"Aran," teriak Bilmar saat melihat sepupunya tertembak.
"Aku tidak apa," kata Aran sambil memegang lengannya yang bersimbah darah.
"Kau bermain curang curang," kata Vano menatap Harlan.
"Tidak ada kata jujur dalam permainan ini, yang ada hanya kemenangan ku," Harlan tersenyum sambil kembali mengarahkan senjata api pada Aran, "Sebenarnya kalau kau dan istri mu tiada akan lebih menyenangkan," tambahnya lagi tersenyum penuh arti.
DOR.....
Terdengar suara tembakan tepat mengenai dada Harlan, ia terjatuh di sisi jalanan dan memegang dadanya. Ya itu adalah Bilmar yang juga membawa senjata api sebagai pelindung diri, tidak lama berselang polisi datang dan langsung membawa Harlan beserta dengan orang suruhannya.
Veli pun langsung turun dari mobil, ia berlari mendekati Aran, "Mas...... hiks......hiks......" tangis Veli pecah saat melihat lengan Aran.
"Aku tidak apa," kata Aran sambil memegang lengannya.
"Ayo kita ke rumah sakit," kata Bilmar juga tidak kalah panik.
"Iya cepat naik ke mobil," Vano juga membenarkan apa yang di katakan Bilmar. Ia juga kasihan pada Aran, namun Aran tidak mau menunjukannya pada Veli. Ia tetap tersenyum dan seolah tidak apa, sebab ia tidak mau terjadi sesuatu pada janin Veli.
"Rumah sakit masih jauh, berikan kotak obat saja dulu," kata Veli yang masih saja panik.
"Aku tidak apa," kata Aran lagi sambil memegang tengkuk Veli.
"Ayo," Veli sambil menangis naik ke mobi, di mana di sana ada kotak obat. Di ikuti dengan Bilmar dan Vano, "Ada pisau," Veli meminta benda tajam tersebut pada Vano, Vano langsung memberikannya pada Veli.
"Ini," kata Vano.
Veli langsung mengerjakan apa yang harus ia kerjakan, yaitu mengambil peluru yang bersarang di lengan sang suami. Ia yang sudah terbiasa akan meja operasi terlihat begitu cekatan dalam melakukan operasi darurat tersebut, air matanya terus mengalir sembari bekerja. Jika kemarin ia menjadi cengeng tapi tidak dengan kali ini, kali ini ia berusaha sekuat tenaga untuk kembali kuat karena ia tidak mau melihat sesuatu yang buruk terjadi pada Aran.
"Sssttt........" Aran mendesis, rasanya sangat begitu sakit hingga ia tidak mampu lagi menahannya, mereka memang berada di pedalaman. Hingga cukup jauh dari perkotaan. Karena memang Aran dan Bilmar beserta Vano sudah merencanakan semua ini, untuk memancing Harlan keluar dari persembunyiannya. Karena mereka tidak mau Veli nanti akan benar-benar menjadi korban.
"Sedikit lagi," kata Vali yang sudah melihat benda yang ia cari mulai menampakan diri.
Sementara Vano dan Bilmar juga tidak tega melihat Aran, namun apa yang bisa mereka lakukan selain menjadi penonton saja. Hingga tidak lama berselang peluru itu berhasil di temukan, dan Veli mengambilnya. Setelah itu ia mengobatinya dengan pengobatan seadanya, lalu mengikatnya luka itu dengan kain seadanya.
"Kita berangkat," kata Bilmar yang mengemudikan mobilnya, sementara Vano duduk di samping Bilmar. Sesaat kemudian Bilmar mengemudikan mobilnya, di ikuti dengan beberapa mobil pengawal mereka.
Aran menyandarkan tubuhnya, ia menutup mata sesaat namun Veli kembali memeluk, "Mas.....hiks.....hiks....." Veli masih saja terus menangis melihat keadaan Aran, ia masih tidak sanggup melihatnya
"Sayang, Mas nggak papa," Aran membuka mata dan menunjukan lengan bagian atas nya yang di perban oleh Veli barusan.
"Hiks.....hiks......" Veli terus menangis sambil memeluk Aran.
"Sayang," Aran mengelus kepala Veli dengan lengan satunya, ia tidak mau melihat istrinya terus menangis, "Kamu lihat Mas dulu," pinta Aran karena Veli hanya memeluk dadanya sambil menyimpan wajahnya di sana.
"Hiks.....hiks......" Veli menggeleng sambil menangis.
"Sayang, kamu nggak sayang sama Mas?" tanya Aran, "Kalau sayang coba lihat Mas" tambah Aran lagi.
Veli mendongkak tanpa berbicara, bahkan ia tidak menjauh sedikit pun. Tangannya masih tetap melingkar di tubuh Aran.
"Kamu sayang sama Mas nggak?" tanya Aran lagi, Veli mengangguk sebagai jawaban ia, "Kalau gitu," tangan Aran yang tidak terkena peluru mengusap air mata Vali, "Jangan nangis ya, nanti cantik nya hilang," Aran tersenyum lembut menatap wajah Veli, "Jangan nangis lagi dong," kata Aran karena beberapa kali ia mengusap wajah Veli namun air matanya kembali terjatuh lagi dan lagi.
Veli sama sekali tidak berbicara, ia hanya menangis tanpa henti melihat orang yang di cintai ya terluka. Veli sangat takut terjadi hal buruk pada sang suami, walau pun semua sudah berlalu namun ia masih saja merasa kan ketakutan yang begitu besar. Sambil membayangkan jika suatu hari nanti bisa saja Aran mengalirnya dan pada bagian tubuh yang bisa mengancam nyawanya.
"Sayang, kalau kamu nangis terus kasihan anak kita. Kalau terjadi sesuatu sama anak kita gimana? Emang kamu mau?" tanya Aran.
Veli masih diam, ia kembali menggelengkan kepalanya sebagai jawaban tidak. Aran tersenyum dan mengecup pucuk kepala sang istri dengan penuh cinta, Aran sangat terharu saat ini karena selain Ratih dan Sinta yang selalu mengkhawatirkannya kini ada Veli juga. Dan rasanya itu sangat berbeda saat Veli yang mengkhawatirkannya mungkin karena ada benih dari cinta mereka yang kini berada di rahim Veli.
Sesat kemudian Bilmar memarkirkan mobil yang ia kendarai di depan rumah sakit, Aran segera turun begitu juga dengan Veli. Seorang dokter langsung menangani Aran dengan cepat, walau pun puluru nya sudah di keluarkan oleh Veli namun tetap saja sisa lukanya harus mendapat penangan khusu. Sebab luka itu terlihat cukup dalam.
"Dokter Veli, sebaiknya anda menunggu di luar saja. Saya yang akan menangani tuan Aran," jelas dokter Darmawan yang tidak ingin membuat Veli panik, karena kondisi Veli terlihat begitu menghawatirkan Aran.
"Tapi Dok," Veli sangat ragu dengan apa yang di katakan dokter Darmawan.
"Percayakan saja pada kami dokter Veli, sisanya serahkan kepada pencipta alam semesta," terang dokter Darmawan, lalu Veli mengangguk sebagai jawaban ia dan ia duduk di kursi tunggu sembari menunggu Aran di sana.
Beberapa saat kemudian Anggia dan langsung menghambur memeluk Veli, Anggia semula tidak tahu apa-apa. Tapi sesampai di rumah sakit tadi Bilmar langsung menuju ruangan Anggia dan memberitahukan keadaan Aran, dan akhirnya Anggia yang sedang memeriksa kandungan pasiennya di gantikan oleh dokter senior lainnya. Sementara ia langsung menuju IGD untuk melihat keadaan Aran.
"Veli," Anggia langsung memeluk Veli yang sedang menangis, Anggia mengusap punggung sang sahabat berharap memberikan kekuatan pada sang sahabat.
"Anggia...... hiks......hiks......" tangis Veli kembali pecah sesaat ia menyadari siapa yang kini memeluknya, "Aku nggak tau gimana nasib aku sama anak aku nantinya kala tadi Mas Aran kenapa-kenapa," ucap Veli sembari memperkuat pelukannya.
***
Like dan Vote ya teman-teman ku yang sangat baik hati. Terima kasih, yang ngasih hadiah juga makasih banyak ya, Othor terharu biru :).
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Lisa Halik
harapnya aran cepat sembuh,
2022-12-24
0
Siti Saminah
jujur Thor ak gak bisa komen apa" aku hanya bisa pencet tanda suka aja...karna ak sangat menyukai novelmu thor
2022-11-27
0
CIVIA 💞💖🌹🥰
😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭
2022-01-19
0