Setelah menemui Kyai Syakir dan mendapatkan petunjuk bagaimana cara membantu Caca, Erik pun membawa keluarganya pulang ke rumah.
Saat tiba di rumah Farah langsung meminta kedua anaknya membersihkan diri dan mengganti pakaian. Faiq dan Efliya menuruti permintaan sang mama karena tak ingin mendengar 'nyanyian' merdu sang mama.
" Apa Kamu serius mau nyuruh Faiq bantuin hantu itu Pa...?" tanya Farah tak suka.
" Iya Ma. Daripada si Caca itu terus gangguin Faiq, ya lebih baik dibantu aja kan...," sahut Erik santai.
" Apa ga ada jalan lain Pa. Kenapa harus Faiq. Aku khawatir kalo Faiq terus menerus berinteraksi dengan makhluk halus, perkembangan tubuh dan jiwanya jadi terhambat. Itu ga baik buat Faiq, Dia kan masih Anak-anak...," kata Farah gusar.
" Sayang. Aku tau itu. Tapi ini kelebihan yang dikasih Allah sama Anak Kita. Dan selagi Faiq bisa menghadapi semuanya, kenapa harus dilarang. Toh dia ga sendiri. Aku dan Kyai Syakir juga bakal selalu bantuin dia. Kamu tenang aja ya...," kata Erik sambil memeluk istrinya.
" Aku khawatir Faiq kehilangan masa kanak-kanaknya Pa. Aku ga mau Faiq dewasa sebelum waktunya. Dia harus hidup normal layaknya Anak-anak seusiamya...," sahut Farah sambil membenamkan wajahnya di pelukan suaminya.
Air mata pun jatuh di wajah Farah. Erik yang menyadari istrinya menangis pun mempererat pelukannya.
" Iya. Aku janji bakal jagain Faiq dan membuat dia ga kehilangan masa kanak-kanaknya. Kita udah bahas ini berkali-kali kan. Kalo Kamu seperti ini tiap kali Faiq menghadapi hal kaya gini, ini malah justru membebani dia. Kita harus suport dia jangan perlihatkan sisi kelemahan Kita. Yakinkan dia bahwa dia punya orangtua yang selalu ada dan mensuport semua langkahnya menuju kebaikan...," kata Erik bijak.
Farah terdiam. Ia mencoba mencerna kalimat yang diucapkan Erik. Sesaat kemudian kepalanya mengangguk dan bibirnya pun tersenyum. Kemudian Farah mengurai pelukannya. Erik pun tersenyum sambil menghapus sisa air mata di wajah Farah dengan jarinya. Kemudian Erik memajukan wajahnya dan mengecup bibir Farah lalu melu**tnya lembut.
\=\=\=\=\=
Erik bergerak cepat. Walau Kyai Syakir menyarankan untuk melibatkan polisi, tapi Erik tak mau gegabah. Ia memilih menyelesaikan semuanya dan meminta bantuan Fatur, adik Farah.
" Ok Bang, Gue ke sana nanti...," sahut Fatur saat Erik menghubunginya via telephon.
Erik kemudian melanjutkan pekerjaannya yang tertunda setelah mengakhiri pembicaraannya dengan Fatur.
Sementara itu Faiq harus sedikit kerepotan karena makhluk halus bernama Caca itu terus mengikutinya kemana pun dia pergi. Dan protes Faiq pun dilayangkan saat ia pergi ke sekolah diantar oleh Bonbon, sahabat papanya yang bekerja untuk keluarga mereka.
" Jangan gangguin teman Aku ya. Kalo Kamu ganggu kaya kemaren, Aku marah dan ga mau bantuin nyari Mama Kamu lho...," ancam Faiq sambil menatap ke kursi belakang.
Bonbon yang sedang mengemudi pun menoleh kearah Faiq.
" Emang dia ngapain kemaren...?" tanya Bonbon yang mengetahui keberadaan Caca dari Erik.
" Caca narik rambut Rere, ngumpetin pensilnya Gisel sama gangguin Raka sampe jatuh dan berdarah...," sahut Faiq dengan wajah ditekuk.
" Wah, nakal ya temanmu itu...," kata Bonbon sambil tersenyum.
Tiba-tiba Bonbon merasa pandangannya gelap. Refleks Bonbon langsung menginjak pedal rem karena khawatir menabrak kendaraan lain di depannya dan menimbulkan kecelakaan parah.
" Caca, lepasin Om Bonbon...!" bentak Faiq marah sambil mendorong tubuh Caca hingga mundur ke belakang.
" Apaan tuh tadi Iq...?" tanya Bonbon dengan jantung berdetak cepat.
" Caca marah waktu Om bilang nakal, makanya dia nutupin mata Om pake tangannya supaya Om ga bisa liat...," sahut Faiq.
" Ya Allah...," kata Bonbon dengan wajah seputih kertas sambil menggelengkan kepalanya.
Faiq menatap marah kearah Caca yang terlihat sedih. Hingga akhirnya Caca mengerti dan mengucapkan kata maaf. Lalu hantu cilik itu menghilang pergi entah kemana.
" Caca minta maaf katanya Om...," kata Faiq.
" Iya, Om juga minta maaf ya...," sahut Bonbon sambil kembali mengemudikan mobil dengan perlahan.
" Caca udah ga ada Om. Dia pergi, ngambek kali...," kata Faiq sambil menyandarkan tubuhnya.
" Kalo udah pergi artinya Kamu ga harus nolongin dia lagi dong...," kata Bonbon.
" Ya ga lah Om. Dia pergi karena Aku marahin tadi. Tapi dia tetap minta tolong sama Aku buat nemuin Mamanya kok...," sahut Faiq.
Bonbon terdiam karena tak mau berdebat dengan Faiq. Hingga Faiq tiba di depan sekolah dan masuk ke dalam sekolah, Caca masih setia mengikutinya walau hanya dari kejauhan.
\=\=\=\=\=
Fatur sedang duduk di depan Erik sambil membuka artikel tentang pembukaan mall yang dimaksud Caca di lap top miliknya.
" Ini Bang. Mall XX ini dibuka tanggal 22 Juli 1991. Itu artinya udah kira-kira dua puluh tahun yang lalu Caca wafat...," kata Fatur sambil menyeka keringat dingin yang membanjiri wajahnya.
" Ya Allah, gimana ini Tur. Kalo gitu bisa aja Mamanya Caca udah jadi Nenek-nenek atau bahkan meninggal...," kata Erik sambil memijit keningnya.
" Gue rasa belum meninggal Bang. Yah, udah tua sih pastinya. Kalo umur Caca saat itu lima tahun, itu artinya umur Mamanya sekitar dua puluh lima sampe tiga puluh tahun waktu itu. Berarti sekarang sekitar lima puluh tahunan lah...," kata Fatur mencoba menganalisa.
" Iya juga. Kalo Mamanya udah meninggal, Caca pasti ga bakal nyariin...," tebak Erik.
" Panggil Faiq aja Bang. Suruh dia nanya sama Caca soal alamat rumah atau apa kek gitu...," saran Fatur.
Tak lama kemudian Faiq pun masuk ke ruang kerja papanya setelah Erik memanggilnya.
" Coba tanya sama Caca alamat rumahnya Iq...," pinta Fatur.
" Katanya dekat mall itu Om. Di dalam gang yang ada tulisan XII...," sahut Faiq sambil menulis sesuatu di kertas.
Fatur dan Erik saling menatap dan tersenyum. Mereka merasa menemukan titik terang tentang keberadaan orangtua Caca.
Keesokan harinya, Erik, Fatur dan Faiq menjemput Kyai Syakir lalu menuju alamat yang diberikan Caca. Saat tiba di sana, mereka melihat suasana pemukiman yang padat. Dan mereka melihat angka XII di depan sebuah gang.
" Kayanya ini dekat sama rumahnya Bang...," kata Fatur.
" Iya Om. Caca bilang, dia sering main di lapangan yang di sana itu. Walau sekarang dikelilingi tembok tinggi, tapi Caca yakin ini dekat sama rumahnya...," sahut Faiq antusias.
Setelah bertanya ke beberapa warga, akhirnya tibalah rombongan Erik ke rumah orangtua Caca. Di sana hanya ada seorang wanita tua yang kelihatannya mengalami gangguan jiwa sedang duduk melamun di dekat jendela yang terbuka.
" Itu Mama Aku...," kata Caca sambil melayang lalu memeluk wanita tua itu.
Wanita itu tersentak saat tubuh tak kasat mata Caca memeluknya. Naluri keibuannya mengatakan jika sang anak hadir di sana. Ia mendongakkan wajahnya dan menatap ke sekelilingnya seolah mencari sesuatu.
" Caca...," panggilnya lirih.
Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh suara seorang laki-laki yang tak lain adalah paman Caca, adik dari mama Caca yang bernama Ali.
" Maaf, Kalian siapa ya. Kenapa mencari Kak Murti...?" tanya Ali sambil mendekati Murti.
" Ehm, maaf sebelumnya. Apa Kita bisa bicara sebentar Pak...?" tanya Erik santun.
" Oh boleh. Silakan duduk...," sahut Ali ramah.
Erik dan Kyai Syakir duduk di hadapan Ali dan Murti. Sedangkan Faiq dan Fatur nampak berdiri sambil memperhatikan seisi ruangan.
" Begini Pak. Kenalin dulu, Saya Erik. Ini guru Saya Kyai Syakir, di sana Anak Saya Faiq dan Adik Saya Fatur...," kata Erik memperkenalkan diri.
" Saya Ali. Wanita yang duduk dekat jendela itu Murti, Kakak Saya...," kata Ali.
" Maaf kalo Saya lancang. Apakah Bu Murti punya Anak perempuan bernama Caca...?" tanya Erik.
" Iya betul. Tapi Anaknya hilang puluhan tahun yang lalu dan itu lah yang bikin Kakak Saya linglung dan kehilangan ingatan sampe sekarang...," sahut Ali sedih.
" Apa Anda percaya dengan sesuatu yang ghaib...?" tanya Erik hati-hati.
" Maksudnya apa ya Pak...?" tanya Ali tak mengerti.
" Mmm, begini. Kami datang ke sini atas permintaan almarhumah Caca Anak Bu Murti...," sahut Erik sambil menatap Ali lekat.
" Caca, apa maksudnya ini...?" tanya Ali gusar.
" Anak Saya Faiq adalah indigo. Caca datang menemuinya dan minta Anak Saya mencari Mamanya. Karena katanya Mamanya diculik orang sedangkan dia dibuang di pinggir jalan...," kata Erik menjelaskan.
Ali terkejut mendengar cerita Erik. Dia menatap Faiq sambil berusaha meneliti kebenaran cerita Erik. Sesaat kemudian wajah Ali nampak merah menahan marah.
Akankah Caca berhasil berkomunikasi dengan sang mama ?.
Dan mengapa Ali terlihat marah ?.
Temui jawabannya besok ya...
bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 459 Episodes
Comments
Clara Safitri
lanjut thor
2023-11-26
1
Riyo No
❤️
2023-09-07
0
Herna Erna
baru nemu ni cerita, bagus👍👍
2023-03-16
1