Zion masih terus mengomeli Zia yang seperti tidak mau mendengarkannya. Zion benar-benar khawatir jika Zia harus masuk ke dalam rumah Kakeknya saat ini.
Semua yang ada di sana bisa jadi bukan lagi seperti apa yang dulu pernah Zion tau. Tak ada yang bisa memastikan semua akan baik-baik saja jika Zia nekat bekerja menjadi pelayan Zion palsu itu.
Ah yang benar saja, bahkan buat Zion, meski ia benar-benar ingin bisa segera memecahkan semua misteri ini, tapi mengorbankan Zia tentu saja sama sekali tak ada dalam niatannya.
"Zi, kamu dengerin aku ngga sih?!"
Zion mulai benar-benar kesal.
Zia yang baru akan membuka pintu rumahnya akhirnya terpaksa berhenti, lalu berbalik menatap hantu itu.
"Aku dengerin sampe kepalaku hampir keluar asap, kamu ngga liat?"
Zia menekuk wajahnya. Buatnya, Zion terlalu cerewet untuk menjadi hantu. Harusnya dia lebih cocok jadi burung.
Zia memutar kunci dan kemudian membuka pintu rumahnya.
"Terlalu bahaya Zi, kamu sendiri lihat bagaimana laki-laki bertato itu kan? Bisa jadi akan ada banyak orang seperti dia di sana."
Kata Zion sambil terus membuntuti Zia.
"Aku tuh pegang sabuk coklat saat karate, aku bukan cewe yang kena senggol sedikit cuma bisa nangis, ngga usah khawatir."
Sungut Zia.
"Lagipula, bukankah akan lebih bagus kita bisa masuk langsung ke sana? Ini kesempatan emas, ibarat kita sekali berenang dua pulau terlampaui."
Ujar Zia pakai peribahasa.
"Kita bisa cari informasi tanpa harus membuatmu dalam bahaya."
"Sampai kapan? Kamu pikir semudah itu nyari informasi sementara kamu hantu dan aku orang miskin."
Ketus Zia yang jadi benar-benar kesal.
"Aku sudah lihat sendiri bagaimana orang yang mengaku menjadi Zion itu, dia bukan manusia, dia setan, kejam dan tidak punya hati. Kamu ngga denger kata Mbak Tinah kalau ada dua belas orang di pecat hanya dalam waktu dua bulan?"
Zia membanting tubuhnya ke kasur.
Lelah.
"Mereka taunya karena Zion patah hati diputuskan Veronika."
Ujar Zia.
"Ish yang benar saja, aku ngga akan secemen itu, orang pasti tau aku ngga begitu."
Zion emosi. Harga dirinya terkoyak. Apa-apaan hanya karena putus cinta bisa sebegitu berpengaruh untuk kehidupannya.
"Nyatanya tak ada yang sadar dia bukan kamu, kecuali para hantu yang karena mereka mengenalimu dari aroma."
(Hihihi macam bedain jengkol sama pete)
"Percaya sama aku, semua akan baik-baik saja."
Kata Zia yang mulai mencoba menutup matanya karena sudah diserang kantuk.
"Zi..."
Zion menarik tubuh Zia agar mau duduk dan bicara lebih serius.
"Aku capek, ngantuk. Aku ingin tidur."
Kata Zia yang kembali menjatuhkan diri lagi ke belakang.
Zion menghela nafas.
"Aku ingin kerja yang ngga terlalu berat dan dibayar mahal, aku ingin ngga perlu menjahit sekantong besar itu lagi hanya demi tambahan lima puluh ribu, apa salahnya, apa salahnya..."
Suara Zia lirih seperti gumaman saja, matanya mulai menutup pelahan dan hanya dalam hitungan detik Zia sudah tidur nyenyak.
Zion terduduk lemas di samping kasur di mana Zia tidur.
Diamatinya lekat-lekat wajah Zia yang kini tertidur pulas. Gadis itu pasti benar-benar lelah.
Zion sejenak tertunduk, ada rasa iba menelusup ke dalam relung hatinya.
Yah, ia tau bagaimana sulitnya pasti hidup Zia selama ini.
Zion menatap kantong besar berisi kain potong yang harus dilembur Zia malam ini. Dari menjahit sebanyak itu hingga pagi, Zia paling hanya mengumpulkan limapuluh ribu. Sungguh miris.
Zion begitu sedih.
Andai saja ia seorang manusia.
**------**
Seperti yang telah direncanakan, Zia pergi ke rumah Mbak Tinah setelah selesai mengantar susu dan mengembalikan kain potongan yang akhirnya tak jadi ia jahit.
Ia juga menyempatkan diri berpamitan pada para majikannya, kalau-kalau besok hari tak lagi membantunya mengantar susu dan juga tak lagi menjahit di sana. Alasannya mau bantu sodara dulu. Alasan klasik supaya kapan-kapan kalau kepepet bisa balik lagi.
Mbak Tinah sudah bersiap saat Zia datang dengan motor jadulnya si oscar.
Zia tampak celingak celinguk.
"Anak Mbak Tinah ngga diajak?"
Tanya Zia.
"Udah Mbak anterin ke Neneknya, udah kita pergi aja."
"Ayuk mbak."
Mbak Tinah sejenak terlihat ragu melihat si orcar.
"Ngg... kayaknya kita naik taksi saja yah Zi."
Kata Mbak Tinah enggan membonceng motor Zia. Bukan apa-apa, ia cuma takut motor itu mogok di tengah jalan dan Mbak Tinah harus bantu dorong.
Soalnya hari ini ia sudah sengaja dandan heboh demi ketemu oppa Korea.
Untungnya Zia juga memang bukan tipe yang baperan, jadi dia santai saja menanggapi sikap Mbak Tinah tersebut.
"Oke deh, Zia bawa pulang Oscar dulu."
Kata Zia tanpa perasaan apa-apa. Mbak Tinah mengangguk setuju.
Melihat kejadian itu, justru Zion yang rasanya kesal pada Mbak Tinah.
Sok banget jadi orang, memangnya apa masalahnya naik motor jadul, mungkin larinya ngga bisa kenceng, tapi kan yang penting tetap bisa sampai tujuan.
"Kamu kok dihina gitu ngga kesel, ato apa kek."
Zion misuh-misuh di belakang Zia yang sibuk memasukkan motornya ke dalam rumah.
Zia rasa ia tidak akan pulang beberapa hari ke depan, jadi akan lebih aman jika Oscar di masukkan rumah saja.
"Harusnya kamu bilangin tuh kalau gimanapun motor itu juga tetap bisa anterin kamu ke mana-mana."
Kata Zion berapi-api.
Zia menghela nafas.
"Udahlah, kalo apa-apa jadi masalah, yang ada stres sendiri. Biarin dihina juga, yang penting jangan kita yang suka hina orang lain."
Sahut Zia lalu keluar rumah dan mengunci pintunya lagi. Lalu melangkah dengan bersemangat kembali ke rumah Mbak Tinah.
Zion melayang mengikuti sambil berkali-kali menghela nafas.
Ia benar-benar tidak bisa mengerti cara berpikir Zia sedikitpun.
Mereka akhirnya berangkat menaiki taksi menuju tempat kerja Zia yang baru, yang tentu saja nanti akan mbak Tinah minta temannya itu yang bayar.
"Nanti kamu akan diajak menghadap dulu ke Tuan Zion."
Kata Mbak Tinah memberikan informasi.
Zion mendesis... "Aku di sini." Kesalnya.
Kayak kenal Zion yang asli mana saja, Zion kesal dengan tingkah Mbak Tinah yang sok tau
"Kalau Tuan Zion setuju, berarti hari ini akan menjadi hari pertama kamu kerja secara resmi."
"Cuma seperti itu? Ngga ada tes yang lain?"
Tanya Zia pada Mbak Tinah.
"Sepertinya ada, tapi enggak untuk pagi ini, atau mungkin akan sambil jalan saja, sekalian menilai cara kerjamu secara langsung."
Zia mengangguk mengerti.
Zion di sebelah Zia terlihat mendengus.
Tak lama kemudian, taksi yang mereka tumpangi memasuki perumahan elite di mana keluarga Ardi Subrata tinggal.
Zia menarik nafas dalam-dalam, sebelum kemudian taksi berhenti di depan sebuah rumah mewah berlantai tiga.
Zia turun dari taksi.
Tampak seorang perempuan seusia Mbak Tinah tergopoh-gopoh keluar, lalu menyerahkan uang kepada supir taksi sesuai argo yang sudah di kabarkan padanya lewat pesan singkat Mbak Tinah.
"Mari masuk."
Kata Teman Mbak Tinah yang namanya Wati.
Sekedar informasi tambahan, Mbak Tinah dan Wati ini berasal dari Kebumen. Keduanya merantau ke Jakarta, lalu masing-masing menjadi ART di perumahan elite Kemang tapi beda majikan dan beda perumahan.
Mbak Tinah kemudian berjodoh dengan orang Betawi asli, sedangkan Wati menikah dengan orang kampungnya sendiri, hanya saja karena terdesak kebutuhan ia memilih tetap bekerja di rumah Pak Ardi.
"Mbak Wati sudah kerja di sini lama ya?"
Tanya Zia saat mereka beriringan masuk rumah.
"Lumayan Zi, ada delapan tahun mah, ya kan Tin?"
Mbak Tinah mengangguk.
"Ya sekitar segitu."
Hmm berarti lumayan tau harusnya soal seluk beluk rumah ini. Batin Zia.
Mbak Wati kemudian menyuruh Zia meletakan tas pakaiannya di kamar Mbak Wati terlebih dahulu, baru kemudian menghadap Tuan Zion yang sedang asik berjemur di pinggir kolam renang.
Zia mengkuti Mbak Wati ke sana, ditemani Mbak Tinah dengan dandanan menornya.
Sementara Zion melayang di sisi Zia.
"Pagi Tuan."
Mbak Wati membungkuk sopan.
Zia mengamati sosok yang kini sedang duduk selonjor di atas kursi pinggir kolam renang. Ia hanya memakai handuk kimono dan matanya memakai kaca mata hitam untuk menghindari silau sinar matahari.
Mendengar suara Mbak Wati, sosok itu kemudian mengalihkan pandangannya ke arah Mbak Wati yang datang bersama Zia dan Mbak Tinah.
Dan...
"Ya Tuhan..."
Zia saking kagetnya sampai mundur satu langkah, ia menatap Zion dan sosok yang kini mulai tampak berdiri dan berjalan mendekat.
"Ba... Bagaimana bisa kalian begitu persis."
Lirih Zia hampir tak percaya.
**------**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 362 Episodes
Comments
Alexandra Juliana
Balagu amat tuh si Zion palsu kaya dia yg tuan rumahnya saja..
2022-09-19
0
Ray
Zion palsu kembarannya Zion asli atau oplas ya Thor🤔Semakin penasaran dan semakin Ok ceritanya 👍 Semangat🙏😘
2022-09-16
0
Mada
Gak pakai baju Zia nya? atau ganti baju???
2022-07-06
0