My Accident Destiny
Pagi hari yang cerah di awali kicauan burung dan hijau nya daun bersama tetesan embun, terlihat seorang gadis mungil dan manis sedang menyirami tanaman di kebun kecil depan rumah nya yang sederhana namun tertata rapi dan indah. Gadis berkulit kuning langsat, rambut lurus hitam kecoklatan sepanjang bahu, mata bulat dan lesung pipi di pipi kanan nya membuat nya semakin cantik dan anggun ketika tersenyum. Dia bernama Shelomita Deane Putri atau yang akrab dipanggil Shelo, usia nya baru 21 tahun dan saat ini sedang mengemban pendidikan di Universitas Harapan Indonesia melalui jalur beasiswa prestasi. Shelo sedang berada pada semester akhir kuliah nya dan mempersiapkan skripsi. Beberapa lelaki di kampus nya menaruh harapan untuk bisa menjadi kekasih nya, akan tetapi Shelo menghiraukannya karna saat ini yang terpenting bagi nya adalah keuarga. Shelo hidup bersama ibu dan adik perempuannya yang masih kelas 1 SMA yang bernama Sesilia Jeane Putri dan seorang ibu tunggal yang dengan tekun menafkahi kedua putri nya dengan menjual bunga. Ayah Shelo meninggal ketika dia masih SMP karena kecelakaan kerja sehingga membuat nya tumbuh menjadi anak yang mandiri. Saat ini kondisi kesehatan ibu nya sedang menurun, membuat nya gampang lelah ketika merangkai bunga pesanan konsumen, mau tidak mau Shelo sebagai anak pertama harus bisa mandiri dan membantu ibu nya untuk menghasilkan uang.
Dan semua nya pun berubah begitu menyeramkan dan menyakitkan bagi Shelo dimana ia harus merelakan harapannya dan menjaga hati ibu serta adiknya.. Sungguh, bahkan air mata yang tak terhenti pun membuat nya tak bisa keluar dari takdir yang salah untuknya.
Di dalam sebuah gereja yang sudah berhiaskan dekorasi pernikahan, beberapa tamu yang hadir termasuk ibu dan Sesil yang mengisi barisan depan dengan tatapan haru bahagia melihat Shelo yang tampak begitu anggun dan cantik mengenakan gaun putih pernikahannya, tudung gaun menutupi wajahnya yang tidak memancarkan aura kebahagiaan sama sekali sambil membawa bucket bunga mawar putih rangkaian ibu nya dan menggandeng pria yang 30 cm lebih tinggi dari nya, berparas tampan namun tatapan nya tajam tanpa senyuman, proporsional dengan rambut hitam rapi serta tuxedo hitam yang serasi dengan gaun Shelo.
“ Saudara Arvinas Javier Osmond, bersediakah engkau mengambil Shelomita Deana Putri menjadi istri mu yang sah dan satu-satu nya baik dalam keadaan sehat maupun sakit, kaya maupun miskin serta suka maupun duka? “ Ucap Pastur Frans yang memimpin wedding ceremony.
“ Ya. Saya bersedia.” Jawab Arvi tanpa pikir panjang dengan suara lantang dan cool nya.
“ Saudari Shelomita Deana Putri, bersediakah engkau menerima Arvinas Javier Osmond menjadi suami mu yang sah dan satu-satu nya baik dalam keadaan sehat maupun sakit, kaya maupun miskin serta suka maupun duka? “ Lanjut Pastur Frans.
Namun Shelo pun menitihkan air mata seakan ingin menolak nya, hati nya begitu sesak dan marah tetapi tidak bisa terlebih lagi melihat wajah haru dan bahagia ibu dan adik nya yang sedang menyaksikan mereka. “ Ya. Saya bersedia.” Jawab Shelo dengan suara lirih dan seakan tak berdaya.
Mereka pun saling memasang cincin pernikahan pada jari masing-masing, Arvi memegang pinggang Shelo untuk menariknya lebih dekat dan menatapnya tajam begitu pula dengan Shelo yang begitu penuh kebencian menatap Arvi.
Ketika saat nya untuk wedding kiss, Arvi pun perlahan berbisik “ Mari bekerja sama untuk tidak saling merugikan, aku sudah bertanggung jawab atas noda yang dibuat oleh adik ku.. menyelamatkan ibu mu dan menyekolahkan adik mu. Yang perlu kamu lakukan hanya sadar diri, sekarang kamu adalah Nyonya Arvi. Kelas sosial mu sudah tidak sama lagi “ Selesai mengatakan hal mengerikan itu, Arvi pun mencium bibir Shelo yang bahkan tidak bisa memejamkan mata karna kebencian nya yang meluap pada Arvi terutama adik nya, Evan.
……………………………………………………………..
Tiga bulan sebelum pernikahan Shelo dan Arvi,
Mereka berdua adalah pribadi yang sama sekali tidak saling mengenal. Kesialan yang dialami Shelo bersumber pada Evan Gregorius Osmond, atau yang akrab di sapa Evan.
Evan pemuda yang tampan dan kaya, kulitnya putih badan nya bagus tinggi dan idaman para gadis di kampus nya. Akan tetapi, bagi Evan masa muda nya adalah masa untuk ber senang-senang bahkan dalam hal cinta. Ia hanya ingin memuaskan rasa penasaran nya ketika menginginkan sesuatu termasuk perhatian Shelo, seorang gadis biasa yang puluhan kali menolak ajakan Evan walau hanya sekedar untuk makan siang.
“Kenapa sih lo jual mahal banget ?” Kata Evan yang dengan percaya diri menyamai tiap langkah Shelo yang sudah biasa mengabaikan Evan sambal berlalu pergi.
“Cari aja target lain, kenapa mesti gue sih” Jawab Shelo santai tanpa melihat Evan dan terus berjalan ke kelas. Terlihat ketika memasuki kelas, ada 2 sahabat Shelo yang melambaikan tangan dan sudah menyediakan kursi kosong untuk Shelo. Mereka adalah Ayu dan Mia, sahabat Shelo dari SMP yang tau semua apa yang disukai dan tidak disukai oleh Shelo, termasuk ketika ia kehilangan ayah dan berada di titik terpuruk sekalipun, mereka selalu ada.
“Hmm… Lagi.. Lagi.. “ Sahut Ayu lelah melihat kelakuan Evan.
“Hai guys, untung gue gak telat. Pesenan bucket hari ini banyak banget.” Kata Shelo menyapa sahabat sahabat nya tanpa menghiraukan Evan yang masih ada di sebelahnya.
“ Jadi gimana? Gue jemput ya” Kata Evan di sela-sela obrolan Shelo.
“Udah deh van, lo jangan gangguin Shelo terus. Gak akan mempan, mending cari yang lain aja” Kata Mia to the point.
“Gue.. Evan Gregorius Osmond, gak ada kata menyerah dalam kamus gue” Jawab Evan percaya diri.
“Hei, gue kasih tau ya. Seorang putra dari keluarga Osmond gak akan ngikutin cewe biasa kayak gue. Jadi, ambil tas lo ini dan pake duit lo buat cewe lain.” Shelo pun tanpa ragu mendorong Evan menjauh dan kali ini berhasil membuat pemuda badung itu pergi ke kelas lain, namun apa boleh buat Shelo terlanjur mendapatkan perhatian dari anak-anak lain yang berada di dalam kelas terutama para wanita yang iri melihat Shelo dan menjadikan nya bahan gosip.
“Sok jual mahal banget sih tuh cewe”
“Cantik juga gue, mahasiswi beasiswa aja belagu”
Perkataan-perkataan itu tentu menyakiti telinga dan hati Shelo, tetapi ia berusaha cuek dan focus untuk segera menyelesaikan masa study nya yang kurang 1 semester ini.
Waktu jeda mata kuliah pun tiba, Shelo dan sahabat nya bercanda gurau bersama menuju cafeteria yang ada di kampus sambil membahas tugas yang diberikan dosen kepada mereka.
“Shel, besok kan kita Cuma 1 mata kuliah doang. Nonton yuk” Ajak Ayu
“Gue sih mau mau aja, tapi besok ada pertemuan tahunan kampus kan. Dan lo tau, gue harus dateng. Buat kelanjutan beasiswa gue di semester akhir ini.” Jawab Shelo menyayangkan.
“Oya, denger-denger Osmond Group taun ini jadi donatur terbesar Shel. Pantes aja si Evan makin bertingkah.” Kata Mia sambil memberikan minuman botol kepada Shelo yang sedang menyiapkan laptop untuk mengerjakan tugas.
“Ga peduli gue, mau dia anak donatur atau bukan. Gue dapetin beasiswa kan bukan karna dia, tapi karna mati-mati an belajar supaya masuk 10 besar fakultas.” Jawab Shelo tegas.
“Iya juga sih, tapi ada gosip tuh dari si cewe-cewe yang iri sama lo. Kata nya semua gara-gara Evan, jadi lo bisa dapet beasiswa. Emang gila ya tuh mulutnya” Sahut Mia merasa geram.
“Biarin aja. Jangan bahas yang ga penting. Kita kerjain tugas aja” Kata Shelo meredam amarah Mia.
…………………………………………………………
Keesokan pagi nya tampak Shelo yang sudah berdandan rapi dengan kemeja putih dan rok hitam nya berjalan ke ibu nya yang sedang sibuk merangkai beberapa bunga, sedangkan Sesil sudah pergi ke sekolah mendahului Shelo.
“Cantik nya anak mama” Kata ibunya sambil membelai rambut Shelo yang tersisir dan terurai rapi sebahu.
“Ibu nya cantik, anaknya pasti cantik dong. Hehehe… sini aku bantu in, ma” Shelo dengan tanggap membantu ibu nya merangkai bunga yang tersisa beberapa lagi.
“Hari ini pertemuan donatur ya, maaf ya mama ga bisa nemeni kamu. “ Kata ibu Shelo yang memang dalam kondisi kurang sehat.
“Gapapa ma, tenang aja. Shelo bisa kok dateng sendiri, gak akan ada masalah.” Jawab Shelo menenangkan.
Beralih ke kampus Shelo, dimana semua penerima beasiswa dan para dosen berkumpul di aula pertemuan untuk mempersiapkan serta menyambut para donatur yang akan datang. Kurang lebih ada 100 mahasiswa termasuk Shelo yang ikut berpartisipasi dalam acara itu. Shelo sebagai Senior membimbing junior-junior nya dan menjadi salah satu panutan disana.
Mobil-mobil mewah pun berdatangan satu demi satu dan mendapatkan penyambutan ramah dari mahasiswa, para dosen dan juga rector. Semua mata terutama para wanita tertuju pada salah satu anggota donatur yang terlihat asing dan baru pertama kali mengikuti acara ini. Dia adalah Arvinas Javier Osmond, anak tertua dari Hendra Osmond pemilik Osmond grup yang merajai bisnis di bidang furniture bahkan sampai ke luar negeri dan beberapa retail bisnis lainnya termasuk Department Store dan hotel bintang 5. Arvi saat ini berusia cukup matang yaitu 30 tahun dimana ayahnya mempercayakan sebagian besar saham kepada Arvi untuk dikelola sebaik mungkin. Arvi masuk dalam top 10 pengusaha muda paling sukses di Indonesia walaupun pembawaan nya yang angkuh dan dingin tidak mengurangi daya tariknya. Setelan jas coklat tua, sepatu dan jam tangan branded semakin melengkapi pesonanya.
“ Saya sangat bersyukur bahwa tahun ini, Osmond Group bisa berpartisipasi lebih besar dari tahun lalu untuk mensejahterakan mahasiswa mahasiswi yang sudah berusaha keras mendapatkan beasiswa prestasi. Saya berharap semangat kalian tidak pernah padam dalam memperjuangkan pendidikan dan cita-cita kalian. Disamping itu, saya ingin memperkenalkan anak sulung saya yang begitu membantu Osmond Group selama kurang lebih 5 tahun ini sehingga semakin besar dan jaya. Arvinas Javier Osmond.” Sambutan bapak Hendra selaku CEO Osmond di iringi oleh tepukan tangan meriah dan tatapan kagum terus mengiringi tiap langkah Arvi hingga sampai di atas panggung.
Pembawaan nya yang dingin dan tidak mudah tersenyum mencuri perhatian banyak orang yang ada di gedung itu termasuk Shelo.
“Bisa-bisa nya kakak sama adik bagai langit dan bumi.” Gerutu Shelo ketika melihat Arvi dan membandingkannya dengan sosok Evan yang sering mengganggu nya.
Acara ramah tamah pun berlanjut, tentunya para donatur diberi ruang khusus dengan hidangan berkelas dan pelayanan bak di hotel bintang lima. Sedangkan para mahasiswa dan lainnya makan siang di gedung pertemuan lainnya.
Ketika sedang menikmati minumannya, Shelo pun terkejut melihat Evan yang ternyata ikut hadir dan sekarang semakin dekat menghampirinya.
“Gimana? Masih ga mau jalan sama gue? Gue bisa nurutin semua apa yang lo mau.” Kata Evan slengekan sambil merangkul pundak Shelo dan tanpa pikir panjang Shelo menyingkirkan tangan Evan dan pundaknya.
“Gue cuma butuh 1 dari lo. Jauhin gue.” Sindir Shelo tegas dan bergegas pergi meninggalkan Evan namun malah tertahan karena tangan kiri nya di genggam erat oleh Evan.
“Gue kan uda pernah bilang, kalo ga ada kata menyerah dalam kamus gue. Ehm.. apa perlu gue beli semua bunga nyokap lo supaya lo terkesan.” Perkataan Evan yang mulai membawa bawa ibu nya pun membuat Shelo geram dan nyaris melemparkan sisa air di gelas nya ke wajah Evan, namun apa daya sebuah tangan yang lembut dan kuat menahan tangan kanan Shelo.
“Kak Arvi??” Sahut Evan kaget seraya melepaskan genggaman nya.
Shelo pun juga terkejut dan terdiam melihat lelaki yang beberapa menit lalu membuatnya kagum sedang berdiri di sebelahnya dan menggenggam tangan nya.
“Apa yang mau kamu lakukan ke adik saya?” Kata Arvi sambil menatap tajam kearah Shelo.
“Maaf, jangan salah paham.” Jawab Shelo merasa takut dan mengurungkan niatnya untuk menyiram Evan.
“Gak ada apa-apa kok kak, cuma bercandaan aja sama temen.” Kata Evan mencari-cari alasan. Shelo pun tersenyum merasa konyol melihat Evan yang jadi kikuk di hadapan Arvi.
“Jangan buang waktu dengan yang gak penting. Kakak suruh kamu nyusul untuk gantiin kakak nemeni papa. Malah main-main sama yang ga penting.” Arvi pun mengomeli Evan di depan Shelo yang menjadi ikut geram ketika mendengar perkataan Arvi yang seolah memposisikan Shelo sebagai barang yang tidak penting.
“Maaf sebelumnya, kaka atau pak. Jadi maksud nya saya ga penting?” Tanya Shelo mulai berani.
“Ya memang kamu siapa saya? Apa penting nya buat saya?” Jawab Arvi santai.
“Harusnya gue siram dua-duanya.” Gerutu Shelo sambil memegang erat gelas minumnya.
“Kamu kan sudah tau siapa saya dan Evan, ga seharusnya kamu seperti itu. Kamu bisa kuliah sampai sekarang juga karna kebaikan saya yang ga seberapa.” Arvi pun menutup percakapan itu dengan kalimat yang menyakitkan dan pergi begitu saja, Evan pun yang merasa dilindungi oleh kakak nya pergi mengikuti Arvi sambil tersenyum nakal kepada Shelo. Kebencian pun tumbuh dalam hati Shelo yang merasa direndahkan.
………………………………………………………….
Pada waktu siang di hari Minggu, terlihat Shelo yang bersantai di rumah bersama ibu dan Sesil. Mereka menata tangkai-tangkai bunga dan membersihkannya bersama untuk di taruh pada vas sambil bercengkerama. Shelo pun mulai melupakan apa yang terjadi kemarin bersama Osmond brothers yang begitu mengganggu nya.
“Sesil, kamu udah telpon jasa mobil untuk angkut pesanan hari ini?” Tanya ibu mereka sambil menata beberapa vas yang sudah terisi bunga.
“Beres ma, nanti jam 4 (sore) uda ready kok.”
“Emang sebanyak ini mau di antar kemana ma?” Tanya Shelo sambil terus membantu.
“Kemarin sore mama dapet pesenan 30 vas bunga dari hotel Osmond. Kata mereka mau ada acara.”
Mendengar nama Osmond, Shelo pun berhenti sejenak seakan tidak percaya.
“Osmond? Sejak kapan mereka jadi customer floris mama?” Tanya Shelo curiga.
“Baru kali ini sih nak. Mama juga sempat tanya mereka dapat kontak mama darimana. Yang bikin mama percaya, karna mereka langsung bayar 50%. Mintanya juga bunga-bunga yang gampang, ya jadi mama ga pikir panjang lagi.”
“Ya harusnya di selidiki dulu dong ma, kalo penipuan gimana” Kata Shelo curiga.
“Ya enggak lah kak, mereka berani langsung bayar. Aku sendiri tadi juga ikut cek mutasi di rekening mama. Ini namanya rejeki tak terduga kak, disyukuri aja.” Lanjut Sesil positif thinking. Namun Shelo tetap merasa ada yang aneh dan serba kebetulan.
Tepat jam 4, mobil yang akan mengantar pesanan pun datang. Satu per satu vas bunga di naikkan dan Sesil sudah bersiap untuk mengantarnya, namun Shelo buru-buru mengambil tasnya dan mencegah Sesil. Dengan pakaian ala kadarnya, kaos putih celana jeans biru dan sepatu kets, ia menghentikan Sesil yang hendak masuk ke mobil.
“Stop. Biar kakak aja yang antar.” Sahut Shelo mengherankan ibu dan adiknya.
“Udaaah. Aku aja gapapa kak. Istirahat aja di rumah, persiapan proposal skripsi.” Sesil pun tidak menurutinya.
“Aku aja dek. Feeling ku yang pesen temen kuliah ku deh. Makanya mau aku pastiin.” Jawab Shelo beralasan.
“Temen kamu?” Ibu nya pun ikut heran.
“Iya ma, temen aku kan ada yang part time disana.
Makanya mau sekalian aku temuin.” Jawaban Shelo pun meyakinkan ibu yang memang sangat percaya pada nya.
“Ya udah, cepetan pulang ya tapi kalo udah selesai. Cuaca nya mau hujan nak.” Kata ibunya sambil membelai kepala Shelo.
“Oke ma. Mama cepet istirahat aja. Jangan lupa minum obat dan vitaminnya. Bye bye”
Shelo pun akhirnya melakukan perjalanan untuk memenuhi rasa penasarannya dan memakan waktu 2 jam untuk sampai ke hotel Osmond yang letaknya cukup jauh dari rumahnya dan berada di tengah kota metropolitan. Sesampainya disana Shelo mencari informasi tentang siapa sebenarnya yang memesan bunga-bunga itu.
“Pesanan nya atas nama Bapak Evan Osmond,” Kata salah satu customer service nya.
Mendengar itu Shelo pun se akan terbakar api kemarahan, dan merasa bahwa apa yang dilakukan Evan hanya untuk mempermainkan diri dan keluarga nya terlebih lagi Shelo melihat ibunya yang begitu bahagia mendapat pesanan sebanyak itu seakan semua hanya lah permainan.
“Apa saya bisa bertemu dengan Bapak Evan? Mungkin dia sedang tertawa sambil menunggu saya.” Tanya Shelo dengan ekspresi yang penuh emosi. Mereka pun segera menghubungi Evan yang memang sesuai prediksi Shelo sedang berada disana. Tentu saja dengan senang hati Evan menerima permintaan Shelo untuk bertemu, staff hotel pun mengantar Shelo ke kamar VIP Evan. Langkah kaki Shelo pun terasa berat namun rasa marah dalam dirinya terus membuatnya ingin melampiaskan pada Evan.
Mereka pun akhirnya bertemu di kamar VIP yang sangat indah dan luas, perabot nya semua bernilai puluhan sampai ratusan juta dan membuat Evan dengan leluasa menyombongkan diri.
“Sebenernya maksud lo apa sih? Sampe kapan lo mau gangguin gue?” Kata Shelo dengan nada tinggi dan amarah yang tak tertahankan.
“Tenang dulu Shel. Duduk dulu.” Jawab Evan santai sambil minum minuman beralkohol yang membuatnya makin buruk. Namun Shelo tidak mendengarkan kata-kata Evan dan tetap berdiri menjaga jarak darinya.
“Gue gak ada maksud apa-apa kok. Gue Cuma mau ngebantu usaha nyokap lo. Emang ada yang salah?”
“Jawaban lo terlalu konyol. Jangan pernah bawa-bawa keluarga gue buat mainan lo. Kenapa sih harus gue? Lo kaya, lo bisa beli apapun itu. Please.. mulai hari ini, anggap kita ga kenal.” Shelo pun to the point kepada Evan, namun sebaliknya.. Evan semakin tertarik kepada Shelo yang sangat sulit dia taklukkan. Evan pun berdiri dan mendekati Shelo.
“Itulah yang gue suka dari lo. Memang apapun bisa gue beli, tapi kenapa buat dapetin lo susah banget? Bahkan seorang Evan pewaris Osmond, ga bisa dapetin lo.” Jawab Evan yang mulai kehilangan akal dan Shelo menyadari nya, ia terus berusaha menjauh dari Evan yang sudah berbau alkohol.
“Lo gila Evan, lo uda ga waras. Nyesel gue nemuin lo dan ngikutin permainan lo.” Ketika Shelo hendak pergi, dengan cepat Evan menarik tubuh Shelo dan memeluknya. Shelo pun melawan dan melarikan diri dari Evan tapi gagal. Tubuh Evan yang tinggi selalu mengungguli langkah Shelo.
Evan pun semakin hilang akal karena pengaruh alkohol, Shelo berteriak minta tolong tapi tidak akan ada satu pun yang mendengarnya karena dinding yang kedap suara.
Evan memeluk dan berusaha mencium Shelo yang terus meronta dan menangis.
“Please Evaan… lepasin gue.” Hingga Shelo pun memohon sejadi-jadinya. Namun Evan tidak mempedulikan dan menuruti hawa nafsu nya. Karena Shelo yang begitu keras kepala dan memberontak, Evan pun memukul dan menampar Shelo dengan keras hingga pingsan.
Satu demi satu evan melepas pakaian Shelo hingga terlihat seluruh tubuh Shelo yang selama ini tertutup dan membuat Evan semakin bergairah. Ia melihat kecantikan Shelo dan tubuhnya yang harum, dengan segera evan juga membuka pakaiannya dan mulai menyentuh serta merenggut yang selama ini dijaga oleh Shelo.
Malam pun semakin larut, Shelo yang tanpa pakaian dan hanya tertutupi selimut sadar. Ia begitu frustasi melihat keadaannya terlebih lagi Evan yang sudah menghilang setelah melecehkannya. Shelo hanya bisa menangis dan berharap itu semua mimpi. Ia beranjak dari tempat tidur dan mengambil semua pakaian yang tercecer di lantai. Shelo semakin merasa sakit dan sesak dalam hati, dimana ia menyadari bahwa sudah tidak virgin lagi.
Ia keluar dari hotel dengan rambut yang masih acak-acakan, terlihat 30 panggilan tak terjawab dari ibu dan Sesil yang khawatir karena Shelo tidak kunjung pulang. Malam semakin larut, hujan semakin deras dan Shelo memutuskan untuk pulang di tengah hujan. Ia menangis marah dan merasa jijik, terbersit dalam pikiran nya untuk melaporkan Evan ke kantor polisi tapi setibanya di depan kantor polisi, langkahnya pun terhenti dan berbalik. Pikiran Shelo sangat kacau dan takut jika ibunya mengetahui semua itu pasti akan langsung jatuh sakit.
Shelo memutuskan pulang naik taksi dengan baju yang basah dan tangisan yang tak bisa berhenti. Namun ketika sampai di depan rumahnya dengan segera dia menghapus air matanya dan mencoba memperlihatkan ekspresi seakan tidak terjadi apa-apa.
……………………………………………
Keesokan pagi nya di kediaman Evan, ia tampak tidur dengan nyenyak dan merasakan efek dari alkohol semalam yang ia minum dengan berlebihan. Evan yang sambil sempoyongan berjalan menuju kamar mandi masih belum mengingat perbuatan keji yang ia lakukan pada Shelo. Selesai mandi, Evan turun untuk sarapan bersama kakaknya yaitu Arvi. Seperti biasa mereka memang hampir setiap hari hanya berdua di rumah karena orangtua nya yang selalu sibuk berpindah pindah kota dan luar negeri untuk menjalankan bisnis sekaligus ber foya-foya dan menjadikan Arvi sebagai penanggung jawab Osmond Group. Arvi yang sudah tampak rapi dengan setelan jas sepatu dan tas kerja nya hanya bisa menghela nafas melihat kelakuan adiknya yang tidak kunjung dewasa.
“Udah sadar?” Tanya Arvi ketus.
“Semalem, aku ga begitu mabuk kok.” Jawab Evan ngeles.
“Oya? Ga begitu mabuk tapi butuh 2 orang buat gendong ke kamar.” Sindir Arvi lagi..
Namun Evan diam terpaku seakan mulai mengingat kejadian kemarin termasuk apa yang dia perbuat pada Shelo. Evan pun terkejut atas perbuatan nya sendiri dan mencoba mengelak namun ingatan itu terbesit jelas hingga ia memecahkan gelas yang berisi susu dan mengagetkan Arvi.
“Pagi-pagi ngagetin aja. Kenapa sih?” sahut Arvi protes sambil meletakkan koran pagi yang ia baca.
“Kak… Spertinya kemarin…” Jawab Evan tergagap takut.
“Kemarin kenapa?” Tanya Arvi yang mulai curiga dengan ekspresi Evan yang tidak pernah dilihatnya se gelisah ini.
“Gak jelas.” Sahut Arvi sambil menggelengkan kepala dan meninggalkan Evan pergi. Arvi pun bergegas ke kantor seperti biasa.
Pikiran Evan pun dihantui rasa takut dan rasa gelisah, “Gimana kalo Shelo lapor polisi?” “Bodo banget sih gue, pake acara mabuk” Gerutu Evan dalam pikirannya yang semakin tidak karuan. Evan pun memutuskan menyusul kakaknya ke kantor, karena dia sudah tidak tau apa yang harus diperbuat dan satu hal yang pasti bahwa Arvi tidak semengerikan ayahnya.
Sesampainya Evan di perusahaan, ia pun langsung naik dan menunggu di ruangan Arvi yang begitu tertata elegan di gedung pencakar langit itu. Evan terus menunggu Arvi yang masih mengikuti meeting bersama klien-kliennya baik dari dalam maupun luar negri.
2 jam berlalu, Arvi pun heran melihat Evan yang sudah berada di ruangannya.
“Ngapain disini? Ga ke kampus?” Tanya Arvi sambil berjalan duduk di kursi kerja nya.
“Kak, ada masalah gawat kak. Aku ga mau dipenjara.” Kata Evan yang hanya besar di mulut saja tetapi takut menghadapi kenyataan.
“Penjara? Apa maksudnya?
Evan pun menceritakan semuanya dari awal sampai akhir kepada Arvi yang mulai ikut gelisah dan pusing atas kelakuan adiknya.
Berbeda dengan Evan yang bisa menceritakan kejadian itu kepada Arvi, Shelo mengurung diri di kamar dan tidak mau makan sama sekali. Bahkan melewatkan kuis di kampus hingga membuat ibu nya khawatir.
“Shel, kamu sakit?” Tanya ibunya khawatir.
“Enggak ma, lagi ga pengen ngapa-ngapa in aja.”
Jawab Shelo yang tidak berani memandang ibu nya dan terus menahan air matanya.
“Cerita dong sama mama. Gak biasa nya kamu begini.”
Shelo pun segera menghapus air matanya dan bangun sambil memeluk ibunya.
“Lagi butuh pelukan mama biar semangat. Hehehehe” Sebisa mungkin ia menutupinya.
Tiba-tiba hp Shelo berbunyi dan ternyata telpon dari nomor asing. Arvi menyuruh sekretarisnya untuk menghubungi Shelo dan meminta nya agar datang ke kantor Arvi. Mendengar itu amarah Shelo pun seakan tersulut kembali. Tanpa pikir panjang ia bergegas membersihkan diri dan berpakaian rapi untuk memenuhi permintaan Arvi.
Shelo yang dengan amarah begitu besar bergegas menuju ruangan Arvi dan terlihat Arvi yang sudah berdiri di samping meja kerja nya seakan memang menunggu Shelo, sedangkan Evan hanya bisa menunduk kebingungan dan salah tingkah di belakang Arvi apalagi melihat tatapan mata Shelo yang seakan ingin membunuh Evan.
“Br*ngseekkk… dasar bed*bah” Shelopun tak kuasa menahan amarahnya dan berlari menuju kearah Evan namun Arvi menahan nya, tubuh Arvi yang tinggi mampu membuat tubuh mungil Shelo tertahan. Usaha untuk memukul dan melukai Evan pun seraya membuat keributan dan menarik perhatian beberapa staf Arvi. Arvi pun mengisyaratkan pada sekretarisnya untuk menutup pintu dan mencegah agar tidak ada yang tau.
“STOP” Bentak Arvi sambil memegang kedua lengan Shelo yang sudah kacau dan menangis tersedu-sedu.
“Saya suruh kamu kesini, bukan untuk bikin keributan.” Kata Arvi tegas.
“Bisa-bisa nya anda melindungi baj*ngan seperti dia. Biar dia menyelesaikan masalahnya sendiri dengan saya. Jangan ikut campur.” Jawab Shelo tanpa ampun sambil melihat kearah Evan yang juga merasa frustasi dan bingung apa yang harus diperbuat. Sedangkan Arvi melihat pakaian Shelo yang robek di bagian pundak nya karena kejadian tadi.
“Saya tau apa yang diperbuat adik saya sangat keterlaluan, saya minta maaf.”
“Maaf??? Anda kira dengan maaf semua bisa kembali seperti semula?” Jawab Shelo yang masih menangis.
Evan pun memberanikan diri mengambil inisiatif untuk meminta maaf pada Shelo.
“Shel, plis maafin gue. Gue gak sadar, gue gak sengaja.” Mendengar itu Shelo pun semakin muak dan bertambah benci.
“Maaf? Sampe kapan pun gue ga akan maafin lo. Lo itu br*ngsek, lo pikir karna lo kaya bisa nidurin tiap cewe seenak nya aja.” Jawab Shelo emosi.
“Gue kan uda minta maaf, gue gak sengaja. Lagian hari gini, itu udah biasa terjadi.” Evan yang awalnya takut mulai melupakan kesalahannya.
“Apa?? Uda biasa???” Shelo pun melepaskan diri dari Arvi yang terdiam memikirkan solusi sementara Shelo berhasil menampar Evan. Pertengkaran pun kembali terjadi dengan Evan yang mulai berani membalas tetapi Arvi menghalangi nya. “STOP” Bentak Arvi menghentikan mereka berdua.
“Hei kamu, saya gak akan menghalangi kamu untuk lapor polisi.” Jawaban tak terduga pun keluar dari mulut Arvi mengejutkan Shelo terutama Evan.
“Kamu punya bukti? Ingat, yang kamu hadapi adalah keluarga Osmond. Pilihan ada di tangan kamu.” Kata Arvi pada Shelo, “Evan, lo tau kan apa yang bakal papa lakukan kalo sampe dia tau tentang hal ini. Hal yang bisa mencoreng nama baik Osmond.” Arvi mengingatkan Evan dengan tatapan tajam seolah mereka tau seberapa buruk yang bisa di lakukan ayahnya. “Wanita ini bisa dibunuh.” Sambung Arvi dengan suara lirih kepada Evan.
Shelo pun makin bingung dengan situasinya, terlebih karena perkataan Arvi bahwa lawannya adalah keluarga yang bisa membeli apapun bahkan keadilan dan terlebih lagi Shelo mengkhawatirkan kondisi ibunya jikalau mengetahui bahwa putri yang selama ini dia andalkan mengalami pelecehan seksual.
Kaki Shelo pun terasa lemas setelah menguras banyak energi untuk melampiaskan kemarahan nya, ia pun tertunduk dan menangis. Arvi yang melihat kekacauan ini pun dengan segera memikirkan solusi pintas nya. Arvi menunduk mendekat ke arah Shelo,
“Hei, kamu.” Kata Arvi memanggil Shelo, dan Shelo pun memandang Arvi.
“Sekarang pilihan ada di tangan mu, kamu mau melawan atau biarkan saya ber tanggung jawab ?”
…………………………………………………
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
naning
akhirnya aku mampir thor hbs selesai critanya Morgan dan sesil..mantap thor critanya😍
2022-04-21
1
Chandra Dollores
dari Morgan-Sesil lalu kemari
spadaaaaaa!!!! any body home
2022-04-12
1
Fitria_194
evan harus di ajarin tanggung jawab dong, klo dbelain trus bisa tmbah bobrok kelakuanx dmsa depan.
2021-12-25
2