Rumah Kila terlihat sedikit sibuk, sanak famili tampak berkumpul, termasuk mama dan papa Kila.
Hari ini Hanif rencananya akan melamar Kanza, itu sebabnya keluarga besar Kila mengadakan persiapan.
Sebenarnya yang menyiapkan banyak dari pengawal dan pelayan di rumah Kila saja, ada juga beberapa tetangga dekat yang ikut membantu, mereka datang saat mendengar Kila akan menerima lamaran.
Di antar yang datang ada yang menarik perhatian Daffa, gadis cantik yang masih sangat muda, kalau Daffa tak salah tebak usianya masih di bawah Kanza.
Gerak gerik gadis itu terlihat sangat mirip dengan uminya, Kila. gampang senyum, bicara lembut, gerakannya sungguh santun.
"Kak, liat umi gak?"
Daffa sedikit tersentak oleh suara Kanza yang tiba-tiba terdengar di sampingnya.
"Di belakang bareng ibu-ibu komplek."
"Makasih,"
Daffa menghela nafas pelan, manik hitamnya sibuk mencari sosok yang tadi jadi perhatiannya.
"Kemana dia," gumam Daffa pelan.
"Apa yang kemana.!" suara berat terdengar menimpali gumamannya.
"Hey katanya malam baru bisa datang."
"Nyonya besar Nana mana bisa di bantah, tuan Alan aja kalah," kekeh Dendy mengingat papanya yang tak berkutik oleh mamanya.
"Bareng tante Nana lo datangnya?"
"Gak, Mama dah dari pagi, aku bareng patimah, jemput dia lagi di pesantren?"
"Patimah adek lo?"
"Bukan pembantu sebelah rumah, ya iya lah adek ku,"
"Adek lu dah gede Den, kok aku gak pernah liat?"
"Gimana mau liat, tamat Sd langsung masuk pesantren, aku aja abangnya jarang ketemu apa lagi lo," ucap dendy.
"Terus ini kok bisa dapat libur?"
"Gak libur, dia udah selesai ujian, taun ini dia tamat setara Sma."
"Oo gitu, terus sekarang mana adek lo, kok gak lo kenalin ke aku."
"Kalau bisa jangan deh, kalau lo suka adek ku kan berabe, kepincut anak pembantu, gak enak kan judulnya." canda Dendy yang langsung di sambut gelak tawa mereka.
"Kak."
Tawa mereka langsung terhenti saat suara merdu memanggil salah satu dari mereka.
"Apa dek." sahut Dendy. Ternyata patimah yang memanggilnya barusan.
"Oh ya patimah kenalin ini tuan Daffa, anak nyonya Kila." ujar Dendy pada patimah.
Keduanya tampak menangkupkan telapak tangan mereka di depan dada sebagai tanda perkenalan mereka. dan patimah mempersembahkan senyum manisnya yang membuat jantung Daffa meleleh seketika.
"Gedenya kamu cantik ya," puji Daffa seraya menatap Patimah tak berkedip, ini gadis tadi yang sempat menyita perhatiannya, tak di sangka dia anak tante Nana.
"Hey, tundukkan pandangan mu terhadap wanita yang bukan muhrim, lagian adek ku masih kecil, tuh malu-malu dia lo tatap begitu" sentak Dendy seketika.
"Astaqfirullah, maaf."
Daffa memalingkan wajahnya yang memerah. sementara patimah tersenyum malu, -menanggapi ulah Daffa.
"Kak antar aku pulang, nanti malam aku kemari lagi."
"Loh kok pulang," sahut Daffa cepat.
Dendy menatap Daffa kesal, harusnya dia yang nanya bukan Daffa.
"Ada sesuatu yang harus aku kerjakan dirumah." sahut Patimah malu-malu.
"Tapi nanti malam datangkan?" tanya Daffa lagi.
Dendy kembali menghela nafas, pertanyaannya kembali di rebut Daffa.
"Iya," ujar Patimah.
"Oo ya udah, Den anter gih adek lo, hati-hati awas lecet."
Dendi melotot kesal, tentu saja dia akan hati-hati ini adik semata wayangnya.
"Ya udah aku anter dia dulu."
"Iya hati-hati"
Daffa menatap dua kakak beradik hingga tak terlihat lagi, patimah gadis itu menyita perhatian Daffa.
**
Acara yang di nanti-nanti telah tiba, tepat pukul delapan malam, Hanif datang dengan keluarga besarnya.
Mereka benar-benar datang dari keluarga sederhana, itu bisa terlihat dari penampilan mereka. Oma Kanza terlihat sedih, cucunya harus menikahi lelaki biasa, tapi bagaimana lagi anaknya juga bersikukuh mendukung pilihan cucunya itu , mau tidak mau dia harus pasrah.
Tidak ada acara penyematan cincin seperti lamaran pada umumnya, bahkan Kanza tak terlihat keluar menemui si pelamar.
Ibu Hanif dan bibinya saja yang bertemu dengan Kanza, sebab hanya mereka berdualah tamu wanita selebihnya laki-laki.
Tidak ada yang mempertanyakan hal itu dari kedua belah pihak, karena mereka yang hadir paham hukum-hukum agama hanya laki-laki yang berunding wanita sebagai pendengar.
Hukum agama bukan tak melibatkan perempuan untuk berunding, mereka juga ikut, tapi hanya di balik layar tidak muncul ke permukaan.
Setelah kesepakatan di capai, tibalah acara makan-makan sebagai jamuan penyambutan.
Hanif makan bersama tamu laki-laki, sementara Kanza makan bersama tamu wanita yang berada di ruang yang berbeda.
"Den, patimah lo ajak dateng gak?" tanya Daffa di sela makannya dengan suara pelan.
"Ajak, tuh di dalem sama mama."
"Ooo."
"Kenapa emangnya?"
"Gak ada nanya aja, kasiankan di tingal sendiri dirumah."
Dendy melirik penuh curiga, ada bau-bau tak enak dengan sikap Daffa yang peduli pada adek kesayangannya itu.
"Makan yang kenyang, jangan berpikir macem-macem, aku perhatian karena dia adek teman baik ku gak lebih." ujar Daffa, seakan tau isi kepala Dandy.
Dendy tersenyum sinis, dia juga tau ucapan palsu Daffa barusan, dia juga tau perhatian Daffa bukan perhatian Biasa, Daffa bukan tipe lelaki yang peduli dengan sembarang wanita, kalau dia tidak ada rasa.
"Iya aku percaya," sahut Dandy dengan suara pelan.
Setelah makan dan berbincang sebentar Hanif beserta keluarga pamit pulang, para calon besan perempuan yang sudah terlihat akrab itupun saling berpelukan, begitu juga yang laki-laki.
Daffa dan Dendi mengantar Hanif sampai depan pintu, keduanya mengucapkan selamat dan dukungan untuk calon keluarga baru mereka.
"Persiapkan dirimu untuk langkah selanjutnya, aku percaya kau mampu membahagiakan Kanza," tutur Daffa seraya menepuk pundak Hanif pelan.
"Insyaallah tuan."
"Rubah pangilanmu padaku, aku abang iparmu sekarang."
"Maaf belum terbiasa," ujar Hanif sambil nyengir.
"Ya udah, keluargamu dah nunghu tuh, hati-hati di jalan."
"Iya bang."
Hanif beserta keluarga meningalkan rumah keluarga Kanza, kini tinggal Rico dan keluarga besar Kila yang masih bercengkrama saling melepas rindu.
Di ruang keluarga mereka berkumpul, kedua kakak kila beserta istri juga hadir malam ini. Kila memang mengharuskan mereka datang di setiap acara keluarga, agar ikatan persaudaraan anak-anak mereka terjalin erat, Kila tidak mau anak mereka akan merasa canggung saat bertemu satu sama lain akibat jarang bertemu.
Kila meng hampiri Kanza yang tengah berbincang dengan patimah dan dua sepupunya anak dari Dimas dan Bima yang kebetulan seumuran dengan Kanza dan sama-sama anak bontot.
"Patimah kan?" tanya Kila pada patimah.
"Iya tante."
"Aduh gede gini kamu manglingin lo, tambah cantik." puji Kila, patimah memang mengalami perubahan dari dia kecil dulu. saat masih kecil dia bertubuh kurus kerempeng, beda dengan sekarang yang terlihat seksi walau terbungkus pakaian sar'i.
"Kak Daffa bilang gitu tadi mi," ujar Kanza, yang ternyata mendengar ucapan Daffa saat memuji patimah.
"Oh, ya gak biasanya loh dia muji wanita?" ujar Kila, membuat Patimah tersenyum malu.
Kila kembali menatap Patimah dengan seksama, memang pantas kalau Daffa memujinya, patimah punya daya tarik tersendiri dan sudah pasti Daffa melihatnya.
"Kalian kapan nyusul Kanza?" tanya Kila pada kedua anak kakaknya Zakia dan Ananda.
"Belum ketemu jodoh tante," jawab mereka serentak, yang sontak mengudang tawa mereka semua.
"Kalau udah ketemu di segerakan, ya, ada dua perkara yang harus di segerakan, yang pertama orang mati atau mayit, apa bila sudah meninggal maka sebaiknya segera di kebumikan, yang kedua jodoh,kalau sudah ketemu harus segera di halalkan, gak boleh lama-lama maksiat, pacaran di saat nikah itu lebih indah, cobalah kalau gak percaya," nasehat Kila kepada ketiga gadis yang ngakunya masih jomblo itu.
"pasti itu tante," jawab Zakia dan Ananda.
Sementara di sudut ruangan Daffa diam-diam mencuri pandang pada sosok Patimah, tawa dan senyum patimah benar-benar mengalihkan dunianya.
Isi kepalanya tak bekerja sama dengan hatinya, kepalanya berkata jangan tapi hatinya berkata iya.
Masih kecil dia Daffa bisik isi kepalanya, Kanza juga masih kecil tapi udah mau nikah gak apa-apa kan bisik hatinya.
"Cantik ya patimah," ujar Rico menepuk pelan bahu putranya.
Daffa tampak kaget, seketika menarik pandangannya dari Parimah. Rico tau Daffa tertarik pada Patimah sedari tadi matanya tak lepas dari menatap gadis itu.
"Menurut abi begitu?"
"Iya , abi kira kamu juga berpikir sama dengan abi," sahut Rico dengan senyum hangatnya.
"Kalau ada hati dengan wanita di perjuangkan, sudah saatnya kamu melakukan itu, lihat usia mu sudah pantas menggandeng istri," ujar Rico sedikit menasehati.
"Mikir dulu bi."
"Hahh kamu, selalu begitu, ya udah abi gabung dulu sama mereka ya."
"Iya bi."
Daffa menghela nafas berat, abinya ada benarnya, kalau ada hati di perjuangkan, Daffa menatap patimah lekat haruskah di perjuangkan dari sekarang.
Happy reading.
Hay jumpa lagi sama babang Daffa yang lagi galau oleh senyuman patimah, tingalin dukungan ya para readers tercinta.🙏🙏🙏🥰🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Helen Apriyanti
sudah trlihat Hilal nya .. tinggal d segerKan sja Halalnya thorrr Daffa & fatimah hee lnjutttt
2021-08-10
2
Juli Siman
semoga disegerakan ya babang Daffa...yg lagi galau
2021-08-10
1
Dina Saputra
seperti sudah pernh membaca kisah ini, tp lupa di apk apa 😁
2021-06-20
2