Tak terasa waktu begitu cepat berlalu, dari jam berganti hari, dari hari berganti bulan. Sudah enam bulan dari Daffa melamar Patimah, dan kini patimah sudah berhasil lulus dengan menyandang lima besar di sekolahnya.
Daffa terlihat gugup, berkeringat dingin bahkan, padahal orang sehebat apa pun pernah dia temui dan tak pernah segugup ini.
Tapi ini, hanya Patimah, gadis biasa yang baru tamat SMA membuatnya keluar keringat dingin.
"Ya elah Daf, Daf, cuma patimah doang, bukan putri indonnesia, atau miss universe yang bisa buat orang jatuh cinta pada pandangan pertama, patimah aja bikin lo keringet dingin gini, nih tisu." gerutu Dendy seraya menyodorkan bungkus tisu ke Daffa.
"Diem lo!" sentak Daffa kesal di ledekin calon kakak ipar.
"Tuh bocahnya tuh, jangan pingsan lo liat Patimah." ledek Dendy, seraya menunjuk kearah Patimah yang berjalan kearah mereka.
Daffa menghampiri Patimah mengambil koper dari tangannya, lalu membawanya ke mobil mereka.
"Mama gak ikut dek, kan tinggal jemput aja." ujar Dendy saat patimah sudah berada di sampingnya.
"Iya gak apa kak."
Patimah langsung masuk mobil dia memilih duduk di belakang, sementara Daffa duduk di samping Dendy.
Enam bulan tak bertemu, Patimah telihat berbeda, kulit wajahnya tampak semakin bersih. Daffa berulang kali mencuri pandang ke arah patimah dari kaca spion.
Hanya mencuri pandang saja yang mampu dia lakuakan, sebab gadis pujaan hatinya itu belum hallal di sentuh olehnya.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih tiga jam lamanya, merekapun sampai dirumah Dendy.
Daffa juga ikut singgah kerumah Patimah, setidaknya menjalin silahturahmi dengan calon mertua.
Alan kebetulan ada di rumah, dia menyambut Daffa tanpa rasa curiga kalau Daffa menyukai putrinya, apalagi dia hanyalah seorang pelayan bagi Ayahnya, pikiran itu tak pernah telintas dari benaknya.
"Tuan muda Daffa, sudah lama tidak melihatmu."
"Aku selalu stay di kantor, bapak yang terlalu sibuk dengan bisnis baru." sahut Daffa seraya menyalami Alan.
"Mari silahkan duduk tuan."
Daffa mengikuti Alan duduk di sofa, berbincang masalah pekerjaan dan bisnis.
"Tuan muda kapan lagi cari pendamping, usia sudah matang bisnis berjalan sangat baik tunggu apa lagi." tanya Alan.
"Insyaallah kalau tuhan mengijinkan bapak akan menerima undangan special dari saya."
"Alhamdulillah kalau gitu."
Tak lama Nana muncul dengan nampan ditangannya berisi minuman dingin dan cemilan.
"Jadi tuan Muda Daffa ikut jemput Patimah?" tanya Nana seraya meletakkan minuman yang dia bawa di atas meja lalu ikut duduk bersama mereka.
"Iya buk."
"Dendy itu ada-ada aja, apa dia gak tau tuan banyak pekerjaan di kantor."
"Bukan di ajak Dendi buk, saya yang nawarin diri ikut jemput patimah." jelas Daffa.
Nana dan Alan saling pandang, Daffa nawarin diri jemput Patimah? Nana mengenal Daffa dengan baik, dia tau pasti ada sesuatu di balik ini.
Setelah berbincang Daffa pamit pulang di antar oleh Dendy. Dendy hanya mengantar Daffa sampai halaman kantor, lalu kembali lagi kerumah untuk istrahat.
Daffa melangkah masuk, beberapa karyawan yang berpapasan padanya sedikit membungkukkan tubuhnya tanda hormat.
Saat melewati lobby tak sengaja matanya menangkap seorang ibu tengah membawa sesuatu di pangkuannya. Daffa menghampiri resepsionis bertanya mengenai oarang tua paruh baya itu.
"Ada yang bisa saya bantu pak?"
"Kamu tau ibu itu sedang menunggu siapa?"
"Ooh, ibu itu dari kampung katanya mau mengunjungi anaknya yang bekerja di prusahaan kita pak, tapi sudah satu jam dia di sana anaknya belum juga menemui ibunya." jelas resepsionis itu.
"Mana data karyawan itu kasih ke saya."
Resepsionis itu mencatat data yang di minta Daffa pada selembar kertas lalu memberikannya pada Daffa.
"Ini pak."
"Terimakasih."
Daffa meninggalkan resepsionis menuju ruang kerjanya. Daffa menatap kertas yang di berikan karyawatinya tadi, berisi data karyawannya yang tega membuat ibunya menunggu satu jam lebih di lobi, Daffa ingin menatap wajahnya.
"Rina suruh Wahyudi dari pemasaran menemui ku di ruang kerjaku cepat." perintah Daffa pada sekertarisnya.
Tak sampai lima menit Wahyudi sudah sampai diruang kerja Daffa.
Dengan takut-takut Wahyudi memasuki ruang kerja Daffa, sementara Daffa duduk di sofa tengah menunggunya.
"Duduk!" printah Daffa.
Wahyudi duduk di hadapan Daffa dengan wajah tertunduk.
"Kamu benar Wahyudi?"
"Benar pak."
"Sudah menikah?"
"Sudah pak."
"Sudah punya anak?"
"Sudah pak."
"Kamu tau ibumu hari ini datang dari kampung?"
Wahyudi mengangkat wajahnya menatap Daffa, darimana pak Daffa tau dia kedatangan ibu dari kampung.
"Saya tau pak."
"Kamu tahu berapa lama ibu kamu menunggu di lobby?" tanya Daffa dengan tatapan tajam. wahyudi menggeleng pelan.
"Kamu biarkan ibu kamu menunggu kamu satu jam lebih, sesibuk apa kamu kerja di perusahaan saya sampai tak punya waktu menemui ibumu!" bentak Daffa sedikit emosi.
"Maaf pak."
"Saya tidak mempekerjakan manusia tak bermoral di perusahaan ini. kau tau ibumu adalah surga mu, bekerja keras pun kamu selama empat puluh tahun dan hasilnya kau berikan semua pada ibumu, itu tak kan cukup membalas jasa ibumu," ucap Daffa, Kemarahan tengah di landa amarah.
"Ibumu jauh-jauh datang dari kampung kau malah mengabaikannya hingga satu jam lebih, apa jabatan mu, hingga sombong sekali tak menghargai ibumu sama sekali."
"Maaf pak, saya benar-benar minta maaf pak, saya janji tidak akan memeperlakukan ibu seperti ini lagi." mohon Wahyudi.
"Bukan padaku kau meminta maaf, tapi pada ibumu yang sedari tadi menunggumu. wahyudi kau tau, saat sholat saja ketika ibu mu memanggilmu tiga kali kau harus membatalkan sholat mu, jawab dulu ibumu, setelah itu mulai lah lagi sholatmu dari awal, begitu tingginya ibu bagi kita, hingga sholat saja dibtangguhkan, ini karena pekerjaan kau abaikan ibumu."
Wahyudi tak mampu bicara sepatah katapun, dia sepenuhnya menyadari kesalahannya, dia tak menyangka Daffa akan semarah inj padanya.
"Kali ini aku memaafkan mu, pulang lah ajak ibumu, dia sudah menunggumu begitu lama, perlakuakan dia dengan baik, jangan samapai kau menyesal saat dia tak lagi ada di dunia ini, tak ada gunanya amal baikmu kalau tak mampu memuliakan seorang ibu." titah Daffa.
"Terimakasih pak, saya janji ini terakhir kalinya saya memperlakukan ibu saya dengan tidak baik." ucap Wahyudi dengan wajah tertunduk.
"Baiklah aku pegang janjimu, pergilah dan ini pakailah untuk menjamu ibumu." ujar Daffa seraya memberi Wahyudi beberapa lembar uang kertas.
"Tidak usah pak, pakai uang saya saja."
"Terimalah aku tidak suka dengan penolakanmu."
"Baiklah pak"
Dengan terpaksa dia menerima pemberian Daffa, Wahyudi berjalan tergesa menemui ibunya, sesampai di lobby mata wahyudi tertuju pada sosok tua nan lusuh, duduk di kursi dengan terkantuk kantuk.
"Buk."
Ibu membuka matnya yang tampak merah, rupanya ibunya benar -benar tertidur dengan posisi duduk.
"Wahyudi, udah lelar kerjaanmu, kalau belum gak apa-apa ibu tunggu."
"Udah kok buk, mari kita pulang."
"Ayo."
"Ini apa buk?"
"Ohh ini rendang entok kesukaan mu, ibu poyong yang jantan biar banyak dagingnya." sahut ibu sambil tersenyum.
"Makasih buk." sahut Wahyudi dengan mata berkaca-kaca, dia malu pada dirinya sendiri nasehat Daffa begitu menghujam jantungnya.
"Buk maaf." ucap Wahyudi lirih.
.
Happy reading.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
bobo
masyaallah cb d dunia nyata byk daffa daffa ky gni..pst krywan byk yg sejahterq
2023-01-13
0
Juli Siman
baiknya Daffa...siapapun pasti mau menjadikan anak menantu...
2021-08-10
3
Ratna Utami
lanjuuuuutttt....
mas Daffa baik banget deh
2021-07-05
2