MEJA 21
Setelah selesai semua pesanan, aku menunggu di dekat meja 21, kata Bu Mimmi, jaga-jaga barangkali mereka membutuhkan sesuatu.Tuan separuh baya yang membantuku tadi pun sedang menunggu tamu- tamunya. Meskipun kelihatan tenang, tapi aku melihat ada sedikit guratan cemas di wajahnya.
Tepat pukul 13.00 datanglah perempuan tua berambut hijau murni dengan kursi roda dan 2 pengawal. Pria paruh baya tadi langsung berdiri dan mempersilahkan nenek itu duduk di sisi piring saji yang semua makanannya hijau.
Dia tidak benar- benar lumpuh, hanya saja jalannya sudah sangat lambat. Kemudian tiap berselang 15 menit, para tamu di meja 21 secara bergiliran datang. Tepat waktu sekali mereka. Memang sepertinya, mereka diatur untuk datang satu persatu.
Setelah semuanya datang, bapak paruh baya tadi mendekatiku dan meminta dipasang kubah hitam di sekeliling meja 21. Aku berjalan kearah tombol kubah, lalu kuarahkan sesuai letak meja 21.
Aku tadi bertanya ke Bu Mimmi, kenapa gak di ball room aja di lantai 3, lebih privat. Ternyata mereka memajukan pesanan menjadi 3 hari lebih cepat. Ruang ball room masih belum dibersihkan, dan mereka memajukan pesanan pagi tadi, akhirnya kubah meja 21 saja yang menjadi pilihan.
Meja 21 di ujung kafe, dan untuk kesana hanya ada satu pintu masuk utama, sehingga saat tamu berdatangan pengunjung kafe yang berisik tiba-tiba diam dan menundukan kepala, sebagai rasa hormat.
Benar dugaanku, mereka suku penyangga. Rambut mereka begitu murni dan kulit mereka sangat bersih, semuanya sudah paruh baya, kecuali satu orang dari suku penyangga hitam. Mereka memanggilnya King Of Spain. Lelaki muda tampan dengan rambut lurus hitam yang sangat rapi. Cara dia berjalan sangat menawan, tegak dan anggun. Aku tebak dia pasti dari kalangan militer.
Saat King Of Spain melewatiku, dia menatapku tajam, dan memperhatikan rambutku.Tentu saja rambutku aneh buat dia, aku mungkin dikira parasit yang akan melukai warga, karena dia pasti sering berperang melawan parasit yang berpura-pura menjadi manusia di perbatasan kubah.
Belum lama dia duduk, dia membisikkan sesuatu ke pengawalnya, lalu si pengawal memberi alat semacam penyorot sinar, yang aku pikir itu semacam alat pendeteksi parasit. Dia berdiri kembali lalu dengan cepat berdiri di depanku, dan menyinari rambutku. Aku yang kaget dan ketakutan, mematung diam tak bergerak, ketika alat pendeteksi itu menyoroti rambutku. Alat itu diam saja, tak membunyikan suara apapun. Setelah 10 detik berdiri menyoroti rambutku, dia kembali duduk, di meja 21 tanpa mengucapkan apapun kepadaku.
Aku yang ditinggal pergi begitu saja, masih mematung susah menarik nafas.
Setelah kubah tertutup aku menunggu diluar kubah.
Pengunjung kafe yang tadinya hening seketika menjadi sangat berisik.
Krek krek krek, pintu kecil kubah dibuka dan bapak paruh baya yang membantuku tadi keluar, meminta es batu.
"Nona bisa minta tolong ambilkan es batu ?".
"Oh iya pak, hmmm di pinggir meja sebelah kanan ada kulkas kecil pak, tekan saja kode 33 akan keluar es batu".
"Oh terima kasih nona". Penduduk kota Nein sudah hapal kode mengeluarkan barang dari kulkas, jadi kami tak pernah menempelkan kode nomor petunjuk untuk mengeluarkan barang yang ada di kulkas, hanya kulkas baru yang masih ada kode nomor petunjuknya.
Pengunjung kafe Bu Mimmi, jarang pendatang, jadi tak ada petunjuk di atas kulkas nya. 5 menit kemudian bapak paruh baya itu, keluar lagi menanyakan gula,
"Nona berapa kode kulkas untuk gula?".
"Kodenya 717 tuan".
Bapak paruh baya ini sudah kesal nampaknya, dia juga termasuk yang sangat lamban berjalan. Untuk bolak- balik berjalan membuka pintu kubah lalu ke kulkas pastinya sangat melelahkan.
Untuk yang ketiga kalinya dia membuka kubah
"Maaf nona apa pendidikan formal anda?".
"Aku hanya elementary Tuan". Sekolah malam tidak dianggap formal oleh negara, hanya syarat minimum pengetahuan agar bisa ikut ujian universitas bagi yang tidak bisa menempuh pendidikan formal.
" Bisakah anda ikut masuk kedalam, agar bisa membantuku menyiapkan kebutuhan para tamu?".
"Oh iya tentu saja Pak...." .
"Milard, panggil saja aku Millard".
" Baik , Pak Millard, dengan senang hati, saya akan membantu anda".
" Makasih Nona".
"Panggil saja Hannah pak".
"OK, Hannah ikut saya kedalam".
Di dalam kubah, semua melihat ke arah ku, segera saja aku menundukan kepala, dan sedikit menekuk kaki, memberi hormat pada mereka. Kemudian mereka melanjutkan lagi perbincangan mereka.
Aku berdiri tepat di depan kulkas dan Pak Millard mendampingiku. Baru sebentar mereka bicara, tamu yang berambut coklat murni, melambaikan tangan ke Pak Millard.
"Millard ambilkan aku garam, masakannya kurang asin menurutku".
" Baik Pak Jenkins", kemudian Millard menterjemahkan apa yang diminta Pak Jenkins kepadaku.
"Hannah, tamu itu meminta garam", aku mengaggukkan kepala dan menekan kode yang sama untuk gula 717. Millard menganggapku tak tahu apa yang diminta oleh para tamu, maklum saja, di elementary tak ada pelajaran bahasa apapun hanya math, history dan filsafat dasar.
Sedari kecil ayah dan ibu menjejaliku beragam bahasa, mereka menyadari potensiku terhadap bahasa. Ada 5 bahasa kaum suku penyangga yang aku kuasai aktif dan pasif serta 13 bahasa suku pengisi yang sangat mudah aku kuasai. Dari 9 suku penyangga, hanya 5 bahasa yang aku kuasai secara aktif. 4 Lainnya hanya secara pasif, karena bahasa mereka sangat susah diucapkan.
Dalam perbincangan di meja 21, bahasa yang digunakan adalah bahasa suku Biru dan Kuning. Aku sangat mahir dengan bahasa itu. Tapi Millard menganggapku tak mengerti...jadi jangan kecewakan Millard.
Sejujurnya aku sangat menikmati pembicaraan mereka, sangat menarik, terkadang ada canda yang membuat aku tak kuat menahan senyum dan terasa sangat akrab di telingaku seperti kembali ke rumah berbincang dengan ayah dan ibu.
Aku harus memasang wajah bodoh seharian, karena meskipun memakai half shield, ujung mata wajah yang sedang tertawa tetap terlihat.
Pembicaraan mereka hanya seputar menanyakan kabar, dan informasi terbaru terbaru di Kingdom.
"Sheila, bagaimana kesehatanmu?" tanya Jenkins pada wanita berambut oranye.
"Luar biasa Jenkins, aku mendapat perawatan super intensif di RS Kingdom, kau tau pelayanannya luar biasa disana, cucu Sam yang menjadi dokter ku".
"Thank you Sheila atas pujiannya terhadap cucuku" Jawab wanita berambut biru murni.
"Spain bagaimana perbatasan kita..?" tanya wanita berambut hijau murni, tamu pertama yang datang ke meja 21.
"Kemarin kita mendapat serangan parasit mendadak di perbatasan langit, kode elektrik kita bocor dan mereka sempat melubangi kubah magnetik kita di langit. Tapi untungnya pihak Laboratory Kingdom berhasil menutupnya" .
"Nampaknya parasit-parasit itu semakin pandai saja" sahut lelaki paruh baya yang sangat tampan berambut putih murni.
"Mereka menempel di rambut manusia suku pengisi My King" Apa aku tak salah dengar, Spain menyebut My King..!!
Oh Tuhan andai saja aku tak pura-pura tidak mengetahui bahasa mereka, aku pasti sudah pingsan.
Sampai akhir, aku tetap berusaha tampil tidak mengerti satupun kata yang mereka ucapkan.
"Rambut yang bercampur dan belum murni memang sangat gampang ditempeli parasit pengendali pikiran dan mengacaukan rock collapse" sambung wanita berambut hijau itu.
" Bagaimana penelitianmu Brams?" Tanya My king pada wanita berambut hijau itu.
"Aku belum bisa memurnikan gen suku pengisi, aku masih tidak mengerti bagaimana cara mereka bertahan dengan segala cuaca di Rock".
"Tapi mereka punya rentang waktu yang cukup singkat untuk bereproduksi paling lama hanya 50 tahun, sama seperti manusia jaman bumi,sedangkan kita suku Penyangga bahkan ada yang setelah 300 tahun baru mempunyai keturunan. Itupun dengan masa hamil yang cukup panjang sampai 3 tahun".
Jenkins menyela, "Menurut pendapat ku, seharusnya tak mungkin kita punya perbedaan yang begitu besar dengan kaum pengisi, kita sama- sama manusia yang berevolusi di planet yang sama".
Kemudian My King berkata, "Kita harus segera menemukan manusia penghubung antara suku penyangga dan suku pengisi, kalau tidak habislah keturunan kita. Penduduk rock bisa punah, dari tahun ketahun angka pernikahan meningkat, tapi jumlah populasi terus menurun. Usia kita bertambah tua, masihkah kita bisa menciptakan kubah elektrik? Berat sekali jika kita tidak segera bereproduksi. Meneruskan tugas kita pada generasi selanjutnya. Jenkins bagaimana universitas, adakah pencipta elektrik yang handal".
"Maaf, My King pencipta elektrik handal masih putra anda saja.Yang lain bisa menciptakan kilat ketika berkelompok."
"Ayolah Jenkins, lebih semangat lagi kau mencari....sudah lebih 500 tahun, kita mencari manusia penghubung ini", sela bapak berambut ungu.
"Please Huda, kau tau kan, betapa susahnya mencari manusia berkemampuan khusus secara rahasia", ujar Jenkins yang kesal dengan komentar Huda.
"Oh Jenkins, aku rindu sekali wajahmu yang ngambek itu", Huda mencairkan suasana.
Kemudian mereka tertawa bersama. Di tengah tawa itu, aku melihat My King terdiam dan menundukan kepala mengarahkan pandangannya ke cincin yang melingkar di jari manisnya.
Ting ting ting, suara gelas dipukul sendok,
"Tuan dan Nona terhormat".
Bapak berambut merah berdiri sambil memegang gelas.
"Sudah lama kita tak bertemu, senang bertemu dengan anda semua"
Kemudian semuanya berdiri, sambil mengangkat gelas mereka masing-masing.
"Senang bertemu dengan anda sekalian", balas mereka semua secara bersamaan, seperti paduan suara, lalu mereka minum.
Aku bahkan melihat Sheila dan Brams menitikkan air mata, sepertinya mereka sangat merindukan satu sama lain.
"Ouh Red, bagaimana kabarmu, apa kau baik- baik saja? Tanya Sheila pada Red, bapak yang berambut merah itu.
"Aku baik- baik saja Sheila, jangan terlalu cemas".
"Aku mendengar kau mendirikan pusat seni baru di kota Dams" , tanya Jenkins pada Red.
"Berita nya cepat sekali sampai, padahal aku belum meletakkan batu pertama di kota Dam". Mereka saling melirik, kemudian tertawa lagi bersama.
Red berambut keriting galing, sangat berbeda dengan yang lain, rambut merahnya pecah-pecah seperti rusak.
"Brams, ingatan dan telepatiku sangat payah, bisakah kau menyebutkan lagi ciri-ciri manusia penghubung itu?".
"Donna!", teriak Brams pada pengawal berambut merah dibelakang Red. Rekam yang ku katakan". Donna mengangguk kemudian mengedipkan matanya beberapa kali, Brams mulai bicara.
"Manusia itu haruslah punya kelebihan dari seluruh suku Penyangga dan Pengisi, dia tahan terhadap semua pantangan makanan suku Penyangga dan mempunyai aroma tubuh suku Pengisi".
Aku menelan ludah, mana ada suku Pengisi yang tahan makanan suku penyangga. Walaupun seperti normal makanan dan minuman suku Penyangga selalu dicampur dengan bubuk perasa yang warnanya sama dengan rambut mereka. Bubuk perasa ini adalah penetral kuat racun( bagi mereka). Makanan yang dicampur bubuk perasa menjadi aman buat mereka. Makanan pantangan adalah makanan yang tidak boleh mereka makan, bubuk perasa itu tak bisa menetralkannya. Makanan suku Penyangga harus berwarna persis seperti warna rambut mereka, diwarnai dengan bubuk-bubuk perasa itu. Suku Pengisi tak butuh bubuk perasa, kami bisa memakan apapun. Tapi kami tak bisa menyentuh bubuk-bubuk perasa. Harus memakai pelindung, itu racun yang sangat menyiksa.
Bubuk- bubuk perasa berasal dari bunga di hutan yang dikeringkan, dulu ayah dan aku sering mengambilnya lalu dijual ke pasar hutan. Bunga- bunga itu menjadi sangat beracun ketika kering, bunga untuk bubuk perasa sangat susah di temui, dan hanya boleh dijual dan dibeli oleh orang yang diberi akses oleh kingdom. Jual beli tanpa ijin, adalah tindakan kriminal, karena bunga-bunga itu adalah racun kuat yang berbahaya bagi suku pengisi.
Walaupun ayah punya ijin tetapi tetap saja tak bisa menjual seenaknya ke Kingdom Ayah lebih suka menjual bunga sayuran biasa ke pedagang di pasar hutan
Kata ayah menjual bunga perasa ke Kingdom, memakan waktu sangat lama di Kantor Urusan Makanan dan Minuman. Mereka harus menscan satu persatu bunganya, untuk melihat kualitasnya. Dan ayah selalu ingin cepat- cepat pulang tak bisa lama- lama meninggalkan ibu.
Pembicaraan di meja 21, terus berlangsung sampai pukul 18.00. kemudian satu persatu mereka pamit, mereka pulang sesuai dengan urutan mereka datang.
Makanan dan minumannya habis tak bersisa, bersih, jadi aku tak kerepotan membersihkan sisa bubuk perasa di piring- piringnya. Piring- piring itu harus direndam dalam air yang mengandung perasan jeruk hutan, supaya netral racunnya.
Sambil merendam satu persatu piring besar di dapur, aku ingat perkataan My King di akhir pertemuan
"Habiskan makanan kalian, jangan racuni suku Pengisi". Mungkin itu sebabnya mereka tak menyisakan makanannya. Untunglah masakan Pak Ben dan Bu Nina enak, mereka tidak keberatan melahap habis semua makanannya.
Sambil berpamitan, Millard berkata padaku
"Sampaikan pada kokinya, masakannya sangat lezat. Para tamuku sangat menyukainya, aku akan merekomendasikan kafe ini kepada teman-temanku, terima kasih Nona Hannah...kami pamit".
"I...I...Iyyya Pak Millard", jawabku yang canggung, karena tak pernah diajak bicara seformal itu.
"Akan ku sampaikan pesan anda, terima kasih juga mau datang di kafe kami".
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
XMYZLX
halo
2021-10-19
0