Seperti janji Dendy, tepat jam dua dia sudah hadir fi kantor Daffa bersama Patimah yang sedang menunggu di dalam mobil.
Mana tega Daffa menolak ajakan Dendy mengingat dia sudah bersama Patimah.
Daffa dan Dendy di jok depan sementara Patimah berada di belakang, pesantren Patimah lumayan jauh berada di pinggiran kota, pesantren milik keluarga Rico yang di bangun kusus untuk putri.
Di sepanjang perjalanan Patimah tampak fokus pada kitab kecil di tangannya sementara Dendy sibuk bercerita gebetan barunya guru pesantren anak teman ibunya.
Sudah dua jam di atas mobil tapi mereka belum juga sampai.
"Jauh bener pesantren Patimah Den?"
"Tanya ummi lo kenapa jauh bener bangun pesantren di pelosok sono," Sahut Dendy.
"Pesantren umi?"
"Iya, lo gak tau?"
"Gak, yang aku tau yang dekat aja, kenapa gak masu'in di situ aja, kan lebih dekat gak sejauh ini."
"Tanya bocahnya tuh, dia yang memilih di sini, dari empat pesantren yang di rekom mama dia pilih di sini," ujar Dendy sambil melirik Patimah.
"Ooo dia yang mau."
"Iya, kita cari tempat istrahat dulu ya, pinggang ku dah pegel, perjalanan kita masih sejam lagi loh," ujar Dendy.
"Apa, jauh amat!" seru Daffa tanpa sadar.
"Kalau deket aku gak minta di temeni Daf," ujar Dendy lagi.
Debdy mencari lesehan pinggir jalan yang bisa buat lurusin pinggangnya yang sudah pegel gak karuan.
Lesehan yang lumayan luas dan sepi sengunjung yang di cari dendy sebab dia mau rebahan barang sebentar.
Daffa duduk satu meja dengan patimah sementara Dendy sehabis minum kelapa muda memilih rebahan tak jauh dari mereka.
"Imah tahun ini tamat ya?" tanya Daffa membuka percakapan.
"Iya kak," sahut Patimah pelan.
"Habis ini mau kuliah dimana?"
"Belum tau kak, rencananya mau ngabdi aja di pesantren sambil memperdalam ilmu agama, tapi kak Dendy nyuruh kuliah, jadi masih bimbang,"
"Ikuti kata hati aja, ngabdi juga pilihan bagus kok."
"Imah mikirnya juga gitu kak."
"Imah apa aku boleh bertanya hal pribadi padamu?"
Patimah menatap Daffa sekilas lalu mengangguk pelan.
"Kalau boleh tau apa imah udah punya pacar,?" tanya Daffa.
Patimah tampak kaget oleh pertanyaan yang benar-benar pribadi itu, tapi kemudian mengeleng.
"Kalau ada seseorang yang ngajakImah ta'aruf apa Ima mau?"
Patimah kembali menatap Daffa sekilas kemudian menunduk.
"Akan di pertimbangan kak, semua yang datang dalam hidup pasti atas ijin allah tidak baik mengabaikan apa yang sudah allah kirim pada kita," sahut patimah dengan wajah yang masih tertunduk.
"Imah, mungkin apa yang aku katakan nanti sangat pribadi tapi aku minta Ima pertimbangkan perkataanku nanti," Daffa menghentikan ucapannya sejenak menatap Fatimah yang junga tengah menatapnya.
"Aku sepertinya menyukaimu," ujar Daffa dengan tatapan intens menatap Patimah yang tengah menatapnya dengan ekspresi kaget.
"Maafkan kelancangan ku ini, tapi aku menawarkan hubungan yang serius padamu, sebab perasaanku tidak main-main."
Patimah tampak gugup, sekilas dia menatap Dendy yang berbaring tak jauh dari tempat mereka duduk lesehan.
"Tapi aku masih sekolah kak," sahut Patimah pelan.
"Kau tidak harus jawab sekarang, kalaupun kau bersedia kita tidak harus menikah sekarang, aku akan memberimu waktu beberapa tahun untuk mengabdi di pesantren aku akan menunggu mu, sampai masa itu aku tidak akan menemui mu, demi menjaga rasa sabarku," ujar Daffa.
Manik hitamnya menatap Patimah tak berkedip, inilah makanya dia tak ingin bertemu patimah, dia tak mampu memendam perasaannya, tapi mengutarakan juga belum waktunya, tapi dia sudah terlanjur mengatakannya.
"Kakak, apa sudah mantap dengan perasaan kakak ingin tak'arup denganku, aku bukan wanita istimewa yang pantas jadi teman hidup kakak," kalimat yang memberi angin segar ini melegakan Daffa, walau Patimah mengatakannya dengan wajah tertunduk dalam, tapi Daffa menangkap pesan dari kalimat Patimah bahwa dia tak menolak ajakan Daffa berta'aruf.
"Aku sudah bilang, perasaan ku tidak main-main, kalau aku tidak yakin, mana mungkin aku berani menyampaikan hal serius ini padamu patimah, sekarang yang ingin aku tau bersedia atau tidak kau menerima ajakanku untuk ta'arup," tegas Daffa.
"Aku tidak pernah dekat dengan lelaki manapun, dan kakak lelaki pertama yang mengajakku ta'aruf, aku akan melakukan istikharah dulu sebelum memberi jawaban pada kakak," sahut patimah.
"Terimakasih, aku akan tunggu jawabanmu, mana nomor hp mu, kau bisa mengirim jawabanmu melalui pesan saja," ujar Daffa seraya mengeluarkan ponselnya dari saku jasnya.
"Maaf aku tidak memakai hp kak," sahut Patimah malu-malu.
"Lalu bagaimana kau menjawab ajakanku?"
"Tulis alamat kakak aku akan kirim jawabanku melalui surat," sahut Patimah.
"Baiklah kau punya pena?"
Patimah menganggung, lalu membuka tas kecil yang sedari tadi ada di sampingnya, mengambil memo dan pena di dalamnya lalu memberikannya pada Daffa.
Daffa meraih memo yang di sodorkan Patimah menulis alamat kantornya disana, dia sengaja tidak memberi alamat rumah pada patimah, dia takut umminya yang menerima suratnya, bisa geger nanti seisi rumah.
"Setelah kau menemukan jawabanya kirimlah segera jawabannya padaku," ujar Daffa seraya mengembalikan memo milik Patimah.
"Baiklah kak," sahut Patimah.
Bersamaan dengan Dendy yang bangkit dari tidurnya.
"Jam brapa?" tanya Dendy pada keduanya.
Daffa melihat jam di pergelangan tangannya.
"Jam 14:30," sahut Daffa.
"Baiklah berhubung pinggang udah enakan kita lanjut lagi ya, oh ya, lo yang bayar ya Daf," ujar Dendy.
"Iya," sahut Daffa seraya mengeluarkan dompetnya dari saku jasnya.
Setelah membayar apa yang mereka makan, mereka kembali melanjutkan perjalan menuju pesantren Patimah.
Patimah yang saat pergi dari rumah fokus dengan kitabnya, kali ini tidak demikian, setelah percakapan yang terjadi dengan tuan Daffa.
Sesekali dia mencuri pandang lelaki yang sangat tampan, yang baru saja mengutarakan isi hatinya.
Kalau boleh jujur saat ini patimah sungguh jadi wanita paling bahagia di dunia, ada sepenggal kisah masa lalunya yang berkaitan dengan Daffa.
Waktu itu dia masih kelas 6 Sd, mamanya masih bekerja di rumah tuan Daffa sebagai pengawal nyonya Kila yang tak lain ibunya Daffa.
Mama selalu membawanya kerumah Daffa sepulang sekolah, hal itu membuatnya sering bertemu Daffa.
Sosok Daffa yang sudah karismatik semenjak kecil membuat banyak wanita mengejarnya, itulah sebabnya nyonya Kila memasukkan Daffa di Sma ber-asrama dan hanya di huni oleh pria.
Kecil kecil jatuh cinta begitulah Kira-kira yang di alami Patimah, diam diam dia mengagumi Daffa yang saat itu sudah di bangku sma sementara dia masih duduk di bangku sekolah dasar.
Suatu hari dia menangis histeris saat tau Daffa dekat dengan wanita bernama nilam, gadis ingusan itu patah hati, dan memilih menjauh dari Daffa yang bukan jangkauanya.
Tapi tuhan berkehendak lain, lelaki yang tak mampu dia lupa selama misi menjauh kan diri itu tadi melamarnya, memintanya jadi pendamping hidupnya.
Tentu saja lamaran itu dia terima dengan senang hati, tapi dia tidak bisa memetuskan sebelum memohon petunjuk pada illahi robbi.
Setengah jam telah berlalu mereka pun sampai di pesantren Patimah, mereka tak bisa lama disana cuma beberapa menit saja kemudian kembali pulang.
Daffa menatap Patimah dengan perasaan tak menentu, separuh hatinya tertinggal di sini.
Mereka pun kembali pulang, di perjalanan Daffa banyak diam, saat Dendy mengajaknya mengobrol dia cuma jawab iya, tidak dan mungkin, dia tak bersemangat. Dendy melirik Daffa yang menatap keluar jendela lelaki tampan ini telah jatuh hati.
"Lo serius ngelamar Patimah Daf?"
Daffa seketika menoleh ke Denddy yang menatap lurus kedepan.
"Dasar, gak tidur lo tadikan," sentak Daffa kesal.
Dendy beralih menatap Daffa sambil nyengir.
"Gak sengaja dengar, lo aja ngelamar adek gue di sembarang tempat, untung lo majikanku kalau orang laen udah ku hadiahi bogem mentah lo," ujar Dendy meradang.
"Aku takut tidak punya waktu, dan adek lo keburu di lamar orang, bisa nyesel seumur hidup aku Den."
"Lo beneran suka Patimah, apa gak ada wanita yang lebih dari dia yang lo taksir Daf,?" Dendy sepertinya tak yakin Daffa jatuh hati pada Patimah.
"Ais, kapan aku pernah main-main dengan perempuan, sudah setua ini aku bahkan belum pernah pacaran, dan kalau sekarang aku melamar Patimah apa menurutmu aku main-main," dengus Daffa kesal perasaannya di ragukan calon kakak iparnya.
"Iya juga sih, aku cuma bisa bilang semoga berjalan sesuai keinginan kalian aja, mulai sekarang perlakukanlah kakak ipar lo ini dengan baik," ujar Dendy dengan mimik angkuh.
Daffa tertawa kecil, tinjunya pun mendarat di lengan Dendy yang langsung mengaduh kesakitan.
.
.
.Happy reading
Jangan lupa tingali dukungannya ke emak ya. 🙏🙏🙏🙏🥰🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Juli Siman
kompak betul Daffa SM calon KK iparnya...
2021-08-10
1
Lasmi Kasman
Alhamdulillah di terima
2021-06-26
2
Reena Azza
takutx nnti nilam muncul n menggoyahkn hati daffa ke fatimah...jngan smpe lah nilam nnti jd pelakor
2021-06-23
2