🍃🍃
Azwa kembali menghampiri motor buntutnya, menaiki kendaraan itu sembari mengengkol tangkai panjang yang berada didekat roda. Maklum saja, motor matic bin buntut itu sudah terlalu tua bila harus bekerja mengantar Tuannya kemana pun pergi.
"Jeng, sepertinya kalian harus membelikan Azwa sepeda motor lagi" saran Tante Sekar.
"Ah, tidak perlu, Kar. dia juga enteng aja tuh gak ada ngeluh soal motornya" sanggah Mama Ajeng.
"Iya, tapi beliin aja. kasihan tuh tiap mau bawa motor harus diengkol dulu" Tante Sekar tampak prihatin.
"Tidaklah, Kar. toh kami tidak punya apa-apa untuk membelikan barang mahal gitu" tukas Mama Ajeng.
"Kenapa kamu ngomong gitu? uang dari restaurant kan ada,"
"Iya, tapi itu milik kamu kan? kami hanya mengelolanya"
"Ya ampun Jeng, itu sudah milik kalian. toh aku memberikan harta warisan Mas Gilang untuk kalian. sedang aku sendiri sudah tidak bisa apa-apa lagi. kamu lihat kakiku sudah tidak ada, keduanya diamputasi dan kedua tanganku juga tak berfungsi. Maka dari itu, kalianlah yang cocok untuk mendapatkan warisan ini. kamu tau kan, aku sebatang kara sejak menikah dengan Mas Gilang, keluarga Mas Gilang juga tidak merestui kami, hiks hiks hiks"
"Kar, maaf, jangan nangis lagi. aku tau ini pahit buat kamu. Usaha kalian akan jatuh pada tangan yang semestinya nanti" Mama Ajeng memeluk tubuh tak berdaya itu, kehidupan pahit mulai merasukinya kembali tanpa anak dan suami yang ia impikan. Mama Ajeng merasa iba melihat keadaan sahabatnya, tubuh yang terbujur kaku di kursi roda dan ranjang.
"Maksud kamu?" Tante Sekar melepas pelukan sahabatnya, ia menelaah ucapan dari orang yang merawatnya dengan baik dan sabar.
"Tidak apa-apa, aku berharap Allah memberikan mukjizatnya kepada kita" ucap Mama Ajeng kepada sahabatnya, menatap langit dengan wajah yang sedu berharap keajaiban dari sang pencipta.
"Aku berharap Azwar anakmu masih hidup dan akan kembali" batin Mama Ajeng.
"Ayo makan lagi, Kar. kamu harus sehat toh" ucap Mama Ajeng kemudian, setelah drama pelukan terjadi. Tante Sekar mengangguk, mulutnya kembali menerima suapan dari sang sahabat.
"Terimakasih ya, Jeng. kamu sudah mau merawat aku dengan baik. aku gak tau harus bagaimana lagi untuk membayar ini semua. seharusnya kalian membiarkan aku mati saja waktu itu" wajah itu kembali sedu, menatap dirinya yang tak berguna. hingga air mata kembali menetes membasahi pelupuk mata wanita parubaya itu.
"Sssttt!! tidak ada gunanya kamu menangis, seharusnya kamu masih bersyukur bisa melihat dunia ini. ada kami yang begitu menyayangimu" ucap Mama Ajeng, memeluk kembali tubuh itu.
Setelah ditenangkan, sarapan pagi pun berlanjut. sudah cukup lama berada dibawah terik matahari untuk menjemurkan tubuh itu, mereka kembali masuk ke dalam rumah.
**
Azwa telah tiba di Perusahaan tempat ia bekerja. berlari terbirit-birit menuju ruang kerja sembari menatap jam yang sudah pukul 07.35. sial sekali gadis itu terlambat, berharap ketua devisi belum tiba di ruangannya. Apalagi berpapasan dengan Direktur disaat waktu bersamaan, bisa berabe nasib gadis itu.
"Hah syukur, akhirnya sampai juga" gumamnya, menjatuhkan tubuh diatas kursi dengan kasar, hingga menimbulkan suara yang menjadi pusat perhatian rekan kerjanya yang mulai sibuk.
"Hehe, sorry kakak-kakak, reflek" ucapnya terkekeh. kemudian ia merapikan tatanan rambutnya yang sedikit berantakan, menghirup udara sebanyak-banyaknya untuk mengatur nafas yang tersendat di paru-paru.
"Telat lagi? dasar!" ucap rekan kerjanya yang duduk tepat di samping gadis itu.
"Begitulah, kesiangan. sialnya gue mimpi itu lagi" Azwa memutar bola matanya, merasa jengah memikirkan mimpi itu.
"Gileee..... udah keberapa ribu lo mimpi begituan," gerutu temannya
"Entahlah, gue lupa. minta air minum lo dong, haus gue" pintanya, menatap botol air yang terletak diatas meja temannya.
"Lain kali bawa minum dari rumah. toh lo bisa ke pantri noh" ucap temannya menunjuk pantri dengan dagunya.
"Gak ada waktu untuk kesana" Azwa menggeleng, meneguk air minum milik temannya.
"Thanks, kuy kerja"
Azwa pun kembali bekerja yang sudah ia tekuni selama dua tahun ini. Gadis itu sangat pintar dan giat walaupun sering telat dan bersikap barbar. Namun tetap berprofesional dalam urusan tanggung jawab pekerjaan.
"Hai, Wa" sapa seseorang, Azwa mendongak menatap pria yang menegurnya, yang tak lain ialah Ketua Divisi bagiannya.
"Eh, Hai Pak" balas sapa gadis itu.
"Ini ada cappucino untukmu, minumlah. pasti capek berlari, bukan?" ucapnya menaruh segelas cappucino diatas meja Azwa.
"Eh, i-iya, Pak. maaf" Azwa menunduk takut
"Saya sudah biasa melihat kamu telat, asal jangan berpapasan dengan Direktur" ucapnya
"Hehe, iya" Azwa mengambil gelas itu, menyesap Cappucino yang tampak menggoda.
"Ehem-ehem!"
🍃🍃
LIKE
KOMENT
VOTE
HADIAH
😉😉
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
🔵◡̈⃝︎☀MENTARY⃟🌻
Semangat cece 💪💪, next....
2021-06-07
0
Norma
sukses terus dek 💪
2021-06-07
0