Patr 5

Pagi ini gerimis tipis-tipis turun perlahan menyentuh bumi, menghapus titik titik debu di dedaunan luruh bersama hujan.

Kanza masih bergelung di balik selimut membalut tubuhnya yang seperti membeku, hanya hatinya saja yang menghangat, oleh pesan-pesan dari Hanif.

Bukan pesan cinta yang penuh rayuan, hanya pesan biasa yang cuma tanya sedang apa, sudah makan, sudah Sholat, hanya itu.

Kanza menghela nafas berat, harusnya dia tak nekat bertukar nomor Wa dengan hanif, kalau kata Daffa awal maksiat itu dari bincang-bincang biasa dua insan lawan jenis yang tak melibatkan orang lain, hanya berdua, lalu saling bertukar riindu, setelah itu saling melepas rindu dengan sentuhan sentuhan yang diharamkan.

"Astagfirullahaladzim ," ucap Rara pelan.

Dengan tergesa dia menghapus semua pesan Hanif agar tak menyeret perasaannya kearah yang tak seharusnya.

Mulai besok dia akan meminta kepada Daffa pindah ruangan berdua dengan Hanif bisa membobol pertahanannya.

Kanza tergesa turun dari mobil Daffa, kali ini Daffa hanya mengantar Kanza sampai halaman kampus.

Kanza tidak langsung masuk kelas, dia memilih menunggu waktu masuk di taman kampus, dia tidak sendiri ada beberapa mahasiswa lain disana. Taman yang lumayan luas, dengan fasilitas lengkap membuat nyaman walau hanya sekedar duduk santai di sana.

Kanza duduk di bangku taman, dengan handset terpasang di telinga dia mendengarkan pengajia melalui gawainya biasa diwaktu luang Kanza tak kan membiarkan waktunya terbuang sia-sia.

"Kanza"

Seketika Kanza mendongak menatap oarng yang bediri di depannya yang telah memangil namanya tadi. gadis berparas cantik dengan rambut sebahu tengah menatapnya.

"Kamu Kanza kan?"

Kanja menganguk pelan seraya melepas handset di telinganya.

"Bisa minta waktumu sebentar?" ujarnya tetap pada posisi berdiri.

"Bisa kak," sahut Kanza dengan senyum ramah, tapi tidak dengan gadis di sebelahnya, tatapannya terlihat tidak bersahabat. masuk kampus baru hitungan hari sudah dapat tatapan cemburu dari seorang gadis.

"Aku Anita, Kalau boleh tau apa hubungan mu dengan Daffa, kalian pacaran?" tanya Anita dengan tatapan penasaran.

Hmmm Daffa punya pasal, gara-gara dia sepagi ini Kanza sudah di suguhi sarapan oleh Anita, dasar!.

Kanza mengeleng pelan, manik hitamnya menatap Anita intens.

"Kalau bukan kenapa kalian terlihat sedekat itu?" tanya Anita tak yakin dengan jawaban Kanza, dia melihat dengan jelas Daffa menggandeng Kanza di sepanjang koridor kampus, kalau cuma sahabat tak akan sedekat itu.

"Daffa tak kan sedekat itu dengan pacarnya," sahut Kanza dengan senyum.

"Kenapa?" tanya Anita tak paham.

"Karena hanya pacar bukan istri yang halal untuk saling menyentuh," sahut Kanza

"Lalu kenapa kau terlihat begitu dekat dengan Daffa," tanya dengan bola mata liar menatap Kanza.

"Aku adiknya," sahut Kanza dengan senyum tipis.

"Adik Daffa, selama ini Daffa terlihat sendiri, tidak terlihat memiliki adik," ucap Anita tampak ragu.

"Aku sekolah di asrama, pulangnya cuma saat libur sekolah aja kak, jadi jarang keliatan," jelas Kanza dengan ramah.

Anita menghela nafas dalam lalu duduk di sebelah Kanza.

"Maaf aku udah bertingkah tidak sopan tadi," ucap Anita pelan, malu rasanya bertingkah seperti itu di depan adik Daffa.

"Gak apa, namanya juga salah paham."

"Menurutmu, aku termasuk kreteria Daffa gak, za," tanya Anita malu-malu.

Kanza mengeleng, Anita bukan tipe kak Daffa dia harus bicara jujur agar Anita tau, melihat dari sikap arogan dia tadi, Anita tak gampang menyerah bila menginginkan Sesuatu.

"Secantik apa wanita idaman Daffa, aku ingin tahu?" tanya Anita seraya menatap Kanza dalam.

"Yang jelas yang auratnya tertutup dengan sempurna, yang lainya cuma bonus, itu yang pernah kak Daffa ucapkan pada ku," jelas Kanza.

"Kenapa, apa kalian pikir wanita seperti kami yang tidak memakai hijab tidak baik, begitu?" ucap Anita sengit, sepertinya dia sedikit merasa dengan ucapan Kanza.

"Bukan begitu, baik buruk seseorang bukan di tentukan hijabnya, bahkan pela cur pun ada yang berhijab," sahut kanza dengan senyum

"Lalu, kenapa harus berhijab, bukankah yang penting hatinya baik." ujar anita lagi.

"Sebab istri kak Daffa, jadi tanggungung jawab kak Daffa di akhirat kelak,"

"Wanita seperti kami juga bisa berubah za, jadi jangan memandang sebelah mata karena kami tak berhijab."

"Janngan salah paham, tidak ada yang memandang orang seperti kakak dengan sebelah mata, kami yakin kalau kakak hijrah, kakak lebih taat dan istiqomah dari pada kami, jadi kapan kak Nita hijrah, siapa tau kak Daffa langsung yes liat kakak hijrah," ujar Kanza dengan menaikkan alisnya .

Anita tampak tersipu malu, apa harus dia merubah penampilan demi Daffa, tapi apa kata dunia kalau dia berhijab.

"Belum saatnya, nanti kalau memang hati ini udah srek, kalau sekarang kayak nya belum deh," jawab Anita dengan senyum.

"Semoga segera berhijrah ya kak, kita tidak tau besok masih bisa melihat langit yang sama atau tidak, penyesalan setelah mati adalah seburuk-buruk penyesalan, karena tidak ada kesempatan untuk memperbaiki," sahut Kanza.

Anita terdiam ucapan Kanza begitu dalam, anak seusia Kanza mampu berpikir sedalam ini salut, bukan hanya busananya saja yang Sya'i ternyata isi kepalanya juga.

"Terimakasi segala nasehatmu pagi ini za, aku paham kenapa kakak mu Daffa punya kreteria itu, dengan melihat mu aku paham," ujar Anita.

"Aku kekelas dulu ya, bentar lagi masuk kayaknya, salam buat kakak mu," ujar Anita seraya menepuk pundak Kanza pelan, lalu beranjak pergi meningalkan Kanza.

Kanza menghela nafas dalam, Daffa cepatlah menikah jangan kau membuat banyak wanita patah hati.

ting

ting

Kanza membuka dua pesannya di aplikasi Wa nya, dua pesan dari hanif.

"Pagi nona."

"Selamat beraktivitas."

Kanza menyentuh dadanya yang berdegup kencang, tuhan tolong aku..

**

Hanif menatap ponselnya gelisah, dia hendak menghapus pesan Wa nya yang sudah terlanjur terkirim, tapi naas pesanya sudah centang biru.

ting

Hanif membuka pesan balasan dari Kanza nona muda adik dari pemilik perusahaan tempat dia bekerja.

"Terimakasih."

Hanif tersenyum simpul, cuma satu kata tapi kalimat itu mampu memenuhi hatinya dengan taburan bunga, cinta pada pandangan pertama, mungkin itu yang dia rasa terhadap Kanza.

Gadis penuh pesona, yang hanya menatapnya saja mampu membuat pipinya merona. Tapi rasa ini sungguh tak benar, ini salah, dia bukanlah jangkauannya, Kanza anak pemilik perusahaan sementara dia pegawai biasa di perusahaan ayahnya. Andai Kanza hanya wanita biasa...

"Hanif bisa keruangan saya," suara Daffa mengagetkan Hanif.

"Baik pak," ujar Hanif bergegas meranjak menyusul langkah lebar Daffa.

Daffa tak pernah meminta pegawai sepertinya keruangannya kalau bukan urusan yang sangat penting, atau ada kesalahan yang dilakukan pegawai, jadi kali ini apa salahnya Daffa memintanya keruang kerja Daffa

"Duduk." ucap Daffa yang terlebih dulu duduk di sofa ruang kerjanya.

Hanif duduk tepat didepan Daffa dengan kepala tertunduk.

"Nif, aku dengar kau mengelolah rumah singgah untuk tuna wisma,"

Hanif mengankat wajahnya yang sedari tertunduk.

"Iya pak."

"Besok hari minggu bawa aku kesana aku mau lihat," ujar Daffa.

"baik pak."

.

.

Happy reading.

kasih dukungan emak ya readers 🙏🥰

Terpopuler

Comments

Juli Siman

Juli Siman

ooh rupanya Hanif pria berjiwa sosial jg...

2021-08-09

1

Lasmi Kasman

Lasmi Kasman

lanjut kak

2021-06-26

2

Rahmalia Nurodin

Rahmalia Nurodin

semangat thor....

2021-06-14

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!