lelah yang sama pada wajah Lina, meski ia tidak memperlihatkannya. Sepertinya mereka tidak akan melakukan malam pertama mereka malam ini. Dan kakek harus sabar, sampai anak mereka lahir nanti sehingga bisa diberi nama yang ia pesankan.
Tanpa sadar Dion melamun. Terbayang sekilas saat ia membawa Lina bertemu kakek untuk pertama kalinya. Kakek terlihat terkejut. Dion mengira kakek akan menolak saat melihat reaksi kakek. Tapi ternyata kakek segera tersenyum dan langsung menyetujui hubungan mereka.
Padahal Dion sudah sangat cemas dan mempersiapkan kata-kata memohon pada kakeknya agar merestui hubungan mereka. Bukan hanya restu berpacaran saja, kakek malah menyuruh Dion untuk segera melamarnya.
Lalu Dion tersadar dari lamunan saat tangan kakek menyentuh punggung tangannya. Lalu menepuk-nepuk punggung tangan Dion dengan perlahan.
"Kakek senang sekali hari ini, akhirnya tugas Kakek di dunia ini sudah selesai. Dan Kakek ingin beristirahat dengan tenang," ujar kakek, sambil tersenyum.
Setelah berbicara demikian kakek pun tertidur dengan pulas malam itu. Dan ternyata pada ke esokan harinya, beliau menghembuskan napas terakhirnya. Membuat Dion dan Lina sangat terkejut karena baru menyadari, kalau ucapan terakhir kakek adalah sebagai ucapan berpamitan pada mereka berdua.
Kata-kata kakek pada malam itu sebenarnya terkesan janggal, namun para pendengarnya tidak memahami hal itu. Hanya mahluk tidak kasat mata yang memperhatikan mereka yang tahu artinya. Dan ia melihat arwah orang tua itu keluar dari raganya.
Secepatnya Dion menghubungi kerabatnya, anak-anak dan cucu-cucu kakek. Ia tidak memikirkan yang akan terjadi. Bahwa anak-anak kakek akan menuduhnya sembarangan. Sebab kepergian orang tua mereka sehari setelah pembagian harta warisan.
Anak-anak tuan Sean menerima panggilan dan kabar duka. Dan segera mereka datang kembali ke rumah tuan Sean. Mereka datang melayat. Serta untuk terakhir kalinya melihat wajah, orang yang telah mewariskan darah yang mengalir di dalam tubuh mereka.
Tapi mereka tentu saja tidak terima begitu saja. Akan kepergian orang tua yang baru saja memberikan mereka warisan, secara tidak adil tadi malam. Dan mereka semua yang menerima warisan lebih kecil dari pada warisan yang diterima Dion dari Sean menyalahkan Dion. Mereka menuduhnya sebagai penyebab meninggalnya orang tua terakhir mereka.
"Kamu pembunuh, setelah dapat warisan kau membunuh kakek iya, kan!" ujar putri tertua Sean yaitu Merina.
"Kami akan melaporkamu ke polisi!" ujar putra tertua Sean yaitu Moris.
"Kamu akan membusuk di Penjara!" kata putri Sean yang lain.
"Kami akan melakukan otopsi pada Papa!" kata putra Sean yang lain pula.
Berbagai ungkapan ketidak senangan terlontar, dari bibir ke enam anak-anak Sean. Dan pada akhirnya, penguburan kakek Dion pun ditunda sampai hasil otopsi keluar. Mereka tidak setuju jasad yang sudah terbujur kaku itu disemayamkan di tempat yang seharusnya. Sebelum keinginan mereka terpenuhi.
Oleh karena itu Dion harus bolak-balik ke Kantor Polisi untuk memberikan keterangan, sebelum hasil otopsi kakeknya keluar. Dan setelah hasil otopsi keluar barulah Dion bisa bernapas dengan lega.
Dia tidak terbukti bersalah dan jasad kakeknya sudah bisa disemayamkan di makam keluarga. Namun meskipun Dion telah terbukti tidak bersalah, keenam anak-anak tuan Sean tidak satu pun yang meminta maaf pada Dion. Meski mereka telah menuduh Dion sembarangan. Sebab mereka tetap tidak puas sebelum Dion menderita.
Hanya Lina yang menghibur Dion dengan berbagai cara yang dia bisa, untuk mengurangi kesedihan Dion yang ditinggal kakeknya. Lina juga sebenarnya merasa kehilangan. Sebab kakek selalu baik padanya sejak mereka pertama kali bertemu.
Orang tua Dion sudah lama tiada, tentu tidak bisa menghibur luka di hati putranya. Mereka meninggal dalam kecelakaan. Dan peristiwa itu merenggut nyawa keduanya pada saat itu juga.
Namun dalam kecelakaan itu secara ajaib Dion selamat. Dan sejak saat itu Dion dirawat oleh kakek. Dion yang sejak bayi dirawat oleh kakek tentu saja merasa sangat kehilangan lebih dari siapapun.
Ke esokan harinya Lina melihat suaminya masih berduka. Dan bahkan belum keluar kamar meski hanya sekali. Ponselnya pun dimatikan sehingga tidak ada yang bisa menghubunginya.
Pihak kantor akhirnya datang berkunjung. Namun tetap saja Dion tidak mau menemuinya. Sekalipun orang itu adalah sahabat baiknya sendiri. Sahabatnya akhirnya pulang dengan meninggalkan berkas-berkas yang belum ditanda tangani pada Lina
"Sayang berkas-berkas ini Aku taruh di mana?" tanya Lina dengan suara lembut.
Dion menatap Lina sesaat lalu menyuruhnya untuk meletakkan berkas tersebut ke ruang kerjanya. Dan itu pertama kalinya Dion keluar dari kamarnya dan menandatangani berkas tersebut. Ia tidak perduli apa isinya. Cukup ditanda-tangani saja. Lalu ke esokan harinya berkas itu diambil oleh orang kantor dan digantikan dengan berkas berikutnya. Begitulah setiap hari.
Beberapa pelayan membicarakan tentang Lina di belakang. Mengatakan kalau Lina pembawa sial. Baru menikah dengan Dion tapi kakek Dion sudah meninggal. Tapi tidak ada satupun dari mereka yang berani mengatakannya secara langsung. Namun demikian Lina pernah memergoki mereka sedang bergosip tentangnya.
"Jangan dipikirkan Nyonya, mereka memang suka begitu," hibur Ros.
Lina hanya mengangguk dan melakukan apa yang bisa ia lakukan. Perlahan-lahan sehingga Dion tidak lagi terlalu merasa sedih. Dengan mengajak Dion berziarah ke makam kakek setiap hari. Dan juga menceritakan hal-hal menyenangkan tentang pendapatnya pada almarhum kakek.
Setelah beberapa hari kemudian Dion datang ke kamar kakek seperti biasanya. Untuk mencoba merasakan perasaan yang sama saat beliau masih ada, dengan menatap foto beliau. Dan barang-barang kecil yang sering beliau gunakan. Semua itu untuk mengobati rasa rindunya pada kakek.
Kali ini Dion mencoba menyibukkan diri di ruangan tersebut. Dengan membersihkan buku-buku yang berjejer rapi di rak buku tersebut, tanpa sengaja dia menarik sebuah buku yang menjadi sebuah tuas untuk menggeser rak buku. Maka tampaklah sebuah pintu rahasia di balik rak buku di kamar kakeknya.
"Huh, ada ruangan di balik rak buku?" batinnya.
Ia celingak-celinguk memastikan tidak ada hal berbahaya yang menantinya di dalam ruangan tersebut. Dengan ragu-ragu ia melangkahkan kakinya perlahan-lahan. Karena rasa penasarannya mengalahkan rasa takut. Ia memicingkan matanya, sambil mengantisipasi kalau-kalau hal buruk akan terjadi di dalam sana.
"Jika ada bahaya Aku akan segera kabur," batinnya sambil mempersiapkan tenaga untuk kabur.
Pintu itu tidak terlihat sama sekali jika rak buku tidak bergeser. Di ruangan itu hanya akan tampak seperti perpustakaan dengan banyak rak buku biasa. Jadi siapa sangka kalau ada sebuah ruangan di balik rak buku itu. Bahkan Dion tidak pernah tahu akan hal itu. Jika saja ia tidak pernah menyentuh sebuah buku, yang menjadi tuas untuk membuka pintu. Maka selamanya ruangan itu tidak akan pernah ia kunjungi.
Dion sudah meletakkan tangannya di gagang pintu. Jantungnya berdegup dengan kencang. Keringat mengucur dari pori-porinya. Sesaat ia ingin membatalkan niatnya. Tapi lagi-lagi hati dan pikirannya saling bertentangan. Lalu ia menempelkan telinganya. Mencoba mendengarkan kalau-kalau ada suara yang berasal dari dalam. Tapi tidak ada terdengar suara sama sekali di balik pintu. Dan tangannya bergerak membuka pintu tersebut.
Tidak ada sesuatu yang menyambutnya setelah ia membuka pintu. Perlahan-lahan ia melirik ke kiri dan ke kanan. Kemudian pandangan matanya tertuju pada pusat perhatian di ruangan itu. Benda yang tidak pernah ia lihat selama ini. Sebuah benda berbentuk peti berukuran 50cm x 50cm. Ada tulisan-tulisan aneh terukir di permukaannya. Dan Dion tidak mengerti arti tulisan tersebut.
Dion mengernyitkan keningnya menatap peti itu lekat-lekat. Bentuk ukiran yang indah terpatri di peti itu. Jika diperhatikan tampak seperti ukiran seekor naga melingkari sebuah kotak dengan kepala berada di atas kotak dan dengan mulut yang menganga. Dengan sisik berwarna emas dan mata berwarna merah, seolah mengawasi setiap orang yang mendekati peti itu.
Setelah puas menikmati keindahan ukiran yang melekat di peti itu. Akhirnya Dion kembali pada tulisan yang ada di situ. Ia mencoba mengartikan beberapa kalimat yang tertera. Akan tetapi tetap saja ia tidak bisa mengerti arti tulisan di peti.
Akhirnya Dion menyerah dan keluar dari ruangan itu. Menutup pintunya, lalu Dion mengembalikan buku yang dia tarik tadi ke posisi semula. Dan lemari buku bergerak kembali menutupi pintu ke ruang rahasia.
Saat pintu ditutup muncullah roh-roh halus mengitari peti tersebut dan satu roh diantara dia adalah roh yang menjaga peti tersebut. Ia hanya diam saja dengan mata tertutup. Dan menantikan pewaris yang sah.
Dion belum tau apa yang akan ia lalukan untuk ruangan itu. Rasa penasaran akan isi peti itu harus ia tahan dulu. Hal itu juga dia rahasiakan pada Istrinya. Kalau sudah waktunya barulah akan dia beritahu pikirnya.
Karena menurutnya tidak ada gunanya memberitahu istrinya sekarang. Lagi pula isi ruangan itu juga hanyalah peti tersebut. Dion pun keluar dari kamar kakek, sekilas ia pun memandang foto kakek sebelum menutup pintu kamar.
Saat keluar kamar kakek, Dion mencium sebuah aroma yang khas dari arah dapur. Lina ternyata sedang sibuk menyiapkan makan malam bersama seorang pelayan. Yaitu Ros.
"Biarkan para pelayan saja yang memasak, itu sudah tugas mereka," ujar Dion saat pertama kali mengetahui kalau istrinya ikut membantu pekerjaan di dapur.
"Masakanku tidak enak ya?" tanya Lina khawatir.
"Aku tidak bilang masakanmu tidak enak. Tapi Aku ingin Kamu tahu kalau di rumah ini, Kamu adalah seorang nyonya," jawab Dion.
"Aku tidak suka hanya duduk santai, rasanya bosan. Lagi pula Aku suka memasak. Dan ada kesenangan tersendiri bagiku saat menyiapkan makanan untukmu," jawab Lina.
"Aku juga jadi banyak tahu makanan apa yang disukai dan yang tidak disukai oleh Kamu. Walaupun masakanku tidak akan seenak masakan yang biasa kamu makan. Tapi Aku akan belajar lebih giat!" ujar Lina bersungguh-sungguh.
Dion tersenyum melihat tinggakah Lina yang menggemaskan saat itu.
"Apa kamu sudah lapar sayang?" tanya Lina. Saat ia melihat Dion sedang mengusap-usap perutnya sendiri.
Dion memperhatikan hidangan-hidangan yang sudah tertata rapi, yang menerbitkan air liurnya. Rasa lapar pun merasukinya. Tapi ia masih bisa menahan dirinya, untuk tidak menyantap hidangan tersebut saat itu juga.
"Ya sedikit," jawab Dion masih dengan mengelus perutnya perlahan.
Melihat tingkah suaminya Lina tertawa kecil dan ia pun melanjutkan kegiatannya.
"Pergilah mandi, sebentar lagi makanan sudah siap," pinta Lina pada Dion. Tampak jelas dari raut wajah Dion yang sedang memandangi makanan di atas meja, kalau ia ingin segera makan.
"Ia baiklah Nyonya..." kata Dion. Lalu ppmelangkahkan kakinya keluar dari ruang makan itu.
Dion pun pergi, menuruti perkataan istrinya. Saat ia mandi tidak lama istrinya datang dan membuka lemari dan memilih pakaian untuk dia pakai sehabis mandi. Selesai mandi Dion melihat Istrinya sedang meletakkan beberapa helai pakaian ganti.
Perhatian kecil Lina padanya membuatnya merasa seperti anak kecil. Dan ia membayangkan seandainya mamanya masih hidup saat ia masih kecil, mungkin mamanya juga akan memperlakukan hal yang sama seperti yang Lina lakukan. Dion sangat suka sikap Lina yang tenang dan terkesan dewasa.
"Kira-kira kenapa kakek langsung menyetujui hubungan kita? Apa dia tahu kalau Kamu akan menjagaku seperti anak sendiri?" tanya Dion berbisik di telinga istrinya.
"Pakailah pakaianmu, jangan menggodaku!" ujar Lina.
Meski sudah menikah, mereka belum melakukan hubungan suami-istri sama sekali. Dion tidak pernah terlihat ingin melakukannya. Karena di malam pengantin kakek membuat hal yang tidak diduga sama sekali.
Sedikit atau pun banyak berpengaruh pada pemikiran Dion. Kemudian ditambah lagi dengan kepergian kakek. Berlanjut pula pada pengaduan ke kantor polisi. Semua itu membuat Dion tidak berpikir sama sekali tentang bersatu dengan istrinya.
Bahkah tiket bulan madu yang diberikan oleh sahabatnya, sebagai kado pernikahan pun masih tersimpan di laci. Tanpa disentuh lagi, sejak terakhir kali disimpan. Tidak ada yang tahu apakah tiketnya masih bisa digunakan atau tidak.
Di kamar itu ada sosok tidak terlihat menantikan akan datangnya buah hati mereka. Sehingga ia bisa membalaskan dendamnya yang tidak pernah lekang oleh waktu. Sosok tidak terlihat yang duduk di kursi pelamin mereka.
"Semakin cepat kalian memiliki keturunan maka semakin cepat pula dendamku akan terbalas," ujar sosok tidak terlihat itu sebelum pergi.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 256 Episodes
Comments
Adiwaluyo
mengerikan
2022-12-10
1
andre wibowo
gas pol bro
2022-05-15
4
⭐Reo Ruari Onsiwasi⭐
Firasat seseorang yang akan meninggal itu kuat
2022-05-14
2