Part 19

Ini pertama Hanif masuk Kerja sementara Kanza juga sudah masuk Kuliah, berita pernikahan Hanif dan Kanza tentu saja membuat heboh teman Hanif dan karyawan lainnya.

Pegawai biasa seperti Hanif menikahi pewaris perusahaan besar tentu saja ini berita besar.

Ada yang mensupport ada sebagian yang yang mencibir dia sengaja menikahi Kanza demi harta warisannya.

Hanif memilih diam ketimbang menanggapi celoteh yang menurutnya tak penting, saat memutuskan menikahi Kanza dia tau gosip seperti ini pasti akan terjadi.

Wajar orang berpikir demikian Kanza dan Hanif bagai langit dan bumi.

"Gimana Nif rasanya nikahin anak pemilik perusahaan," bisik Bagus teman kerjanya.

"Sama aja rasanya kayak waktu lu nikahi bini lo, masih ingatkan rasanya, jangan bilang lo dah lupa," sahut Hanif.

"Asem lo Nif!" dengus Bagus kesal.

"Pertanyaan lo tuh yang asem." ledek Hanif.

"Ya elah nif di tanya gitu aja lo meradang," sungut Bagus.

Hanif cuma senyum tak mau membahas lebih jauh lagi, terserahlah apa pendapat orang tentang pernikahannya dengan Kanza, yang jelas perasaannya pada Kanza tulus tanpa embel-embel harta dan jabatan.

***

Daffa ada pertemuan dengan beberapa rekan bisnisnya siang ini, termasuk Anita menjadi salah satu rekan bisnis yang sedang menangani mega proyek pembangunan apartemen.

Kota A, masih memiliki daya tarik properti yang lumayan menarik. Hal itu dibuktikan dengan adanya kerja sama antara Eka karya group dan Atmaja group untuk membangun hunian di kawasan Utara kota A. Proyek apartemen di Barat kota A ini bernama Water Front Lifestyle yang menggabungkan konsep mixed-use dan diklaim memiliki fasilitas kelas dunia.

Kedua pengembang ini adalah developer kawakan yang sudah terkenal reputasinya di sektor properti.

Atmaja Group yang sekarang di kelola Daffa merupakan pengembang properti kenamaan yang berbasis di Sydney, Australia, yang didirikan oleh Erico Atmaja ayah dari Daffa, Atmaja memulai proyek apartemennya pada proyek dengan nilai AUS$28 juta di Bondai, Sydney.

Daffa cukup salut dengan Anita, anak yang baru kemaren sore terjun di dunia bisnis tapi pengetahuannya luar biasa, dia sungguh memiliki kecerdasan di atas rata-rata, tidak bisa di anggap enteng.

"Pak Daffa, masih punya waktu setelah ini?" tanya Anita saat usai rapat, seraya menyusun berkasnya kedalam tas hitamnya.

Daffa juga melakukan hal yang sama tengah menyusun berkasnya, sekilas dia menatap Anita yang tengah menatap kearahnya.

"Jangan coba-coba mengajak kencan, aku tak pernah mau melakukannya." jawab Daffa dengan kalimat bernada canda.

"Aku harus patah hati kali ini, niat ku udah ke baca pak Daffa." sahut Anita.

Daffa cuma senyum menanggapi ucapan Anita, selain pandai ternyata Anita suka bercanda rupanya, begitu pikir Daffa.

Anita sedikit berlari mensejajari langkah Daffa keluar dari ruang rapat.

"Pak Daffa, saya beneran serius loh mau ngakak bapak makan di luar."

Daffa menghentikan langkahnya sejenak menatap Anita penuh selidik, ajakan ini ada berbau asmara tidak.

"Jangan khawatir, cuma makan bareng sesama rekan kerja." jelas Anita, dia tau Daffa akan menolak kalau mereka cuma berdua, itulah sebabnya dia membawa dua orang lainnya bersama mereka.

"Bagaimana?" tanya anita lagi.

"Bukan cuma kita kan?"

"Gak lah pak, ada yang lain kok."

"Baiklah saya ikut."

Binar bahagia tampak di wajah Anita, umpannya akhirnya di sambar Daffa, tapi dia harus sedikit bersabar Daffa tak kan mudah menelan umpannya begitu saja, dia bukan tipe lelaki seperti itu.

Daffa jadi juga pergi makan malam dengan Anita, ternyata Anita tidak berbohong dia membawa dua rekan bisnis lainnya sebagai teman mereka makan malam.

Resto tempat mereka makan malam ini adalah milik Daffa, resto yang baru dia ambil alih beberapa bulan lalu, sebagian besar karwayan bahkan tak tau kalau resto ini sudah ganti tuan.

Saat Anita merekom resto ini Daffa langsung saja mengiyakan itung-itung observasi pada resto ini.

Daffa mengikuti langkah Anita dan kedua rekan lainnya menuju sudut resto yang menurut Daffa sangat bagus kalau ingin menikmati hidangan dengan santai.

"Resto ini menu makannya mengusung masakan tradisioanal loh pak, takutnya lidah sultan bapak gak cocok dengan menunya nanti." ucap Anita dengan nada bercanda.

"Gak sebaliknya, lidah kamu yang gak cocok nit, kalau saya dua rekan kamu ini pasti tau selera saya seperti apa." jawab Daffa seraya menatap dua rekan mereka yang memang sering memergoki rekan bisnisnya ini makan di angkringan pinggir jalan.

"Wah kalau gitu selera makan kita sama pak, ini pertanda baik kayaknya." ucap Anita seraya menatap Daffa dengan berani.

Daffa cuma senyum dia tak ingin menanggapi kelakar yang menuju ranah pribadinya.

Daffa benar-benar fokus pada makanan yang terhidang, dari rasa dan bentuk penyajian jadi perhatiannya, sejauh yang dia lihat semua tampak bagus.

Selesai makan Anita minta di antar Daffa, tentu saja hal itu di tolak Daffa, tapi Anita memaksanya dengan banyak alasan, Daffa pun tak punya pilihan lain dengan terpaksa dia mengantar Anita pulang.

"Maaf kalau saya memaksa bapak buat ngantarin saya."

"Gak apa, tapi saya harap ini terakhir kalinya kamu melakukan ini, besok-besok saya tidak akan mau mengantarmu dengan alasan apa pun." jelas Daffa seraya menatap Anita sekilas.

"Bapak terlalu kaku, bersantailah sedikit, apa tidak terpikir oleh bapak untuk mengakhiri masa lajang?"

"Aku bukan kaku Nit, aku hanya tak mau melewati batasan-batasan pergaulan lawan jenis, tentu saja aku ingin, tapi apa daya aku harus menunggu wanitaku menyelesaikan pendidikannya."

Anita repleks menatap Daffa, wanitanya, jangan bilang dia sudah memiliki pendamping, Daffa pasti membohonginya selama ini dia tak terlihat menjalin hubungan dengan siapapun.

"Bapak serius udah punya pendamping?"

"Tentu serius, aku bahkan sudah melamarnya."

"kenapa tidak di publikasikan agar wanita seperti saya tidak salah paham." ujar Anita seraya menatap Daffa.

"Belum saatnya, lagi pula aku tidak suka masalah pribadiku jadi konsumsi publik." jelas Daffa.

Anita menarik nafas dalam, dia tak ingin melangkah lebih jauh saat ini, memaksakan kehendaknya hanya akan membuat Daffa menghindar semakin jauh, bersabar akan lebih baik agar tetap berada di sisinya.

****

Sementara itu di sebuah tempat makan pinggir tampak Hanif tengah menyantap pecel lele bareng istrinya.

Sepulang kuliah Kanza tak langsung pulang dia menemui Hanif di kantornya. Hanif yang memiliki seambrek pekerjaan tak bisa buru-buru pulang, jadilah Kanza menemani Hanif hingga malam.

"Lapar banget ya sayang." tanya Hanis seraya menambahkan sambel ke piring Kanza.

"Iya mas, tapi makanan ini benar-benar enak loh mas, kamu pinter cari tempat makan yang enak. " puji Kanza, dia tadi di pesankan pecel lele pakai ayam kampung, sepertinya ayam kampungnya masih muda, terlihat dari teksturnya yang empuk dan ukurannya yang tak terlalu besar.

"Mas gak belikan untuk ibu?" tanya Kanza seraya meencuci tangannya.

"Ibu sudah makan, nanti gak ada yang makan sayang mubazir." sahut Daffa dengan senyum.

"Iya, ya."

"Udah sayang ayo pulang." ajak Hanif.

"Udah mas." sahut Kanza seraya beranjak bangkit.

Hanif mengandeng jemari Kanza saat keluar dari warung lesehan, beberapa pasang mata mencuri pandang ke pada Hanif, suami Kanza ini masih memiliki daya tarik rupanya, terbukti para gadis masih saja mencuri pandang ke arahnya, padahal Kanza ada di sampingnya.

Hal itu tentu saja membuat Kanza sewot, apa mereka tidak lihat Hanif mengandengnya, bisa-bisanya mereka menatap suaminya dengan tatapan genit begitu, keterlaluan.

Hanif melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, sesekali dia melepas pandangan ke wajah cantik istrinya, tapi sepertinya ada yang salah, Sedari tadi Kanza diam membisu, tak seperti biasanya selalu ada saja bahan yang jadi pembicaraan mereka.

"Sayang, kenapa sedari tadi cuma diam, sayang sakit."

"Iya!"

"Apa, apa mu yang sakit sayang?" tanya Hanif terlihat panik.

"Ini hati." sahut Kanza dengan wajah cemberut.

Hanif menghela nafas lega, tapi kenapa Kanza bisa sakit hati.

"Aku buat salah ya sama sayang?"

"Iya." sahut Kanza sewot.

"Benarkah, apa itu sayang."

"Itu tadi, mas senangkan di liatin gadis-gadis tadi, ada aku aja mas jadi perhatian begitu, bagaimana kalau sendiri." sungut Kanza.

Hanif terbahak, tenyata itu, padahal Hanif begitu cemasnya sudah membuat Kanza sakit hati.

"Mas kok malah ketawa sih."

"Sayang cemburu?" tanya Hanif seraya menggengam jemari Kanza.

"Ya iyalah."

"Baiklah mulai besok kita makan di rumah saja, agar tidak ada mata-mata genit seperti tadi, bagaimana sayang?" tanya Hanif dengan mengedifkan sebelah matanya.

"Ide bagus aku setuju." sahut Kanza dengan senyum dibibirnya.

Happy reading.

Udah lama gak nongol, pembaca setia juga pada ngilang sedih😭😭

Terpopuler

Comments

Diaz

Diaz

anita perempuan gatel.. hempaskan thor

2021-10-06

0

Juli Siman

Juli Siman

semangat thour...

2021-08-10

1

Hernawanti

Hernawanti

lanjut ya .... dan slalu semangat ya thor.... klo bisa sih double up nya......🤭🤭🤭🙏🙏🙏

2021-07-04

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!