Part 14

Gelap masih menyelimuti pagi saat dengan gerakan perlahan Kanza turun dari tempat tidur, lalu beranjak kekamar mandi membersihkan diri lalu berwudu.

Masih jam tiga lewat lima belas menit, Kanza biasa bangun di jam segini guna menunaikan Sholat tahajud.

Dia baru akan memulai sholatnya saat Suara Hanif terdengar menegurnya.

"Putri Kanza, kenapa tidak membangunkan suamimu, kita kan bisa bertahajud bersama."

Kanza cuma bengong mendengar Hanif memanggil nama lengkapnya bukan adek atau sayang seperti saat menjelang tidur tadi.

"Maaf mas, aku takut mas gak mau di ganggu."

"Tunggulah aku ambil wudhu dulu kita tahajud bareng,"

Hanif bergegas masuk kamar mandi membersihkan diri lalu berwudhu, setelah menganti bajunya dengan baju sholat Hanif menyusul Kanza berdiri di depannya mengimami sholat tahajud mereka, setelah itu keduanya membaca qur'an sampai menjelang subuh.

Sinar keemasan masuk melalui jendela kamar yang terbuka, menembus cela gorden yang berayun tertiup angin.

Hanif menopang kepalanya dengan tangan kirinya sedang tangan kanannya membelai lembut pipi Kanza yang tengah terbaring di sampingnya.

Hanif tertawa pelan saat Kanza memicingkan matanya yang tengah terpejam, saat sinar menyilaukan dari matahari pagi singgah tepat di kelopak matanya yang tepejam.

Jemari Hanif kembali mendarat di pipi Kanza, katanya tidak boleh tidur setelah subuh, tapi lihatlah dia bahkan tidur sampai ngiler.

Hanif meraih tisu di atas nakas lalu menyeka liur Kanza yang membasahi bantalnya.

"Kanza, Kanza, cantik cantik kok ngiler sih," gumam Hanif seraya melempar tisu ke tempat sampah.

"Kanza bangunlah sudah siang, kita mau pulang kerumah ibu loh," bisik Hanif pelan seraya menguncang tubuh Kanza pelan.

"Hmmm apa sih, masih ngantuk kak," sahut kanza lalu meraih guling di sampingnya memeluknya erat.

"Katanya habis subuh gak boleh tidur, tapi lihatlah kamu tidur sampai ngiler gitu," ujar Hanif dengan suara sedikit keras.

Sontak Kanza membuka matanya, seperti linglung dia menatap Hanif dan seisi kamar hotel dengan bengong.

"Kanza, jangan bilang kamu lupa kita sudah menikah ya," ujar Hanif menatap Kanza penuh selidik.

Kanza nyengir kuda, tapi apa yang di ucapkan suaminya benar, beberapa detik yang lalu dia lupa kalau gelar nyonya sudah di sandangnya.

"Maaf mas," ucap Kanza pelan.

Hanif melebarkan matanya tak percaya, bagaimana dia bisa lupa kalau mereka sudah menikah, apa karena mereka belum malam pertama?.

"Tapi sekarang sudah ingat kok," sahut Kanza dengan senyum di bibirnya.

"Mandilah, abis sarapan kita pulang kerumah," Hanif sengaja tidak mengatakan rumah mana yng akan jadi tujuan mereka pulang, dia juga ingin tahu Kanza ingin pulang kemana, kerumahnya atau rumah ibu.

"Kita pulang kerumah mas?" tanya Kanza seraya turun dari tempat tidur.

"Iya sayang."

Tapi bajuku cuma beberapa aja mas di bawain ummi."

"Nantikan bisa kita ambil sambil bilang ke umi kita akan tinggal di rumah ibu."

"Oh iya ya, ya udah aku mandi ya mas."

"Iya mandilah."

Setelah sarapan pagi Hanif membawa Kanza pulang Kerumah ibu, sebenarnya mereka punya jatah tiga hari menginap di hotel ini, tapi Hanif sudah tak betah, berdua saja dengan Kanza takut membuatnya khilaf.

Kanza duduk di samping Hanif yang berada di belakang kemudi mobilnya. Mobil Hanif tentunya tak semewah mobil Kanza, mobil keluaran tahun rendah tapi mesin masih enak di bawa jalan.

"Maaf sayang mobil mas cuma seperti ini."

Kanza menatap suaminya yang juga sedang menatapnya, sebelum memutuskan untuk menikah dengannya, Kanza tau siapa dan bagai mana ekonomi Hanif, dia sudah siap lahir batin ikut hanif dengan ekonomi jauh di bawahnya.

"Gak apa apa, asal bareng mas naik apa aja aku rela," sahut Kanza malu-malu. Hanif menatap Kanza dengan tawa kecil di bibirnya, apa itu tadi istrinya baru saja gombalin dia, harusnya kan dia yang gombalin Kanza.

"Kamu gombalin aku sayang?" Hanif menatap kanza dengan alis naik sebelah.

"Gak gombal kok, itu serius mas" sungut Kanza, siapa juga yang gombal orang serius juga.

"Benarkah, terimakasih ya sayang," ujar Hanif kemudian meraih jemari Kanza dengan lembut dia mengecup jemari lentik itu.

"Mas fokus kejalan," Sentak Kanza kaget dan takut ulah suaminya yang tak fokus pada jalan di depannya.

"Tenang sayang masih terkendali."

"Takut aja mas."

"Iya sayang, oh ya sayang ambil cuti kuliah berapa hari?"

"Satu minggu mas, apa aku masih mas izinin kuliah mas?"

Kanza sedikit bergeser kesamping guna melihat ekspresi suaminya. Hanif yang masih menggenggam jemari Kanza mempererat genggamannya lalu mengangguk mengiyakan.

"Bener mas?"

"Iya sayang,"

"Makasih mas," ucap Kanza dengan wajah berbinar, tanpa sadar dia menarik jemari Hanif mendaratkan bibir merahnya di sana.

Cup!

Cup!

Hanif menatap Kanza takjub, apa itu tadi, perlakuan yang begitu manis semanis wajahmu Kanza..

Menyadari tatapan Hanif, kanza melepas jemari Hanif, dengan wajah merona Kanza memalingkan wajahnya menghindari tatapan Hanif.

"Mas fokuslah kejalan," ucap Kanza pelan.

"Iya sayang."

Dada hanif berdebur kencang bagai ombak di tepi pantai bergulung ketepian tak berhenti.

Mobil Hanif berhenti di depan pagar bercat hitam, Hanif turun dari mobil, berjalan kearah pagar,membukanya lebar-lebar, kemudian kembali lagi ke dalam mobil.

"Emang gak ada satpam mas, kok mas buka pagar sendiri?"

Hanif menatap Kanza sekilas lalu tersenyum.

"Rumah begini gak perlu satpam sayang," ujar Hanif.

"Oo."

"Hanif turun dari mobil di ikuti oleh Kanza, ibu yang mendengar suara mobil mengintip dari jendela, tau Hanif yang datang ibu bergegas membuka pintu.

"Asalamualaikum buk," sapa Hanif seraya mencium tangan ibu. Di ikuti juga oleh Kanza.

"Wa'alaikumsalam, datang kok gak ngasih kabar gini nif, ibu gak nyiapin apa-apa loh," ucap ibu kwatir, sebab dia tak punya persiapan apa-apa untuk menyambut menantunya.

"Gak apa buk, memangnya ibu mau kasih sambutan seperti apa, gelarin karpet merah?" canda Hanif seraya memeluk ibunya.

Ibu tak menggubris Hanif, dia meraih tangan menantunya membawanya duduk di sofa.

"Hanif suka gitu gak menganggap penting yang begini, maaf ya nak Kanza ibu gak nyambut kamu dengan baik," ucap ibu seraya ngusap jemari Kanza, seraya melirik Hanif yang sedang menuang air putih kedalam gelas.

"Gak apa-apa buk, sebenarnya kami di kasih jatah menginap tiga hari, mungkin Mas bosan disana karna gak bisa ngapa ngapain dengan Kanza."

Uhuk!

Hanif tersedak minumannya sendiri, dengan mata melotot lebar dia menatap Kanza, ya ampun Kanza ..

Ibu senyum-senyum menatap putranya yang terlihat malu setengah mati, sumpah dia tak menyangka Kanza membahas ini di depan ibu.

Dia tau Kanza tak selembut Daffa dalam bertutur kata dan bersikap, kata Daffa untung ibunya adalah nyonya Kila kalau tidak mungkin Kanza jadi preman, begitulah kelakar Daffa tentang adiknya, mungkin gen ayahnya yang mengalir di darah Kanza.

Ibu menatap Hanif dengan alis terangkat, ibu juga, apa harus, dia mempertegas ucapan Kanza.

.

Hay sayang emak, otak buntu mau nulis satu bab aja ngosngosan materi yang udah ada sulit untuk di urai.

mungkin faktor tanggal tua kali ya🤑🤭🤭 jadi harap maklum kalau kurang greget, tapi apa pun itu jangan lupa kasih dukungan ya sayang🥰🥰🙏🙏

Terpopuler

Comments

Juli Siman

Juli Siman

tetap semangat ya thoour....

2021-08-10

0

Fitriyah Hiruddin

Fitriyah Hiruddin

lanjutt ...

2021-06-22

1

Rahmalia Nurodin

Rahmalia Nurodin

semangat terus Thor.....

2021-06-22

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!