Seperti biasa sepulang Kuliah Kanza kekantor bersama Daffa, Kanza melewati ruang kerja Hanif dengan wajah tertunduk, terbayang kembali oleh Kanza balasan yang dia kirim, betapa malunya saat dia mengingat pesannya yang menunjukan kemarahan.
Sementara Hanif melihat Kanza kembali masuk kerja hatinya sedikit senang, walau hanya melihat dari jauh setidaknya hatinya terobati.
Mata bulat dengan bulu mata lentik itu mengerjab berkali-kali memperhatikan objek yang tengah di amatinya selama kurang lebih tiga puluh menit.
Mata indah itu benar-benar pokus pada sosok di balik kaca yang memisahkan ruang kerja mereka.
Sesekali darahnya bedesir saat mata mereka tak sengaja beradu pandang dan dengan sopan mahluk ciptaan tuhan yang begitu sempurna itu akan menganggukan kepalanya tanda hormat.
"Jangan berlama-lama menatap lelaki yang bukan muhrim dek, bisa menimbulkan maksiat," suara teduh itu mengagetkan Kanza.
"Bikin kaget aja sih kak." dengus Kanza kesal.
"Kamu suka Hanif, biar kakak omongin ke orangnya kebetulan dia masih sendiri."
Ucap Daffa seraya duduk di samping Kanza. Kanza melotot garang mendengar ucapan Daffa.
"Apaan sih, aku gak mau pacar-pacaran kakak kan tau itu."
"Yang nyuruh kamu pacaran itu siapa?, kakak juga kak akan setuju kamu pacaran!"
"Terus tadi itu apa?"
"Kalau kamu memang serius ya udah walimah aja, biar kakak comblangin."
"Apaan sih masih kuliah jugak." tukasnya malu-malu.
"Kenapa kalau masih kuliah, umi bahkan menikah di usia dua puluh tahun."
"Umi udah datang jodohnya di usia itu kak, kakak aja sampai sekarang belum menikah, gak lucukan kalau aku menikah lebih dulu."
"Kalau ada wanita yang mampu membuat perasaan ini sepertimu kakak akan menikahinya, sejauh ini belum ada. Jadi bagaimana, jadi kakak comblangin?"
"Gak ah masih kecil." tolak Kanza yang sebenarnya bertolak belakang dengan hati kecilnya, tapi dia hanya mengagumi, untuk melangkah lebih jauh dia belum terpikir.
"Awal maksiat itu dari hanya mengagumi, Kanza!" tegas Daffa yang seakan mampu membaca pikiran adek semata wayangnya itu.
"Terus aku harus apa?."
Daffa tersenyum simpul adik semata wayangnya ini pasti dilema, tak ingin bermaksiat tapi rasa terlanjur ada, hanya satu solusinya nikah.
"Hanya satu solusinya ya nikah,"
"Belum sampai ketahap itu kak," bantah Kanza.
"Jadi masih di tahap apa?" desak Daffa yang di balas dengan mimik manyun dari Kanza.
"Kakak harus tau, sudah pada tahap apa perasaanmu agar tau solusi apa yang baik untukmu."
"Belum ada cinta kak, cuma sebatas mengagumi dan sesekali ada perasaan rindu ..." tuturnya dengan suara pelan.
"Terus kamu maunya gimana?"
"Jangan buru-buru nikah kak, kan bisa menjalin berhubungan secara islami yang gak berbau maksiat." tandasnya membenarkan sepekulasinya.
Daffa terkekeh, dengan lembut di acaknya kerudung yang menutupi rambut hitam adiknya itu.
"Jangan terbujuk rayuan setan Kanza, tidak ada hubungan antara lelaki dan perempuan yang bukan muhrim yang hallal secara islam selain menikah, seperti apa pun islaminya hubungan itu tampa menikah tetap saja mengandung maksiat, apa salahnya menikah saat kulia, takut pikiran terbagi terus gak kosentrasi, memang kalau pacaran pikiran dan kosentrasi gak terbagi?"
Kanza terdiam, sejak kecil di didik dengan hukum-hukum agama yang sangat ketat oleh umi dan Abinya membuat Daffa tak ada toleran pada hal-hal yang berbau dosa, walau tak memiliki gelar ustadz tapi soal ketaatan boleh di uji dengan para ustadz.
"Jadi, kamu mau solusi yang gimana Kanza?, ingat rasa di hati kamu itu datang dari Allah, jadi jangan sampai salah kaprah menodainya dengan hal-hal berbau dosa."
"Aku pikir dulu kak, kalau udah gak mampu kakak boleh comblangin aku sama dia." tutur Kanza akhirnya.
"Hmmm bakal makan enak kayaknya," goda Daffa, membuat Kanza membulatkan mata indahnya sebagai protes.
**
Menjelang makan malam Daffa dan Kanza baru pulang dari kantornya. Daffa memang pulang dan pergi bersama Kanza. Kanza hanya boleh keluar bareng supir atau Daffa, walau sudah kuliah dia tetap di antar kemanapun dia pergi.
Setibanya dirumah umi dan abi mereka sudah menunggu di meja makan, di usianya sekarang Rico dan Kila memang mengurangi kesibukan duniawi, sebab Daffa sudah mumpuni meneruskan usaha Abinya.
Setelah makan malam biasanya mereka berkumpul dulu di ruang keluarga untuk sekedar ngobrol baru istrahat di kamar masing-masing.
Kanza merebahkan tubuhnya di atas kasur, setelah terlebih dahulu membersihkan diri. matanya baru saja ingin terpejam ketika dering ponselnya terdengar berbunyi.
Notipikasi dari pesan Wa ternyata, mata bulatnya seketika berbinar indah saat tau pesan dari siapa yang baru saja masuk.
"Nona muda sudah tidur?"
Begitulah pesan Wa dari Hanif, yang tak langsung di balas Kanza. dengan jantung berdegup kencang dia dia mendekap ponselnya erat, seakan sedang mendekap Hanif.
"Baru akan, kak," balas Kanza sepuluh menit kemudian.
Berbeda dengan kanza yang membalas pesan Hanif lama, Hanif justru langsung memberi balasan pesan dari Kanza.
"Istrahatlah, nona muda capek seharian tadi ngurusin berkas."
Kanza kembali terlonjak kegirangan, lagi dia mendekap erat ponselnya dengan jantung yang berdegup kencang.
"Selamat malam."
Pesan Hanif kembali masuk, setelah menunggu balasan dari kanza lebih dari sepuluh menit.
"terimakasih," balas Kanza cepat.
Sejenak Kanza tampak tercenung di tepi ranjang, setelah berbalas pesan Wa dengan Hanif, hati Kanza tak karuan, hatinya dilema, apa yang di ucapkan Daffa terbukti, ternyata dia tak mampu mengontrol perasaannya hanya sebatas kagum.
tok
tok
"Kak, udah tidur?" Kanza mengetuk perlahan pintu kamar Daffa, tak berapa lama pintu kamar Daffa terbuka tampak Daffa keluar dengan mengenakan sarung dan baju koko.
"Aku ganggu ya kak?"
"Gak masuklah,"
"Kakak lagi apa tadi?"
"Baca qur'an, ada apa kesini?" tanya Daffa seraya mengikuti Kanza duduk di sofa kamarnya.
"Masalah yang kita bicarakan tadi siang kak," sahut Kanza dengan wajah tertunduk.
"Hanif?"
Kanza mengangguk mengiyakan. Daffa tersenyum simpul, tak sadar adiknya sudah dewasa kini.
"Jadi ...?" tanya Daffa dengan kalimat mengantung.
"Selidikilah dia, kalau dia benar-benar baik, aku bersedia walimah dengannya, tapi jangan beritahu abi dan umi sampai semuanya pasti."
Kanza bicara dengan wajah tertunduk menekuri lantai, tak sanggup dia memandang wajah Daffa yang tengah senyum-senyum memandang wajahnya, malu.
"Baiklah, permintaanmu kakak sanggupi, adek ku ini memang wanita surga, kakak bangga sama kamu dek, kamu memang putri ibu, semoga Allah memberi kebaikan atas keputusan mu ini."
"Maaf kak, aku belum jadi wanita sukses sudah ingin menikah," keluhnya penuh kesedihan.
"Ehh, jangan salah, defenisi sukses menurut islam bukanlah wanita dengan segudang karir, suksesnya wanita menurut islam mampu menjaga seluruh angota tubuhnya dari berbuat dosa dan menyebabkan dosa, itu baru suksesnya wanita muslimah, sebab tidak mudah menahan diri untuk tidak berbuat dosa apalagi menyebabkan dosa bagi orang lain, paham?"
"Paham kak, tapi apa Hanif mau menerimaku?"
"Kalau kau benar menyukai Hanif, sholatlah minta pada sang pemilik Hanif, insya allah dengan izinnya hati Hanif akan terbuka untuk mu."
"Aku jadi pingin nangis dengarnya, kakak memang is the best buat ku," mata Kanza tampak berkaca-kaca.
"Kanza sayang, ini kakak lakukan bukan hanya semata-mata demi kanza tapi juga demi kakak, sebab kanza adalah pertangung jawaban kakak kelak di akhirat, kanza paham kan."
"Iya kak,"
"Sekarang istrahatlah, besok kakak mulai misinya."
"Makasih kak, aku pamit dulu."
"Iya."
Daffa menghela nafas pelan, tugas mulia telah menantinya, dengan senang hati pasti akan dia tunaikan, demi kebahagiaan adik semata wayangnya apa pun akan dia lakukan asal tak bertentangan dengan hukum agama.
Happy reading.
Maaf readers sekalian emak terpaksa ngutip percakapan di novel sebelumnya,karena momen ini gak bisa di hilangkan dalam cerita kanza, jadi mohon di maklumi ya readers🙏🙏🥰🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Yomi Umiati
kerennn emak Thor👍👍
2022-02-16
1
Juli Siman
ok thour...memang saling berhubungan dan ceritanya...is ok...semangat....
2021-08-10
1
💞N⃟ʲᵃᵃ࿐yENni💖
aku pengen pny kakak dan suami ky Daffa thoorrr😍😍😍
2021-06-21
1