RANTAU (Gadis Desa Masuk Kota)
Happy reading 😘🙏
Bantu Like , komen , Vote, rate lima dan favoritkan.
Di pedalaman Sulawesi Selatan, tepatnya di desa terpencil, sangat terpencil dari keramaian kota kabupaten J. Rumah pun berjarak jauh satu sama lain, tidak seperti rumah rumah yang ada di kota kota besar yang begitu himpit himpitan bangunannya, KATANYA. karena aku tidak pernah melihatnya secara langsung bagaimana rupa kota metropolitan itu?.
Inilah hidup ku, di sini, di desa yang sepi yang jauh dari kata keramaian apalagi kemewahan, aku terlahir di keluarga yang kurang mampu, bahkan sangat kurang dalam hal ekonomi tapi aku bahagia setidaknya keluarga ku begitu hangat dan menyayangi ku.
""Mak...."" Teriak ku memanggil ibu ku dengan logat khas daerah tempat ku.
Umur ku 18 tahun tepat hari ini, dan hari inipun aku baru Lulus di sekolah menengah ke atas, walaupun ekonomi kami kurang tapi sang ibu sangat mementingkan masa depan ku, beliau menyekolahkan anak anaknya dengan begitu gigih. Beliau adalah pahlawan ku, pahlawan tiada tara, ibu ku juga berperan sebagai ayah bagi ku dan kakak ku karena kami anak yatim sedari aku duduk di bangku SD.
Mentari Putri Batara, nama ku. aku sedang mencari cari sosok sang ibu seraya berteriak....
""Mak...omaleee...Mak, Mentari minroma, ngerang kabara gaga' "" teriak ku dengan khas logat bahasa suku ku, Jeneponto.
adakah yang tahu arti dari ucapan ku, artinya adalah....
"" ibu...oh ibu...ibu, Mentari sudah pulang, bawa kabar bagus.""
Sang ibu yang aku panggil panggil keluar dari arah dapur dengan pakaian lusuh serta kain sarung yang terlilit di pinggangnya, seakan akan sarung itu adalah roknya. sedih memang melihatnya, tapi inilah keadaan kami yang sangat kurang mampu.
""Teoko accarioki, Amma nu inne gaga inje tolingku, tenapa naku togeang. Kabara apa ?"" Ucap sang ibu dengan nada halusnya. ( Jangan berteriak, ibu mu ini masih bagus pendengarannya, belum mengeluarkan congenya. kabar apa ?)
Aku cengengesan bak ambasador odol yang kuning berubah seketika menjadi putih kinclong mendengar ucapan ibu ku. ibu hanya mengerti bahasa daerah jadi sehari hari kalau di rumah aku pun menggunakan bahasa kebesaran daerah kami. Begitu pun aku, bahasa Indonesia ku masih plepotan antara bahasa indo dan bahasa logat daerah tercampur aduk.
Aku pun memberi kan map coklat ke ibu, namun ibu langsung menaruhnya di atas meja yang terbuat dari plastik khusus.
Seketika aku paham dengan kondisi ibu yang tak pernah makan kursi sekolah, aku dengan cepat membacakan isi map tersebut yang isinya aku lulus dengan nilai terbagus, dan ada rekomendasi untuk ku, kuliah di luar daerah.
ibu hanya menggeleng sedih, bukannya senang mendengar anaknya lulus dan akan masuk ke universitas terbaik di daerah kami, ibu malah membuang nafas beratnya.
""Mak nu bangga nak, erokja ku surohko lanjut, tapi Mak nu tena doena."" ( ibu mu banggah nak, ibu mau sekali menyuruh mu untuk lanjut, tapi ibu tidak punya uang.)
ibu ku berucap pun dengan mata berkaca-kaca sedih, aku mengerti dengan keadaan hidup kami yang tidak mendukung.
""teaki ngarruki Mak, Tena nangapa, nakke Tena ku lanjut kuliah "" ( jangan nangis Bu, aku tidak apa, tidak melanjutkan kuliah.)
Aku melempar senyum menenangkan ke ibu, agar beliau tidak merasa bersalah, justru aku bangga mempunyai ibu yang begitu tangguh bagi aku dan sang kakak.
Beliau tiap hari menggarap sawah sendiri tanpa adanya campur tangan seorang pria, mengeluarkan peluh demi peluh di bawah terik matahari hanya untuk mencari sesuap nasi bagi kami, kadang kala aku sengaja terbangun di tengah malam hanya untuk menatap hangat wajah keriput halus nan sedikit terbakar ulah sang terik matahari sebab beliau tiada hari tanpa berpanas-panasan di sawah.
""Apa nupare ri balla punna tena nu lanjut ?""
Aku menyeringai saat ibu bertanya ' apa yang akan kamu perbuat di rumah jika tidak melanjutkan pendidikan?'
Dengan cepat aku menyahut kalau aku akan bekerja keras untuk mendapatkan uang supaya ibu bisa nyantai di rumah tanpa harus bertaruh dengan terik matahari, Mentari akan melawan matahari untuk ibu karena namaku mentari mempunyai tekad seperti matahari yang berporos menyinari bumi sedangkan Mentari akan berporos menyinari ibu dan kakak.
""Sebelum ko dapat kerjaan, pergi mako dulu rawat ki bembea.""
Suara Kaka perempuan ku yang cantik bernama-Senja Putri Batara terdengar memberi titah dari belakang yang baru menaiki tangga yang terbuat dari kayu sebab rumah kami bermodel rumah panggung yang tidak ada kata layak, terkena angin kencang pasti akan terhempas hancur.
Aku mengangguk patuh. ""Bembe, I am coming."" (Kambing, aku datang.) ucapku dengan logat daerah ku.
Aku di suruh untuk mengembala kambing oleh Kaka ku, emang itu kerjaan yang bisa aku bantu, setiap hari sepulang sekolah tugas ku hanya mengembala kambing di Padang rumput, eeeeitss..padang rumput desa kami itu lhooo....luaaaaaas...bisa untuk membangun bandara, itulah desa ku, masih Asri tak tersentuh oleh orang orang yang berburu tempat untuk di jadikan keuntungannya sendiri.
Aku sudah berada di Padang rumput yang lumayan jauh dari rumah, panas terik tak terasa padahal mentari lagi di atas kepala Mentari (Aku). Sejuk, damai dan tenang yang aku rasakan di tempat ini, tempat di mana aku menghabiskan waktu kecil ku seraya mengembala kambing bersama teman teman sesama penggembala.
Namun teman yang aku maksud entah kemana saat ini, kambing kambing dan orangnya pun belum terlihat batang hidungnya.
""Mbeee...mbeeek..""
Aku terkejut saat mendengar salah satu teriakkan kambing milik ku. apa jangan-jangan....
""Okaraeng.....bembe ku na manami."" ( oh tuhan... kambing ku akan melahirkan.)
Aku heboh sekaligus panik, bagaimana tidak panik, kambing itu sedang tidak terlihat baik baik.
Mbeee...mbeee..mbeee...
Kambing itu berteriak, Jika saja manusia mungkin dia berteriak...tolong aku, tolooooong...tolong panggilkan dukun beranak, aku sudah tidak tahan.
aku semakin panik saat melihat di Va**na kambing itu ada ujung kepala kambing kecil yang sudah terlihat.
""Aduh... bagaimana mi ini, tidak bisa ka ku bantu, bembe, nakke tiayi dukun beranak. ."" ( aduh... bagaimana nih, aku tidak bisa membantu mu kambing, aku bukan dukun beranak.)
""Woiiii...Mentariii,? apa nupare?."" ( hey... Mentari ? apa yang kamu lakukan?)
Suara itu suara teman ku, namanya Jum seumuran denganku, ia baru datang dengan lima ekor kambingnya.
""Jum, bantuah, bembe ku napasuluki anakna."" ( Jum, tolong aku, kambing ku akan mengeluarkan anaknya.)
Aku begitu panik, heboh, seraya iba melihat kambing ku sedang bertaruh nyawa untuk melahirkan anaknya, mata kambing itu pun terlihat sedang menangis menahan rasa sakit di bagian intimnya.
Seketika aku berpikir, apakah begitu pengorbanan ibuku yang melahirkan ku ke dunia ini, penuh pengorbanan dan sakit begitu hebat. Syukur Alhamdulillah aku pancatkan ke pada mu Tuhan, telah memberi ku ibu yang begitu tangguh dalam segi bidang hal.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
..
.
.
.
.
Hay...Hay.. !!!
dukung Novel author yang masih jauh dari kata bagus.
ini itu cerita Gadis kampung dari luar pulau Jawa, bahasa daerahnya pun pasti sangat asing di telinga kalian, suku budaya kita memang Ok, begitu banyak bahasa dan budaya yang tersirat di dalamnya.
Jadi... please...beri dukungan mu dan tinggal kan jejak mu....kritik pedas boleh, saran positif pun sangat boleh...
Like..favoritkan, komen dan Vote 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 269 Episodes
Comments
Sekuntum rosella Pelipur lara
😁😁
2023-06-08
0
ditzi
p
2023-01-04
0
ditzi
wih anjay ji orang Sulsel ji padeng
2023-01-04
0