Four Seasons Hotel des Bergues Geneva
Malam semakin larut tetapi seorang pria bahkan belum bisa memejamkan matanya. Masih teringat dengan berbagai kejadian dalam kehidupannya akhir-akhir ini. Dua minggu yang lalu sang kekasih mengakhiri hubungan mereka dengan alasan klasik, butuh perhatian lebih, padahal menurutnya kebebasan yang dia berikan itu sudah paling tepat, dia hanya tidak ingin mengekang, dia ingin kekasihnya bisa berkarir dengan baik dan jika saatnya tiba dia akan membawa hubungan mereka ke jenjang yang lebih serius. Tapi setiap orang memiliki pemikiran yang berbeda, yang dia anggap terbaik belum tentu itu yang terbaik. Dia menghargai keputusan kekasihnya, tetapi dia masih tidak habis pikir dengan perhatian lebih yang dimaksud. Dia bahkan bingung harus memberikan hadiah apa untuk kekasihnya yang sudah memiliki segalanya itu, tetapi dia tetap saja menghujani kekasihnya dengan berbagai hadiah yang meskipun hanya dikirimkan oleh asistennya, tetapi itu semua atas inisiatif dia.
Lama dia termenung tetapi setelah itu sekilas ingatan tentang seorang wanita yang baru dia lihat di restaurant tadi mengisi pikirannya. Entah kenapa dia begitu penasaran, bahkan tadi dia sempat menanyakan ke kasir tentang wanita tersebut. Jawaban kasir membuat dia berpikir dimana dia pernah bertemu dengan wanita it, wanita itu hanya pekerja part time pengganti di restaurant tersebut jadi tidak mungkin dia bertemu dengannya disana.
“Hah kenapa aku memikirkan wanita itu, wanita itu bahkan bukan siapa-siapa,” dia bergumam, “tapi kenapa aku bisa merasa begitu familiar dengan wanita itu.” Masih terus berasumsi dengan pikirannya sendiri sampai akhirnya dia tertidur.
**
Pagi hari yang cerah di kota Jenewa, seorang wanita dengan begitu santai sedang mengayuh sepeda, membagikan susu dari rumah ke rumah. Dia begitu bersemangat, mengibaratkan pekerjaannya seperti olahraga yang rutin dia lakukan.
“Selamat pagi,” sapa Feli pada nyonya Gis wanita parubaya penjual bunga, “ini susu untukmu nyonya,” sambungnya sambil memberikan satu kotak susu.
“Selamat pagi nak, terimakasih semoga harimu indah ya.” Jawabnya.
“Kau juga nyonya, semoga kau selalu awet muda.” Feli tersenyum.
“Ah kau bisa saja, mau bagaimanapun usiaku tidak bisa berbohong,” nyonya Gis tertawa, Feli selalu bisa menghiburnya.
“Setidaknya kebohonganku bisa membuatmu tersenyum, dan itu akan membuatmu sedikit awet muda,” ucap Feli sambil tertawa “iya sedikit,” masih tertawa Feli melanjutkan kalimatnya lalu pamit melambaikan tangan untuk melanjutkan pekerjaannya.
Setelah selesai dengan pekerjaan paginya Feli kemudian kembali ke apartemen untuk bersiap ke kampus. Hari ini jadwal kuliahnya agak siang. Dia melihat jam yang melingkar dipergelangan tangannya dan ini masih terlalu pagi. Dia kemudian memutuskan untuk mampir ke cafe yang dekat dengan kampusnya. Menikmati secangkir teh panas ditemani sepotong roti Feli asik membaca buku, tanpa sadar ada sepasang mata yang mengawasinya dari sudut yang berbeda di cafe itu.
“Wanita itu lagi,” gumamnya tersenyum. Iseng sang pria mengambil potret wajah Feli tanpa ijin dengan kamera ponselnya. Dia juga bingung kenapa dia begitu tertarik dengan wanita yang baru dua kali dia lihat itu.
Sedang asik memperhatikan Feli, tiba-tiba yang diperhatikan melihat ke arahnya dengan tatapan dingin. Dia kemudian melemparkan senyum terbaiknya seakan berkata “hay” kepada Feli yang tidak membalas dengan senyuman tetapi lebih menajamkan tatapan matanya, seakan berkata, “jangan melihatku.”
“Sial, aku diabaikan. Baru sekarang aku diabaikan oleh seorang wanita,” dia berguman sambil menertawakan dirinya sendiri. “Oh yaa aku lupa ini Swiss mungkin dia tidak mengenalku,” lanjutnya masih dengan pikirannya sendiri. “Eh tapi bagaimana mungkin dia mengacuhkanku seperti itu benar-benar menjatuhkan harga diriku.” Kesal karena diabaikan lebih tepatnya kesal karena kenapa dia yang biasanya dingin dan cuek malah memberikan senyum untuk seseorang yang bahkan tidak dikenalnya. Dan ketika akan membalas tatapan tajam wanita tersebut, ternyata wanita itu sudah tidak ada disana. “Hah mungkin aku sudah gila.” Memilih untuk beranjak menghadiri pertemuannya pagi ini, pertemuan terakhir membahas proyeknya disini sebelum besok kembali ke negara asalnya.
**
“Dasar bule mesum,” Feli masih mengumpat dalam perjalanannya ke kampus teringat dengan pria yang menatapnya dengan senyum yang menurut dia begitu mesum, “merusak mood pagiku saja,” sambungnya. Beberapa menit kemudian dia sudah sampai di University of Geneva tempatnya menuntut ilmu.
“Kau datang begitu cepat,” Leon seniornya dikampus mendekat dan mensejajarkan langkahnya dengan Feli memasuki kampus. Feli tidak menjawab, hanya menengok sebentar memberikan senyum terpaksa dan kembali membalikan wajahnya.
“Fel, apa sebentar malam kau punya waktu?” Leon bertanya.
“Aku selalu tidak punya waktu Leon, pulang kuliah aku harus bekerja, kalaupun senggang aku akan belajar dan menyelesaikan tugas-tugas kampus.” Jawab Feli sekenahnya.
“Baiklah, infokan jika kau punya waktu luang kapanpun itu,” Leon bersikap biasa saja meskipun dia sedikit kecewa tidak pernah berhasil untuk mengajak Feli sekedar jalan-jalan.
Leon sudah berusaha dekat dengan Feli, pertama kali melihat Feli yang cuek dikampus membuat seorang Leon begitu tertarik dengannya, tetapi Feli tidak sekalipun memberikan kesempatan kepada Leon untuk mengutarakan perasaannya. Leon tidak menyerah, meskipun sekarang dia sudah bekerja diperusahaan orang tuanya dan diharuskan memimpin perusahaan tersebut dia tetap melanjutkan kuliah pascasarjana di universitas yang sama hanya untuk mendapatkan kesempatan melihat Feli.
“Aku ke kelas dulu,” ucap Feli sambil berlalu meninggalkan Leon.
“Dia begitu sulit ditaklukan, aku bahkan tidak yakin kalau memiliki kesempatan untuk bisa menaklukan hatinya.” Kata Leon sambil menatap punggung Feli yang semakin menjauh, tidak sadar ada wanita lain yang sedang geram melihat Feli yang begitu beruntung.
Wanita cantik dan sombong, mungkin itulah yang menggambarkan sosok seorang Felisha Claire di mata para mahasiswa. Feli yang tidak suka bergaul dan buang-buang waktu bahkan untuk sekedar bertegur sapa kadang menimbulkan rasa kekesalan dihati mahasiswa yang lain, tetapi tidak sedikit juga yang setujuh dengan perilaku Feli. Nilai akademis yang memuaskan selalu Feli dapatkan meskipun dia sibuk dengan berbagai pekerjaan sambilan.
"Feliiiiiiiiiiii," Gabriel menyapa Feli setelah kelas selesai, "hhmm iya bagaimana kemarin? Lancar kan pekerjaanmu? Ini uang hasil kerja semalam." Sambung Gabriel sambil memberikan beberapa lembar uang.
"Tidak perlu, itu untukmu saja, lagipula kemarin kerjaanku tidak banyak di resto." Feli menolak.
"Tidak bisa begitu Feli, kan kau yang bekerja, kau lebih membutuhkan uangnya."
"Darimana kau yakin kalau aku begitu membutuhkan uangnya?" tanya Feli.
"Jelas aku tau, bahkan kau tidak memiliki waktu mengurus dirimu, setiap hari hanya sibuk melakukan pekerjaan paru waktu, untuk apalagi jika bukan karena kau membutuhkan uang," terang Gabriel tentang alasannya, "meskipun aku sedikit bingung kemana semua uangmu, bahkan kau saja tidak suka bersenang-senang dengan belanjaan yang tidak penting," sambungnya.
"Wah aku sampai terharuh, kau begitu paham tentang diriku ini," jawab Feli tertawa. "Sudahlah, uang itu untukmu Briel, tabunganku masih sangat banyak." Feli sedikit sombong walaupun itu kenyataannya.
"Jangan Feli ini hakmu. Ambilah, kalau tabungamu banyak untuk apa kau bekerja dengan susah paya hhmmm," Gabirel memaksa.
"Tidak. Kau berisik sekali, sudah aku bilang itu untukmu, sudah yaa aku harus pergi, nanti aku terlambat ke hotel, byeeee.." Feli berjalan cepat meninggalkan Gabriel sambil melambaikan tangan tanpa menengok. Sedangkan Gabriel hanya geleng-geleng kepala dengan tingkah Feli.
**
Hari sudah hampir malam dan ini saatnya Feli bekerja di hotel, Four Seasons Hotel des Bergues Geneva dan disini dia membantu tugas menejer untuk jam kerja malam, sebut saja *** manajer on duty. Sebenarnya Feli cuma ditugaskan untuk membantu melayani komplenan atau menghendel masalah pada malam hari, tetapi dia juga suka melakukan pekerjaan lainnya. Seperti melakukan layanan room service dan apa saja yang tidak masuk dalam tugasnya. Mengambil jurasan pariwisata perhotelan membuat dia sangat suka mempraktekan langsung segala teori yang dia pelajari. Terpikir dibenaknya untuk kedepan membangun bisnis perhotelan. Dia mulai optimis kalau dia mampu, untuk itulah dia mulai mempelajari semua hal mulai dari yang terkecil.
"Akhirnya.." ucap Feli legah setelah selesai membersihkan president suit room di hotel itu. Kamar yang tidak kotor tetapi tetap saja dia harus memastikan bahwa semua tertata dengan rapih disana.
Tiiiiiittt klek.... baru saja Feli akan beranjak suara acces card dan pintu yang terbuka membuat dia menoleh ke arah pintu. Dan apa yang dia liat, seorang pria tampan dengan rahang tegas, pria yang tadi pagi dia sebut sebagai bule mesum memasuki kamar itu.
"Untuk apa dia disini," batin Feli dan kemudian dia sadar, "ahh sudah pasti dia yang menginap disini kan, kenapa aku tiba-tiba bodoh," menggelengkan kepala dan kemudian Feli menunduk hormat kepada pria tersebut sebelum kemudian melangkah ke arah pintu untuk keluar karena pekerjaannya disana sudah selesai.
Tetapi langkahnya terhenti ketika sadar pria itu tidak beranjak dari depan pintu. "Permisi tuan, kamar anda sudah selesai dibersihkan, saya akan pamit keluar." Ucap Feli sopan. Masih belum ada pergerakan dari pria tersebut, dia masih memperhatikan wanita didepannya, Feli menjadi gugup karena aroma maskulin dari pria itu semakin dekat dengan indra penciumannya.
......
*Udah ilhamnya cuma sampe sini wkwkwk
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
🅶🆄🅲🅲🅸♌ᶥⁱᵒⁿ⚔️⃠
ditunggu Ilham liar nya KA berry 🤭🤭🏃🏃🏃
2021-08-03
1
🚨⃟V༄༅⃟𝐐ᵇᵃˢᵉW⃠
next 🏃♀️🏃♀️🏃♀️🏃♀️🏃♀️🏃♀️
2021-08-01
0
MA⏤͟͟͞RGIE💖💞
ilhamnya baru bangun ya, makanya blm sempurna meleknya, nyawa baru separo Wkwkwk
2021-07-30
3