Hal yang paling buruk dari manusia adalah bertindak bodoh tanpa berpikir dengan pikiran itu sendiri
**
Menghentakkan kaki dan melihat sekitar, menikmati setiap deru laju kendaraan di depan parkiran kantor Hk Grup. Jiso yang berada di atas motor gede itu melipat tangannya dengan helm diatas tangki motor menunggu Ela keluar. Gebrakan suara mobil terdengar. Mobil itu menabrak Jiso yang sedari tadi ada di atas motornya. Lelaki itu terseret cukup jauh. Mata jiso menatap ke pintu masuk Hk Grup. Kepalanya penuh dengan darah, tangannya berusaha meraih pintu ke pintu. Pandangannya kosong dan beberapa orang menyeretnya dan membereskan bekas kejadian.
Hentakkan kaki yang cepat itu berlari melewati pintu, namun ia tak melihat seseorang yang menunggunya itu. Dia melihat sekeliling dengan cemas dan menelpon sebanyak 30 x sambil melihat jam. Wajahnya terlihat cemas, dan segera menghentikan taksi yang ada di depannya dan segera
menaikinya.
“Dimana dia? Sambil menggerutu dan menggigit bibirnya dan bersandar kekanan pintu taksi. Mengetuk-ngetuk pintu taksi dengan jari telunjuk yang dikepal olehnya. Apa mungkin? Apa mungkin ya? Ahhhhh. Ahhhhh sungguh memusingkan. Dimana dia, mendadak tidak aktif. Sambil berteriak dan mengacak-acak rambutnya, membuat
supir taksi merasa aneh dan kaget.”
“Maaf nona, maaf anda kenapa?” bertanya dengan penuh penasaran.
“Tidak apa-apa pak, jawabnya singkat. Tolong percepat kecepatannya pak, saya sudah terlambat.” Ucapnya.
“Baiklah nona.”
Supir taksi tersebut memijak pedal gas dan melaju dengan cepat namun hati-hati. Namun perasaan Ela semakin tak karuan, bingung, kebingungan bagaimana bisa lelaki itu menghilang begitu saja.
Sesampainya dirumah dan melihat sekeliling, Ela tak juga menemukan lelaki tersebut. Dia tidak tahu lelaki itu ada dimana saat ini. Ela menyadari ada yang berubah dari tatanan meja dan kursi makan di dapur, Ela segera memeriksa segala ruangan tak ada yang salah. Sesampainya di ruangan sebelah tempat Jiso tinggal semuanya kacau balau.
“Sial benar-benar sial. Siapa orang tersebut? Deren? Atau neneknya? Atau ibunya? Malah jadi Kakek. Ahhh Tidak mungkin kakek. Jadi siapa ya? Aku harus cari tau dan lebih berhati-hati dalam melangkah. Bagaimana ini, aku selalu membutuhkannya. Aku butuh ditemani, Jiso kau dimana?” Menjatuhkan dirinya di lantai.
Kejadian yang diingat Ela beberapa waktu lalu.
Perasaannya terluka dan ia ingin meluapkan pada cermin yang ada di hadapannya, namun ada tangan yang berhasil menangkap kepalan tangan itu.
“Kau siapa? Berani menggangguku?”
“Tenang-tenang, sambil mengangkat kedua tangannya tanda pertahanan. Dan duduk di atas wastafel.
Kau bodoh atau apa? Ini properti sekolah, kau tak bisa bebas meninjunya kawan.”
“Apa maumu menghalangiku.” mata menatap sinis.
“Tenang kawan, kau mau tau tempat yang bagus untuk mu meluapkan segala sesuatunya? sambil mengambil tangannya Ela, melihatnya penuh luka. Hey kawan kulitmu putih bagus, kenapa harus merusaknya dengan goresan-goresan seperti ini." Tanyanya.
“Tak usah mengurusi urusanku.”
“Jika kau berminat sepulang sekolah temui aku di belakang sekolah, kalau kau ingin tau caranya.” Sambil turun dari wastafel. Sedangkan Ela tak menjawab dan
meninggalkan kamar mandi menuju ruangan kelasnya.
**
Jika manusia diberikan kesempatan kedua, akankah kau mengambil kesempatan tersebut dan terus bergerak.
*
Bel berbunyi jam pulang sekolah pun berlangsung, para murid bergegas untuk pulang dan beberapa lagi mengikuti kelas tambahan yang diberikan sebagai kurikulum menaikan nilai akhir semester. Bukannya pulang dirinya malah menikmati hembusan udara di balkon atas sekolah.
Deru angin yang berhembus kencang dan perlahan, membuat dirinya lebih tenang dari sebelumnya. Udara segar yang jarang sekali iya nikmati semenjak mimpi-mimpi aneh yang mensandranya kembali beberapa saat belakangan ini. Masih dengan pertanyaan yang sama, “Jiso kau dimana? Kau mau main-main denganku, aku sedang kesal saat ini tidak gak ingin main petak umpet.” Begitulah caranya dalam melampiaskan kekesalannya.
Saat itu ibu pernah berkata kepadaku, ”Perbaiki diri dan jalaninnya dengan hal yang lebih baik agar hidupmu baik-baik saja. Kau tau manusia boleh lupa tapi akan ada satu memori yang memang akan tertanam pada otakmu itu yang nantinya dapat membuatmu mengingat di kemudian hari.” Ingatan yang terlintas sebentar saat Ela memejamkan mata dan menikmati hembusan angina itu perlahan. “Tidak bisa jika terus begini, aku harus punya jalan keluar sendiri atau aku akan terus diperbudak oleh mereka.” Dan segera menggendong tasnya pergi menjauh dari balkon, turun dan bergegas pergi dengan jalan perlahan.
Saat berjalan menuruni tangga terlihat sosok wanita familiar tersebut, wanita itu bersandar di dinding pinggiran tangga menatap dengan tajamnya dari atas ke bawah dan dari paras matanya sepertinya dia sedikit kecewa terhadap Ela. “Jika kau tak mau katakan daripada bakatmu sia-sia dan hanya melukai tubuhmu sendiri tanpa tau sakit yang tak terurus tersebut.” Pungkasnya sedikit jengkel.
Ela menghela nafas dan pergi melewati gadis itu, tangannya ditarik dan tangan satunya menarik kerah baju Ela. Wanita itu terlihat berani sekali menyerang Ela, walaupun dari kedatangannya di Korea iya tak ingin mencari masalah dengan para murid disini dan mengabaikan setiap perlakuan mereka terhadapnya.
“Kau tau liontin ini? Kalau kau ingin tahu kejadian masa lalu apa yang menimpamu. Lihat ini, temui aku. Sambil memasukan kartu nama di dalam saku Ela dan melepaskan genggamannya dari kera bajunya. Oops maaf aku kelepasan. Sambil mengangkat tangan.” Sebelum Ela membalas, gadis tersebut sudah hilang seperti asap saja.
Ela tersungkur di bibir tangga, satu tangan di tangga menahan tubuhnya dan satunya lagi memegangi kepalanya yang sudah mulai sakit saat gadis itu memulai percakapan dengannya. “Dia itu siapa sih? Kenapa dia tau apa yang aku alami ini, liontin apa maksudnya?” sambil menggenggam erat liontin yang dikenakannya dari sejak kecil, bukannya benda ini sangat langkah dan tidak banyak yang tahu.
Segera Ela bangkit dan bergegas dengan tasnya pergi kerumah membereskan beberapa barang yang menurutnya memiliki petunjuk atas masa lalunya. Iya melihat sekeliling tempat yang sudah 12 tahun terakhir ditinggalinya. Dimana-mana hanya ada perban dan beberapa obat luka tetes yang sering sekali digunakannya.
Ela membongkar setiap sudut ruangan dengan mempersiapkan beberapa kantong besar plastik untuk sekalian membereskan kamar tidur tempatnya tinggal tersebut, beberapa kotak kosong, dapur yang tak jelas tatanan, kamar tidur yang dipenuhi oleh kain baik itu kain bersih dan kotor yang lupa di laundry.
Ela adalah seorang putri tunggal dari keluarga kaya Belanda Indonesia, sebelum kakek dari ibunya meninggal dia menitipkan seluruh asset keluarganya ke cucu pertamanya yaitu Ela. Namun asset itu dapat iya gunakan ketika genap umur 18 tahun, karena di Indonesia pada saat umur itulah, seorang anak dianggap sudah dewasa. Lain hal di Korea, harus berumur 20 tahun. ( setau Author ya, kalau salah mohon di komen dibawah hehe)
“Ini apa? Sebuah catatan bertuliskan “Jiso” yang ternyata adalah buku harian Jiso. Ela tanpa ragu membuka halaman demi halaman dengan cepat dan menemukan sebuah bunga kering. Ela mengambil bunga tersebut dan membacanya, Ela tercengang. Jiso?! Kenapa aku baru tau? Kenapa?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments