Part 5

Yuki masih pura-pura sibuk dan kembali tenggelam ke dalam buku A3 menyelesaikan pola rancangan yang sebelumnya telah ia pelajari di kelas. Gadis itu berharap hanya salah dengar dan Asher sedang mencari perhatiannya. Tapi ternyata itu salah besar.

"Yuki... kamu bisa mendengar kan. Kalau lagi ngobrol itu di tatap lawan bicaranya jangan di cuekin. Nggak sopan!" bentak pria itu kesal.

Hah, rasanya aku ingin tertawa sinis dan mengetuk kepalanya agar bisa berfikir dengan benar. Bagaimana mungkin aku harus terlihat antusias sedang pembicaraan ini mengenai wanita lain.

"Kamu minta persetujuan ku?" Asher tidak menjawab namun ia malah memperjelas keinginannya lagi.

"Aku mau menikah lagi." Kata-kata nya meluncur dengan gamblang tanpa beban.

Yuki menghentikan kegiatan menggambarnya. Ia tatap wajahnya sekilas, lalu beralih menatap jendela kamar yang mulai basah terkena cipratan air hujan.

"Dengan atau tanpa izin dari mu, aku akan tetap menikahinya. Kamu tentu tahu pernikahan kita terjadi bukan karena kita sama-sama cinta," jelas pria itu

Yuki kembali menatapnya. Kali ini sedikit lebih lama, mencoba menggali celah keraguan di manik mata hitamnya. Tapi setelahnya ia segera sadar, Asher bukan sedang bertanya melainkan membuat pernyataan yang tak membutuhkan jawaban dan pendapat darinya.

Di madu?

MasyaAllah meski dalam agama kita itu di perbolehkan, bolehkah ia menolak. Yuki hanya wanita biasa, mana mungkin ia sanggup berbagi suami, walaupun pada kenyataannya kami belum bisa saling mencintai tapi kalau di madu siapa yang mau?

"Aku minta maaf, karena aku akan tetap pada keputusan ku. Kami saling mencintai dan dia juga akan tinggal di sini, jadi aku minta kamu mengerti posisimu dan bisa bersikap baik padanya."

Yuki masih menatapnya, tidakkah Asher merasa berbelas kasihan terhadapnya sedikit saja. Yuki terdiam tidak mengiyakan ataupun menolak. Tak mampu berkata apa-apa lagi. Setelah itu Asher meninggalkan kamar begitu saja.

Brak...

Yuki tutup pintu kamarnya begitu keras. Wujud protes dan kekesalannya yang tak mampu ia tuangkan. Gadis itu marah, iya Yuki ingin marah. Sakit? Tentu saja sakit. Ia merasa seperti sampah yang sudah tidak berguna. Habis manis sepah di buang. Kalau pada akhirnya seperti ini harusnya ia membiarkan saja dua keluarga itu menanggung malu karena putra putrinya batal menikah.

Yuki merasa di permainkan, tidak di anggap dan tak pernah nampak di matanya. "Dasar pria egois, jahat!!!" Yuki mengumpat, memaki, menyalahkan atas kebodohan diri sendiri. Terjebak di pernikahan yang semu.

Setelah bisa menetralisir apa yang ia rasa. Segera gadis itu ke kamar mandi guna mengambil wudhu, ke luar dengan muka yang lebih segar, lalu beristighfar sebanyak-banyaknya. Tangisnya pecah di atas sajadah. Setidaknya ia lebih tenang setelah mengadukan masalahnya terhadap Sang Pencipta.

Lelah menangis, Yuki memutuskan untuk tidur saja. Bahkan gadis itu bergeming, bik Ema sudah dua kali mengetuk pintu kamarnya menyuruh untuk makan, tapi Yuki sedang tidak berselera makan.

Selang satu jam kemudian bik Ema masuk ke kamar Yuki setelah mengetuk pintu terlebih dahulu. Art itu menaruh makanan di meja belajar kamar gadis itu. Yuki hanya melirik saja dari atas tempat tidur. Menghiraukan kedatangan bik Ema di kamarnya.

"Non, silahkan makan. Tuan Asher yang menyuruhku membawa makanan ini ke kamar."

Yuki bergeming, wajah kecewa dan marah jelas tercetak di wajah ayunya. Bikk Ema mendekati Yuki, berdiri tepat di samping ranjang. "Nona Yuki harus makan, biar kuat dan sehat. Menghadapi kerasnya cobaan itu butuh asupan gizi yang banyak dan tenaga yang kuat, supaya apa? kita mampu berdiri melawan rasa sakit dan menumbangkannya berganti menjadi rasa bahagia," kata bik Ema panjang lebar.

Yuki mendongak, menatap wajah Art itu dengan seksama. Mata gadis itu berkaca-kaca. Bik Ema mengusap punggung Yuki, berusaha memberi perhatian yang lebih untuk gadis itu. Beliau meminta izin untuk memeluknya, tentu saja Yuki mengangguk, ia butuh bahu untuk bersandar. Bik Ema menyuapi gadis itu dengan sayang, beliau juga berbagi cerita kehidupan dirinya yang keras dan berliku mungkin berniat memotivasi gadis di depannya yang terlihat menyedihkan.

Setelah selesai makan, bik Ema pamit undur diri dari kamar perempuan itu. Sepeninggalan Bik Ema, Yuki langsung ke kamar mandi untuk menggosok gigi, mencuci muka dan mengoleskan krim malam pada wajahnya lalu ia tertidur.

***

"Apa dia mau makan, bik?"

"Iya Tuan, Non Yuki menghabiskan makan malamnya setelah saya bujuk, sekarang Nona Yuki sudah tidur."

"Oke, terimakasih bik."

Bik Ema mengangguk lalu pergi meninggalkan Asher yang masih betah duduk menyendiri di ruang tengah.

Pagi menyambut begitu cepat. Alarm di ponselnya berteriak tanpa henti, gadis itu sengaja menyetel waktu lebih pagi dari biasanya. Hari ini ada kuliah pagi dan di tambah malas bertatap muka dengan Asher. Yuki akan menghindari nya dengan berangkat ke kampus lebih pagi bahkan mungkin sebelum Asher bangun.

Tapi sungguh dewi fortuna sedang tidak memihak perempuan itu. Karena pada saat ia menuruni anak tangga dan bersiap melesat melewati ruang makan, Asher sudah duduk di sana dengan tenang dan sedang menunggu Yuki untuk sarapan.

"What the fack!!" umpat Yuki kesal.

Pagi yang di gadang-gadang bisa mangkir dan tidak akan melihat wajahnya. Dia malah memanggil nama gadis itu dengan lantang. Dan sialnya Asher terlihat begitu tampan dari jarak pandang mereka berdua.

"Yuki..." seru pria itu.

Yuki menghentikan langkah lebarnya. "Duduk dan sarapan. Biasakan sarapan dulu sebelum aktifitas," titah Asher dan entah mengapa melihat tatapannya yang dingin membuat gadis itu enggan protes dan langsung menurut. Terlebih memang ia butuh sarapan pagi ini.

Yuki bergeming, ia berbalik dan menuju meja makan. Seperti biasa mereka makan dalam diam. Yuki secepat kilat menghabiskan makanannya agar cepat-cepat bisa pergi meninggalkan rumah dan segera berangkat ke kampus.

"Nanti sore aku akan membawa istriku ke sini. Aku harap kamu harus bisa bersikap baik padanya."

Yuki hanya diam saja, segera menghabiskan sisa makanannya, yang sekarang entah mengapa menjadi susah untuk ia telan.

"Aku berangkat dulu," pamitnya dengan nada datar dan segera bangkit dari kursi.

Sepeninggalan Asher, Yuki langsung menghentikan makan paginya. Menjatuhkan bahunya dan bersandar di kursi meja makan. Menetralisir ketegangan yang sempat melingkupi hatinya. Berusaha mengatur napas agar mood pagi ini menjadi lebih baik lagi.

"Dunia belum berakhir, " gumamnya menyemangati diri sendiri. "Akan aku tunjukan padamu, aku baik-baik saja di tinggal nikah dan akan aku pastikan, setelah aku mendapatkan pekerjaan nanti aku akan pergi dan pisah." Tekad Yuki menguatkan hatinya.

Iya, saat ini ia tidak bisa lari begitu saja. Yuki masih kuliah dan ia perlu uang Asher untuk biaya kuliah. Semenjak menikah, ayah sudah tidak lagi menransfer uang untuk putrinya, jadi semua kebutuhan Yuki di cukupi Asher selama sebulan ini.

Setidaknya kalau ia pergi nanti, Yuki harus punya pegangan sendiri minimal pekerjaan untuk ia hidup sehari-hari. Benar kata bik Ema, ia harus kuat dan sehat menghadapi kenyataan hidup.

Terpopuler

Comments

Sur Yhanie

Sur Yhanie

fighting Yuki....

2023-11-14

0

Enung Samsiah

Enung Samsiah

suamu lucknut,,,

2023-10-19

0

Nur Febriani

Nur Febriani

astgah sumpah demi apa jahat banget km asherr😭😭😭😭

2023-06-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!