Part 18

Menjelang magrib Erico ayah Kanza dan Daffa pulang kerumah, menunaikan Sholat magrib berjemaah di mushlah.

Sehabis makan malam dan sholat isya mereka berkumpul di ruang keluarga bersama.

"Hanif abi dengar kamu mau membawa Kanza pindah," tanya Rico membuka percakapan.

Daffa dan Kila beralih menatap Rico yang membahas pindahan anaknya.

"Iya bi,"sahut Hanif.

"Rencana kamu mau pindah kemana."

"Sementara satu rumah dulu bareng ibuk bi."

"Sebenernya Kanza sudah memiliki rumah sendiri tapi ada beberapa yang masih dalam tahap renovasi, kalau sudah selesai abi harap hanif mau membawa Kanza menempati rumah itu," pinta Erico pada menantunya, ada kelegaan di hati Kila mendengar kalimat suaminya barusan.

"Insyaallah bi, kalau memang udah rampung aku akan bawa Kanza pindah kesana," tutur hanif.

Lumayan lama mereka berbincang-bincang, lalu masing masing masuk kedalam kamar beristirahat.

Dikamarnya Daffa menatap surat bersampul coklat itu dengan wajah sumringah, entah sudah berapa kali dia membacanya.

Tiba-tiba dia merasa begitu rindu Patimah, harus dengan apa dia menyampaikan rasa rindunya ini, patimah tak punya hp, atau berkirim surat saja seperti Patimah yang mengirimi dia surat.

"Den, kirim dulu alamat pesantren patima, lo taukan?" ujar Daffa melalui telpon.

"Mau apa lo, bales surat Patimah?, jangan ngaco, sejak kapan santri boleh bekirim surat apa lagi surat cinta," sahut Dendy.

"Bukannya lo janji, gak akan ada pertemuan sampai saatnya tiba, ini baru seminggu Daf, belum setahun," sambung Dendy.

"Lo denger aja, iya udah sana istrahat, aku gak jadi ganggu Patimah," ujar Daffa lalu memutus panggilannya.

Bener kata Dendy, bagaimana dia bisa lupa peraturan pesantren, dia juga lupa janjinya tidak akan mengganggu patimah sampai masa yang di tentukan.

Daffa beranjak bangkit menuju kamar mandi, mengambil wudhu melakukan sholat dua rakaat agar hatinya tenang di sambung zikir agar semakin tenang.

Sementara di kamar Kanza, Hanif sedang duduk di lantai sambil membaca kitab yang ada di rak buku Kanza banyak koleksi buku dari penulis-penulis hebat yang berkenaan dengan hukum-hukum islam. sementara di sampingnya Kanza juga membaca buku dengan bersandar pada tubuhnya.

"Kamu baca semua ini sayang,?" tanya Hanif takjub dengan koleksi buku milik Kanza.

Kanza yang tengah duduk di sampingnya menggeleng.

"Trus buku sebanyak ini kenapa di beli kalau gak di baca.?"

"Warisan umi," sahut Kanza dengan senyum.

Hanif menganggu paham, ternyata warisan umi Kila, tak heran kalau ummi Kila memiliki ilmu agama yang lumayan.

Hanif menoleh ke Kanza yang seenaknya bersandar pada tubuhnya, hidungnya menyentuh rambut hitam Kanza yang tergerai indah, wangi sampo dari rambut Kanza perlahan memenuhi indra penciumannya memicu kinerja otaknya berimazinasi berbau pantasi.

Refleks Hanif mengecup pipi Kanza yang memang menempel begitu dekat, bukannya mengelak Kanza malah tertawa manja, membuat Hanif semakin gemas, perlahan dia meletakkan kitab yang dia pegang di atas rak, lalu fokus pada Kanza di sampingnya.

Lihatlah betapa mengemaskannya dia, mata bulat dengan bulu mata lentik, hidung bangir dan bibir yang terukir begitu indah, wajah yang terlukis begitu sempurna hasil pahatan sang pencipta.

Hanif kembali mengecup pipi Kanza, tidak seperti tadi kali ini dia mencium Kanza separuh bernafsu, entahlah dia tak ingin menahannya lagi, berada dekat dengan Kanza membuat naluri kelalakiannya selalu saja bangkit, seperti saat ini dia merasakannya lagi, gerak manja dari tubuh gemulai Kanza membuatnya tak mampu menahan hasratnya.

Hanif terus saja mencumbu Kanza, entah Kanza juga merasa hasrat yang sama, dia membalas semua sentuhan Hanif.

Kanza, kali ini Hanif tak lagi mau bersabar, dengan penuh kelembutan Hanif meminta haknya sebagai suami, melabuhkan segenap cintanya dengan sentuhan dan desahan, hingga keduanya terkulai bermandi keringat, mencapai pelepasan yang tertunda begitu lama.

"Maaf sayang," bisik Hanif ditelinga Kanza, Kanza tak menjawab, dia malah membenamkan tubuhnya ketubuh Hanif mereguk kehangatan dada bidang suaminya.

"Sayang bangunlah, kita mandi dulu sebelum tidur."

Kanza menggeliat di balik selimutnya, dia sudah hampir terlelap, tubuhnya lemas dan sakit semua.

"Aku ngantuk mas, besok saat mau tahajud aja baru kita mandi ya," ujar Kanza lalu menggelung tubuhnya di balik selimut.

"Tidak boleh sayang, ayo," Hanif mengendong tubuh Kanza yang terbalut selimut membawanya kekamar mandi.

Tak butuh waktu lama Kanza dan Hanif sudah keluar dari kamar mandi.

Kanza sudah berpakaian tinggal mengeringkan rambut hitamnya.

Hanif meraih tubuh Kanza menempatkannya di kursi.

"Duduklah, biar aku keringkan rambutmu dulu," ujar Hanif, lalu sibuk mencari hair dyer, setelah ketemu Hanif mulai mengeringkan rambut Kanza.

Kanza merapatkan tubuhnya pada pada Hanif, bayangan kemesraan mereka masih tergambar jelas di benak Kanza.

"Katanya ngantuk kenapa tidak segera tidur sayang," bisik Hanif seraya mencium rambut hitam Kanza.

"Abis mandi malah hilang ngantuk ku mas,"sahut Kanza.

"Mas besok aku sudah masuk kuliah, bagai mana menurut mas."

"Bagus biar nanti mas antar," sahut Hanif, seraya membelai tubuh Kanza yang tengah bergelayut manja padanya.

"Tapi kata kak Daffa aku gak boleh belajar lagi di kantor mas."

"Oh ya?"

"Iya katanya mas lah yang harus mengantikan aku belajar mengelola perusahaan."

"Aku?"

"Iya mas," sahut Kanza seraya menatap suaminya.

"Mas mana berani sayang, biar aja mas jadi pegawai biasa itu lebih nyaman buat mas."

"Bilang sendiri sama kak Daffa kalau mas gak mau."

"Iya nanti mas bilang kalau kak Daffa membahas itu."

"Tapi besok aku gak masuk kuliah dulu deh mas," ujar Kanza seraya membelai dada bidang suaminya.

"Kenapa, sayang?" tanya Hanif heran.

"Itu.."

"Itu apa sanya?"

"Itu nya masih sakit, dan susah jalan mas," sahut Kanza malu-malu.

"Ahh itu, maaf ya sayang, tapi mas udah gak bisa nahan lagi, abisnya istri mas cantik gini mana bisa nahan lama-lama," ujar Hanif seraya menyentuh hidung kanza dengan lembut.

"Gak apa, ternyata aku suka, kenapa gak dari kemaren kemaren aja mas paksa aku, hemm," ujar Kanza dengan mimik manja.

Hanif menatap Kanza bengong, benarkah kata itu leluar dari bibir Kanza, sungguh membuat Hanif gemas, bisa, bisanya dia menyalahkan Hanif tidak memaksanya melakukan itu, Kanza apa kau tau, betapa dia merasa dunia ini jungkir balik gak karuan, harus menahan hasrat kelelakiannya sementara tubuh molek nan menawan setiap malam bergelayut manja tanpa perasaan.

"Kenapa mas menatapku begitu," tanya Kanza saat Hanif menatapnya tak berkedip, hanif tak menjawab hanya seringai yang membuat Kanza bergidik ngeri.

"Mas mau apa," tanya Kanza beringsut sedikit menjauh.

"Mau memaksamu, sayang sepertinya kau harus menambah cuti kuliah mu tiga hari lagi, sebab aku rasa besok sayang tak akan mampu berjalan," bisik Hanif.

"Apa!" seru Kanza dengan mata melebar, dia berusaha menjauh tapi sayang Hanif terlanjur menekamnya.

"Mas gak mau!" teriak Kanza di barengi tawa geli oleh serangan Hanif.

Kanza, Kanza ....

Happy reading.

Hay readers emak tingalin dukungan ya.🥰🥰🥰🙏🙏

Terpopuler

Comments

Juli Siman

Juli Siman

sepertinya Hanif SD ketagihan....

2021-08-10

2

Irsyad Alghi

Irsyad Alghi

up lagi dong thor

2021-06-30

1

Yaris

Yaris

kayaknya nanti Nilam datang lagi terus dah berubah jd Sholihah ap jangan jangan yg jd pengajar di pesantren Patimah yg di sukai dendy

2021-06-26

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!