Kila sedang merangkai bunga yang baru saja dia petik di taman belakang saat Kanza datang lalu bergelayut manja pada Kila.
"Gak kuliah?"
"Hiri ini gak ada mata kuliah mi," sahut Kanza seraya meraih tiga tangkai mawar lalu memcoba merangkainya di dalam pot kaca.
"Gak kekantor bareng kakak, tapi kata kakak, kamu magang di kantor kakak?"
"Males mi, hari ini mau nyantai aja di rumah," sahut Kanza dengan senyum.
Kanza sengaja tidak datang ke kantor, untuk sementara dia ingin menghindar dari ketemu Hanif.
"Mi," panggil Kanza.
"Iya sayang."
"Waktu itu kenapa umi memutuskan menikah cepat,?" tanya Kanza seraya menatap Kila.
"Umi tidak berpikir akan menikah cepat, oma saja sampai histeris karena keputusan umi, tapi saat itu abi mu melamar umi, dengan sholat istikharah umi menemukan kepastian, lamaran abimu umi terima," jelas Kila.
"Apa umi tidak punya cita-cita yang ingin umi wujudkan.?"
"Justru saat umi menikah semua impian umi terwujud satu persatu berkat abi mu, menikah tidak membatasi kita untuk mewujudkan impian kita Kanza, menikah membatasi kita melakukan maksiat itu benar, kenapa, putri umi ada rencana menikah cepat?" ucap Kila.
"Kalau ada yang melamar ku kenapa enggak," jawab Kanza dengan senyum malu-malu.
"Kalau sudah datang jodoh harus di segerakan tidak baik di tunda, jadi, Kanza sudah ada yang ingin melamar,?" tanya Kila dengan tatapan menyelidik.
kanza menggeleng, tidak ada yang begitu dekat dengannya kecuali Hanif, tapi sudah sebulan ini Hanif seperti menjauhinya, pesannya tak lagi singgah di gawainya, tak pernah lagi mencuri pandang kearahnya, hanya Kanza yang sering melakukannya, Hanif tak sedekat itu padanya jadi tidak ada kemungkinan Hanif melamarnya.
"Hanya ingin tau pengalaman umi menikah muda, juga sebagai pertimbangan kalau-kalau ada yang melamar Kanza," sahut Kanza dengan senyum.
"Hmmm gak terasa putri umi sudah segede ini," ucap Kila seraya memeluk Kanza.
**
Hanif tampak gelisa sedari tadi, manik hitamnya berulang kali menatap ruang kosong yang tak berpenghuni.
Sudah dua hari ini ruang itu kosong, sepertinya hatinya yang terasa kosong melompong. Sudah dua hari Kanza absen tidak masuk kantor, apa dia sakit.
Hanif menghela nafas dalam, dia berusaha menjauhi Kanza, nona muda bukan dari kelasnya, tapi baru dua hari dia menghilang Hanif sudah kelabakan.
Perasaan khawatir tentang keadaan Kanza membuatnya tak tenang, apa sebaiknya dia kirim pesan saja.
"Asalamualaikum Nona." bunyi pesan Hanif yang sudah terkirim beberapa menit lalu.
Lima menit berlalu pesannya tak kunjung berbalas, ada apa apa dia benar-benar sakit.
"Nona kenapa dua hari ini tidak masuk kantor, apa Nona sakit?." tanya Hanif lewat pesannya.
Kali ini sepuluh menit berlalu pesan dari Kanza tak kunjung dia terima.
Dengan wajah lesu dia memandang gawainya, apa yang terjadi dengan Kanza sakit kah.
Ting
"Masih ingat sama nomor ku, kirain dah lupa!" bunyi pesan Kanza.
Hanit berkerut kening, pesan ini kalau dibaca berkesan ketus, Kanza meradang.
"Tentu saja masih Nona."
"Oh ya, trus kemarin kemana aja, kok baru sekarang nanya kabar!"
Hanif kembali berkerut kening, ini sih beneran ketus, tapi ini terdengar seperti bukan Kanza, nona mudanya itu selalu berkata lemah lembut dengannya, bahkan memandang wajahnya saja tak berani, hanya curi-curi pandang yang berakhir ketahuan.
"Tapi ini benar nomor Kanza tapi kok ketus gitu ya?" gumam Hanif tak habis pikir.
"Maaf aku banyak kerja kemarin." jelas Hanif melalui pesan, tentu saja itu bohong tidak mungkin dia bicara terus terang bahwa dia sengaja menghindari Kanza.
Dan kalau sekarang dia menghubungi Kanza, karena ternyata dia tak mampu untuk benar-benar jauh,mungkin selama ini dia masih bisa tahan tak kirim pesan karena masih bertemu kanza.
Tak ada lagi pesan dari Kanza, sampai jam pulang kantor, apa dia marah, tapi marah karena apa.
Sementara Kanza memang sedang marah, dia tau Hanif tidak sesibuk itu hingga tak sempat berkirim pesan, dia tau Hanif menjauhinya, dua bulan ini Hanif mengabaikannya, lalu kenapa sekarang kembali peduli padanya.
Dia tak berharap lebih dari hubungan mereka, tapi pesan-pesan Hanif sudah menjadi candu untuknya, dia juga tau pacaran itu dilarang apa tidak bisa mereka berteman, hanya saling bertanya kabar, merindu diam-diam, tanpa ada kontak fisik, tanpa ada bujuk rayu, cuma tanya kabar.
Menjelang malam Hanif kembali menghubungi Kanza, percakapan mereka tadi siang membuat Hanif tak tenang.
"Asalamualaikum Nona lagi apa?"
Kanza membaca pesan Hanif dengan wajah cemberut, dia masih marah dengan Hanif.
"Maaf," ujar Hanif lagi di pesan berikutnya.
Sepuluh menit kemudian pesan Kanza terkirim ke ponsel Hanif, senyum Hanif mengembanng sempurna jawaban Kamza memuaskan hatinya.
"Iya," begitulah bunyi pesan kanza, cuma gitu aja udah, tapi buat Hanif berbunga.
***
Di tempat lain Hanif ada janji makan malam dengan rekan bisnisnya. pemilik perusahaan Eka karya.
Sudah sepuluh menit Daffa menunggu di tempat yang di janjikan di sebuah resto bintang lima dinkota A.
Daffa kembli melihat arloji di pergelangan tangannya, tak biasanya pak Herman terlambat di pertemuan, biasanya dialah yang di tunggu.
"Maaf membuat mu menunggu." terdengar suara wanita menyapa Daffa, Daffa berpaling ke sumber suara, Anita sedang berdiri di belakangnya.
"Anita sedang apa kau di sini?"
Anita tersenyum, lalu berjalan kedepan Daffa, menarik kursi di depannya menempatkan tubuhnya duduk di sana.
"Aku datang mewakili pak Herman, cabang prusahaan Eka karya sekarang aku yang pegang, mulai sekarang pak Daffa bisa membicarakan masalah kerja sama dengan ku."
Daffa menatap Anita dengan seksama, bagaimana bisa pak Herman mempercayakan cabang perusahaan yang lumayam besar pada anita yang notabene tak paham bisnis.
"Cangan bercanda," sahut Daffa dengan tawa kecil.
"Aku tidak sedang bercanda pak Daffa, aku putri tunggal pak Herman," jelas Anita.
"Tidak salah pak herman menunjukmu mengelola cabang Eka karya, bukan aku menjengkali kemampuan mu, tapi ini bisnis, tidak main main salah perhitungan sedikit saja bisa fatal akibatnya.
"Jangan takut aku sudah belajar bisnis dari papaku sejak lama, jadi jangan khawatir aku tak akan mengecewakan kerja sama kita," ujar Anita meyakinkan Daffa.
Benar saja saat pembicaraan bisnis berlangsung Anita benar-benar unjuk gigi akan kebolahannya di dunia bisnis, tak sia-sia kalau dia putri pak Herman.
Anita berhasil membuat Daffa terkesan pada pertemuan pertama mereka membahas kerja sama perusahaan.
Anita selain cantik ternyata dia luar biasa cerdas, gagasan-gagasan yang dia sampaikan menakjubkan.
"Pak Daffa apa tak niat untuk mengantarku pulang?" Ucap Anita setengah bercanda.
"Maaf Aku tidak pernah mengantar rekan bisnis untuk pulang," sahut Daffa juga dengan canda.
"Baiklah sampai bertemu lagi pak Daffa," pamit Anita.
"Iya, hati hati dijalan."
Anita mengangguk, hatinya lancat-loncat kegirangan mimpinya memiliki Daffa tinggal selangkah lagi, tak sia-sia dia membujuk papanya, hasilnya memuaskan.
.
Happy reading.
Hay apa kabar readers, sehat kan, jangan lupa tingalin dulungan ya🙏🙏🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Juli Siman
betapa giginya Anita yg akan mendekati Daffa....semangat thour...
2021-08-10
1
Lasmi Kasman
lanjut Kak
2021-06-26
1
Rahmalia Nurodin
semangat terus
2021-06-17
1