Daffa menatap lembar foto yang berserak di meja kerjanya, foto hasil dari penyelidikan anak buahnya.
Daffa sengaja menyelidiki latar belakang Hanif, walau dia yakin Hanif orang baik tapi tetap Daffa harus memastikan dengan pasti siapa sebenarnya Hanif.
Ayah dan ibu Hanif hanya dari kalangan sederhana, tak pernah terlibat masalah dan yang paling penting mereka lumayan taat agama, yang terakhir tentu saja jadi poin plus buat Hanif.
Hanif juga tidak sedang dekat dengan wanita manapun saat ini, itu juga melegakan Daffa.
Melalui sekertarisnya Daffa memanggil Hanif keruangannya, dia tak mau menunda hal baik.
Jantung Hanif berdegup kencang, saat tuan Daffa si pemilik perusahaan memanggilnya di jam istrahat. Hanif tak merasa melakukan kesalahan saat bekerja, tapi kenapa pimpinan memanggilanya.
Manik hitamnya menyapu ruang pimpinan perusahaan tempatnya bekerja dengan seksama.terlihat sosok penuh karisma tuan Daffa tengah fokus pada layar komputer di hadapannya.
Beberapa detik kemudian tatapan Daffa sudah beralih menatap kearahnya, manik coklatnya tak memperlihatkan kemarahan sedikit pun, lalu apa masalahnya hingga dia di panggil menghadap.
"Silahkan duduk," pintanya pada Hanif yang memang masih pada posisi berdiri.
Dengan jantung yang masih berdegup kencang Hanif menempatkan tubuhnya di kursi tepat di depan Daffa.
"Bagaimana kabarmu Hanif?" sapa Daffa terdengar akrab layaknya seorang sahabat.
"Alhamdulillah baik tuan?," sahut Hanif sedikit canggung, sebab ini kali pertama dia berhadapan langsung dengan Daffa cuma berdua, biasanya mereka ketemu di ruang rapat bersama pegawai lainnya. berhadapan langsung pada pemilik perusahaan membuat kepercayaan dirinya menurun drastis.
"Hanif, aku memintamu datang karena ada hal pribadi yang akan aku bicarakan padamu."
Deg
Jantung Hanif berhenti seketika. mampus aku kali ini, jangan bilang ini karena diam-diam aku memperhatikan nona muda, tamatlah riwayatku.. batin Hanif prustasi.
"Kau tentu tau Kanza adik perempuan ku bukan?" Kini jantung Hanif bukan lagi berhenti berdetak sepertinya tambah parah jantungnya terasa membeku.
Mampus aku!!! umpatnya dalam hati. keringat dingin mulai membasahi keningnya, apa lagi tadi malam dia sudah lancang berkirim pesan pada nona Kanza.
"tau tuan," sahut Hanif dengan wajah tertunduk dalam.
"Bagus kalau kau mengenalnya."
Apa, bagus??
Hanif memberanikan diri menatap Daffa yang juga tengah menatapnya.
"Sejauh yang kau lihat, bagaimana menurutmu tentang adik ku?"
"Selain cantik dia juga sholeha tuan," jawaban yang spontan dari Hanif membuat Daffa tersenyum, dugaannya benar, melihat gerak geriknya selama ini Hanif juga ada rasa terhadap Kanza.
Atmosfer ruang kerja Daffa seketika berubah sedikit panas, membuat kening dan telapak tangan Hanif basah oleh keringat.
tuhan bicara apa aku tadi..!! rutuk Hanif dalam hati karena kelancangannya berani memuji nona muda di depan Daffa kakak kandungnya.
"Kau sudah punya kekasih?"
"Belum tuan," jawabnya cepat.
Daffa sudah lama memperhatikan gerak gerik Hanif, semenjak dia tau Kanza menaruh perhatian lebih pada Hanif. berdasarkan keterangan orang suruhan Daffa Hanif memang masih sendiri, terlahir dari keluarga sederhana yang tanpa masalah dan lumayan taat agama, point terakhir yang paling penting bagi Daffa sebab itu menjadi sarat utama untuk menjadi pendamping adik semata wayangnya.
"Hanif, aku tadi sudah bilang ingin bicara secara pribadi padamu kau ingat?"
"Ingat tuan,"
Daffa menghela nafas panjang, entah harus mulai dari mana dulu, mengatakan maksud tujuannya memanggil Hanif kehadapannya.
"Begini Hanif, Kanza menyukaimu, dan aku tidak mengizinkan adikku menjalin hubungan dengan lelaki, seliain hubungan pernikahan, jadi maukah kau melakukan ta'aruf dengan Kanza?"
Hanif mendadak kehilangan tulang persendianya, lemas seketika. Bahkan dia merasa telinganya tak berpungsi dengan baik hingga membuatnya salah dengar ucapan Daffa.
"Maaf tuan apa saya tidak salah dengar?"
"Tidak!"Jawab Daffa dengan wajah Serius.
"Tapi tuan ..." ucap Hanif penuh keraguan.
"Ada apa, apa kau tidak menyukai Kanza?"
"Bukan begitu tuan, saya merasa tidak pantas menerima usul tuan, saya bukan orang berada yang cocok menjadi pendamping nona Kanza." tuturnya dengan wajah tertunduk.
Walau hati kecilnya melompat kegirangan, tak membuatnya lupa diri hingga mau menerima tawaran yang tak pantas hanya sekedar dia hayalkan, siapa dia dan siapa Kanza tentu saja semua orang tau, ibarat langit dan bumi.
"Hanif aku beri kau waktu seminggu memikirkan permintaanku barusan, ada yang perlu kau garis bawahahi, bukan materi yang menjadi tolak ukur calon mantu di kuluarga Atmaja, aku sudah menyelidiki latar belakangmu dan kau masuk kreteria pendamping adik ku, jadi pikirkanlah dengan sebaik-baik nya." jelas Daffa tak ingin Hanif kecil hati karena status sosialnya yang hanya pegawai biasa.
"Baiklah tuan."
***
Hanif bingung harus mulai dari mana, menjelaskan pada ibunya tentang pembicaraannya dengan tuan Daffa.
"Buk," tegur Hanif pada ibunya yang sedang membaca buku di teras belakang.
"Iya , sudah pulang," sahut ibu seraya menghentikan Aktifitas membacanya.
"Iya sudah buk."
"Ada apa, sepertinya ada yang akan kau sampaikan pada ibu?"
Daffa menghela nafas berat, membuat ibu menatapnya heran, ada masalah apa.
"Bu kalau ada wanita yang memintaku untuk melamarnya, menurut ibu bagai mana?" tanya Hanif hati hati.
"Bagus dong, siapa dia Hanif, ibu sudah lama menunggu ini, sukurlah kalau memang sudah ada," tutur ibu dengan mata berkaca-kaca.
"Dia Kanza bu, anak pemilik perusahaan tempatku bekerja," sahut Hanif dengan suara pelan.
Wajah ibu tiba-tiba berubah, Nona muda Kanza, apa Hanif sudah gila mau melamar anak pemilik perusahaan.
"Kamu gak salah, mau melamar anak pemilik perusahaan,?" tanya ibu dengan wajah serius.
Hanif mengangguk, dengan hati hati dia menceritakan semuanya pada ibu, bagai mana hubungannya dengan Kanza yang hanya sepintas lalu, cuma saling tatap dan berkerim pesan bertanya kabar.
Lalu dia juga bercerita percakapannya dengan Daffa yang berujung permintaan Daffa untuk tak'arup dengan Kanza.
Ibu menghela nafas dalam, kalau mendengar cerita Hanif, keluarga Kanza jauh dari bayangannya tadi, cerita Hanif menggambarkan keluarga yang bersahaja dan fanatik beragama.
"Bagaimana bu?"
"Mendengar ceritamu, keluarga mereka sepertinya layak di jadikan besan," tutur ibu dengan senyum.
"Jadi ibu memberi restu?"
"Selagi mereka tak mempermasalahkan, kasta dan semacamnya tentu saja ibu restu, kalau kasta jadi tolak ukur mereka ibu tentu tak berani mendukung hubungan mu Hanif, bagai manapun Kita mesti sadar diri siapa kita."
"Insyaallah mereka tak masalah buk,"
"Jadi kapan kau akan melamar nak Kanza,?"
"Satu minggu lagi buk, aku harus mempersiapkan cincin dan lainnya, aku juga harus memberitahu nona Kanza kalau aku akan melamarnya."
"Bagus juga, ibu juga mau menyiapkan mental siapa tau sambutan lamarannya tidak sesuai harapan," ujar ibu membuat Hanif sedikit takut, benar juga apa yang ibu bilang.
Tapi apa pun sambutan keluarga Kanza nantinya, dia sudah siap lahir batin menerimanya.
.
Happy reading 🥰
tingalin dukungan buat emak ya🥰🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Juli Siman
lanjuuut Thor...semangat
2021-08-10
0
Lasmi Kasman
perlu di tiru
2021-06-26
1
Rahmalia Nurodin
ditunggu upnya lagi
2021-06-18
2