Hanif datang kekantor tidak sesantai biasanya, serasa ada beban berat yang menindih pundaknya hingga sulit melangkah.
Ini tentu saja karena usul Daffa kemarin, dia dan ibunya sudah setuju menjadikan Kanza sebagai istri, tapi Kanza dia belum tau hati nona mudanya itu terhadapnya, tadi malam dia belum punya keberanian menanyakan rencana Daffa pada Kanza, mungkin malam nanti.
Dia tak berani memberi jawaban pada Daffa kalau belum tau jawaban dari Kanza.
"Nif kamu kenapa, kamu ada masalah, sedari tadi kelihatan gelisah gitu."
Ardi teman sekantornya Hanif ikut gelisah melihat Hanif sedari tadi tak tenang.
"Masak sih aku terlihat gelisah?"
"Iya lah, duduk tak tenang, celinguk sana, celinguk sini, macam di kejar depkolektor tau gak!"
Hanif tertawa pelan separah itu, ada-ada saja si Ardi, dia hanya sedikit gelisah tapi tidak sampai seperti di kejar depkolektor juga lah.
Seperti biasa sepulang sekolah Kanza datang kekantor untuk tugas magangnya. seperti Hanif yang datang dengan beban di pundaknya demikian juga Kanza, dia yakin kakak nya sudah bicara pada Hanif tentang hubungan mereka, itu membuat Kanza merasa canggung bertemu Hanif sebab dia tidak tau Hanif setuju atau tidak dengan usul kakaknya.
Atau hanya dia saja yang ada rasa pada Hanif, kalau ini benar terjadi betapa malunya dia di tolak Hanif.
Kanza sedang sibuk di Ruang kerjanya saat Dendy datang menemui Kakaknya, Dendy adalah anak tante Nana pengawal uminya saat tante Ana muda dulu, walau beda usia Dendy dan Daffa berteman sejak kecil, mereka bahkan sekolah di asrama putra yang sama.
"Hay kamu Kanza kan?" tanya Dendy saat baru saja masuk ruangan kerja Daffa.
"Iya kak," sahut Kanza, dia memang pernah beberapa kali bertemu Dendy saat Daffa mengajaknya menjenguk Kanza di asrama.
"Gak kuliah lu Dan?" tanya Daffa, beranjak bangkit dari kursi kerjanya menuju sofa.
"Hari ini lagi kosong, makanya kemari, lagian lu kemaren nelpon aku ada apa?"
Dendy ikut duduk di sofa bareng Daffa, dia penasaran saat Daffa menelponnya berulang kali kemarin, saat itu dia lagi di kelas ponselnya sengaja di buat silent, agar tak mengganggu.
"Gak kemarin mau minta tolong ke lo, tapi dah kelar."
"Apa, masalah perempuan?"
"Sejak kapan aku punya masalah sama perempuan Den, ngawur kamu." tampik Daffa.
"Keluar yok, udah lama kan kita gak main bareng," ajak Dendy.
"ayo aku juga ada janji bertemu dengan klien hari ini, Kanza kakak keluar dulu ya, kalau dah selesai kabari kakak ya, biar kakak antar pulang."
"Iya kak,"
Daffa keluar bersama Dendy memang sudah lama mereka tidak nobar, karena sama-sama punya kesibukan.
Hanif melihat Daffa keluar ruang kerjanya bersama Dendy, meninggalkan Kanza sendiri diruangannya. Hanif melirik sekilas ke arah Kanza yang tampak fokus pada tumpukan kertas di depannya.
Sekarang atau nanti malam, memberuitahu niatnya melamar Kanza, tapi melihat Kanza yang sama sekali tak melirik kearahnya sepertia hari biasa Hanif mengurungkan niatnya, dia memutuskan nanti malam saja menanyakan hal itu sama Kanza.
Sepulang Kerja Kanza membenamkan di tubuhnya di kasur empuknya, dia benar-benar bt dengan Hanif, tidak ada respon sama sekali, sebenernya dia tuh suka gak sih sama Kanza.
"Kanza, dah sholat maghrib belum sayang udah Azan tuh," Seru Kila dari balik pintu kamar Kanza.
Tak ada suara dari dalam apa Kanza ketiduran, Kila membuka handle pintu kamar Kanza memeriksa kedalam, benar saja Kanza tertidur masih dengan baju siang tadi.
"Kanza bangun sayang,magrib dah lewat loh," ujar Kila mengguncang tubuh Kanza pelan, Kanza mengeliat pelan, mengerjap beberapa kali.
"jam berapa memangnya mi?"
"Jam tujuh lewat, udah hampir masuk isya loh sayang, capek banget ya kamu, sampai ketiduran gini," ujar Kila seraya mengusap punggung Kanza.
"Gak kok mi, tadi baring-baring aja gak terasa malah ketiduran, aku mandi dulu takut habis waktunya mi."
"Iya udah cepetan, umi juga mau tunggu waktu isya di musholah," ujar Kila beranjak meninggalkan Kamar Kanza, seperti biasa Kila mengisi waktu dengan zikir dan bacaan qur'an menjelang waktu Sholat.
Sehabis isya Kanza dan yang lainnya makan malam bersama hal jarang terlewatkan kecuali mereka benar-benar sibuk, Kila mengharuskan angota keluarga berkumpul saat makan malam, setelah seharian berada di luar apa salahnya meluangkan waktu berkumpul bersama saat makan malam.
Kanza tak langsung tidur, dia melanjutkan bacaan qur'annya yang banyak tertingal beberapa hari ini.
Kanza menargetkan tamat satu zus perhari, itu dia lakukan di sela-sela waktu luang, saat di dalam mobil di perjalanan pergi dan pulang, saat santai seperti saat ini, setelah sholat, begitulah Kanza menghatamkan satu zus perhari.
Kanza baru saja menutup qur'annya saat ponselnya berdering nyaring. Telpon dari Hanif, kok tumben dia menelpon biasanya cuma berkirim kabar saja.
"Assalamualaikum Kanza," terdengar suara Hanif begitu lembut di ujung telpon.
"Wa'alaikumsalam kak," sahut Kanza pelan, walau cuma suara tapi mampu membuat Kanza gugup tak karuan.
"Apa kabar dek Kanza?" tanya Hanif, kali ini bukan lagi gugup, hati Kanza terlonjak kegirangan, dek Kanza, duh sapaan yang buat Kanza melayang.
"Alhamdulillah baik kak," sahut Kanza masih dengan suara pelan.
"Begini dek, ada yang ingin aku sampaikan pada dek Kanza."
"Apa itu kak," tanya Kanza, ada setitik harapan di hatinya Hanif menerima tawaran Daffa.
"Maaf sebelumnya kalau pembicaraan ini nanti tidak berkenan di hati dek Kanza."
"Iya kak, bicara aja gak apa?" sahut Kanza sefikit kecewa, sepertinya Hanif akan menolaknya.
"Beberapa bulan ini." Hanif menarik nafas sejenak mengumpulkan sedikit keberanian.
"Diam-diam aku menaruh hati pada dek Kanza, mungkin dek Kanza juga bisa merasakan perhatian pada dek Kanza, perhatian itu bukan tanpa alasan, itu karena aku menaruh hati pada dek Kanza."
Hanif kembali menarik nafas mengumpulkan sisa keberaniannya.
"Aku tau dek Kanza tidak menjalin hubungan dengan lawan jenis kecuali menikah, oleh sebab itu kalau dek Kanza bersedia, aku akan melamar dek Kanza dalam waktu dekat ini, itu kalau dek kanza bersedia," ujar Hanif dengan suara beratnya beda dengan tadi yang terdengar begitu lembut.
Bukan cuma hatinya yang telonjak, tapi kila juga terlonjak kegirangan, Hanif melamarnya, gayung bersambut rupanya, Hanif juga punya rasa yang sama.
"Dek, bagaimana?" tanya Hanif, karena Kanza hanya diam saja. Kanza bukan diam Hanif dia terlonjak kegirangan.
"Kalau itu keinginan kakak aku bersedia, tapi kalau karena permintaan kak Daffa aku rasa sebaiknya tidak usah di lanjutkan," sahut Kanza dengan suara pelan.
"Bukan, bukan karena permintaan kak Daffa, tapi kuakui keberanian ini karena pak Daffa mendukungku, adek kan tau aku hanya pegawai biasa, kehidupan kami juga biasa biasa saja, mana berani aku melamar dek Kanza yang punya segalanya, kalau bukan karena pak Daffa aku mungkin akan mengubur rasa ini di dasar hatiku terdalam," tutur Hanif ada getar pada nada suaranya.
Kanza terdiam matanya berkaca-kaca, dia harus berterima kasih pada Daffa setelah ini, akan sulit di jaman kini menemukan orang dengan pemikiran seperti Daffa. Dia benar-benar kakak terhebat untuk Kanza.
"Terimakasih kakak mau menyatakan perasaan kakak padaku, ketimbang menguburnya dalam-dalam, cepatlah melamar ku, aku menunggu," ucap Kanza pelan.
Hanif tersenyum bahagia, dia menyukai Kanza tulus dari hati, bukan karena dia putri tuanErico, tapi karena dia seorang Kanza yang sangat bersahaja.
.
.
.
Happy reading.
.
Hay yang udah mamapir jangan pelit kasih like dong biar Author tambah semangat lagi, yang udah tinggalin like makasih banyak ya🙏🙏🙏🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Juli Siman
ni yg baca SD enak2 tpi merasa muda kembali macam anak ABG
2021-08-10
0
Lasmi Kasman
Alhamdulillah
2021-06-26
2
efi septi
aku merona
2021-06-19
2